Laporkan Masalah

Konstruksi Hutan-Budaya: Skenario Pengelolaan Sumberdaya Alam Adaptif Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Berbasis Masyarakat Adat di Papua Barat

ANTONI UNGIRWALU, Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc; Prof. Dr. Ahmad Maryudi, S.Hut., M.For.Sc; Dr. Priyono Suryanto, S.Hut., MP.

2018 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEHUTANAN

Pergesaran kebijakan kehutanan di Indonesia saat ini dari pengelolaan hutan skala besar berbasis industri kayu (timber management) ke arah pengelolaan hutan berbasis masyarakat (community based). Perubahan kebijakan ini menjadi sangat penting bagi pengelolaan di Papua Barat mengingat komunitas masyarakat adat Papua yang multietnis. Etnis Baham-Matta dan etnis Wandamen diketahui sejak dahulu telah memanfaatkan dan melestarikan pala papua (Myristica argantea Warb.) dan buah hitam (Haplolobus sp.) sebagai produk unggulan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Namun disayangkan sistem pengetahuan pemanfaatan dan pelestarian HHBBK belum semuanya terkontruksi dan terdokumentasikan secara ilmiah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan: 1). mengetahui dan menjelaskan cara pandang masyarakat lokal terhadap pemanfaatan dan pelestarian HHBK pala papua dan buah hitam berdasarkan tipologi habitat dan potensinya; 2). menjelaskan etnoekologi pemanfaatan dan pelestarian HHBK pala papua dan buah hitam sebagai wujud kearifan lokal etnis di Papua Barat; 3). mengkonstruksi hutan-budaya (forest-culture) sebagai skenario pengelolaan hutan adaptif berbasis masyarakat adat di Papua Barat. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Teluk Wondama dengan batasan kajian pada komunitas ekologi dan sosial skala lokal yaitu pada etnis Baham-Matta dan etnis Wandamen serta pada habitat pala papua dan buah hitam. Metode campuran (kualitatif dan kuantitatif) digunakan untuk analisis vegetasi (ekologi), interpertatif (budaya), SWOT dan MDS (pengelolaan adaptif ) serta analisis sistem (konsep hutan-budaya). Hasil penelitian menunjukan bahwa cara pandangan masyarakat lokal dari etnis Baham-Matta dan etnis Wandamen terhadap sistem pengetahuan lokal HHBK pala papua dan buah hitam dipengaruhi oleh adaptasi lingkungan (ko-evolusi) ekologi dan budaya yang dijumpai pada tiga tipologi habitat, yaitu hutan alam, hutan sekunder dan kebun-pekarangan. Perbedaan pemanfaatan HHBK terletak pada biji buah (fuli dan daging biji) untuk pala papua dan bagian daging buah untuk buah hitam. Nilai keragaman ekologi berdasarkan pemanfaatan dan pelestariannya berada pada habitat ekologi hutan sekunder dimana INP untuk pala papua 116,6% dan buah hitam 160,7%. Potensi buah organik segar pala papua mampu menghasilkan 148.295 ton/tahun dan buah hitam berpotensi menghasilkan 12.992 ton/tahun. Kearifan lokal HHBK pala papua dan buah hitam bersifat holistik baik berupa manfaat langsung dan tidak langsung (tangible dan intangible), antara lain sebagai sumberdaya lokal, pengetahuan lokal, nilai lokal, teknologi lokal, mekanisme pengambilan keputusan lokal, serta solidaritas kelompok lokal. Etnoekologi pemanfaatan dan pelestarian HHBK pala papua dan buah hitam berasal dari gagasan etno-tekno-konservasi adalah bagian dari adaptasi eco-frienly forest management. Skenario pengelolaan SDA adaptif HHBK pada unit pengelolaan hutan alam, hutan sekunder dan kebun-pekarangan sebagai satu kesatuan sistemik-holistik yang didesain berdasarkan lima pilar utama yaitu ekologi, budaya, ekonomi, kelembagaan dan teknologi. Kata Kunci: hutan-budaya, etno-tekno-konservasi, pengelolaan adaptif, pala papua, buah hitam

The current forestry policy in Indonesia is from large-scale forest management based on the timber management towards community-based forest management. This policy change has become very important for forest management in West Papua because Papua comes from multi-ethnic indigenous peoples. Ethnic Baham-Matta and Wandamen are known to have utilized and and protected the plant of papua nutmeg (Myristica argantea Warb.) and black fruit (Haplolobus sp.) as a featured product of non-timber forest products (NTFPs). But unfortunately the knowledge system of NTFP utilization and preservation has not all been constructed and scientifically documented so that it has not become a reference in forest management in Papua. Therefore this study aims: 1). Knowing and explaining the perspectives of local people about the utilize and conservation of papuan nutmeg and black fruit based on habitat typology and potential; 2). Explain the ethnoecology of the use and conservation of papua nutmeg and black fruit as a form of local wisdom in West Papua; 3). Construct forest-culture as a scenario of adaptive forest management based on local communities in West Papua. The research was carried out in Fakfak Regency and Teluk Wondama Regency with a study scale on the ecological and social communities, namely in the Baham-Matta and Wandamen ethnicities and in the papua nutmeg and black fruit habitat. Mixed methods (qualitative and quantitative) using analysis: vegetation (ecology), interpertative (culture), SWOT and MDS (adaptive management) and system analysis (forest-cultural concepts). The results of the study on the perspective of the local community of the Baham-Matta and Wandamen ethnicities on the knowledge system of papua nutmeg and black fruits are influenced by ecological and cultural (co-evolutionary) environmental adaptation in three habitat typologies: natural forests, secondary forests and yard gardens. The difference in utilization of NTFPs lies in fruit seeds (mace and seed meat) for papua nutmeg and part of fruit flesh for black fruit. The value of ecological diversity based on its utilization and conservation is in the secondary forest ecological habitat where INP for papua nutmeg 116.6% and black fruit 160.7%. The potential of fresh papua nutmeg organic fruit is capable of producing 148,295 tons/year and black fruit has the potential to produce 12,992 tons/year. Local wisdom of papua nutmeg and black fruit NTFPs is holistic both in the form of tangible and intangible benefits, among others as local resources, local knowledge, local values, local technology, local decision-making mechanisms, and local group solidarity. The ethnoecology of the utilization and conservation of Papuan nutmeg and the black fruit of NTFPs comes from the ethno-techno-conservation idea which is part of the adaptation of eco-friendly forest management. The scenario of NTFP adaptive natural resource management in the management unit: natural forest, secondary forest and yard gardens as a systemic-holistic unit designed based on five main pillars, namely ecology, culture, economy, institutions and technology.

Kata Kunci : forest culture, ethno-techno-conservation, adaptive management, papua nutmeg, black fruit.

  1. S3-2018-373663-Abstract.pdf  
  2. S3-2018-373663-bibliography.pdf  
  3. S3-2018-373663-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2018-373663-title.pdf