POLEMIK KEBIJAKAN MUTASI JABATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH ACEH

KHALISNI, Prof. Dr Agus Pramusinto, MDA.

2018 | Tesis | MAGISTER MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Tulisan ini mengkaji tentang mutasi jabatan di Provinsi Aceh. Mutasi dalam kerangka ini diduga bukan berdasar pada peningkatan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN), kompetensi, atau sebagai proses pembinaan, melainkan karena dinamika politik dan kesempatan karena lemahnya peraturan perundangan. Diketahui bahwa kebijakan mutasi 10 Maret 2017 yang diambil oleh Pemerintah Aceh melalui putusan Gubernur Zaini Abdullah, dinilai telah melanggar UU Pilkada 10 Tahun 2016 pada pasal 71 ayat 2. Selain itu, tidak adanya mekanisme evaluasi jabatan atau tegur menjelang mutasi, semakin membuat kebijakan mutasi bermasalah. Sayangnya, permasalahan tersebut tidak berdampak pada pembatalan keputusan. Pertanyaan adalah mengapa mutasi jabatan yang diputuskan oleh Gubernur Zaini Abdullah tetap terlaksana, padahal telah terbukti melanggar berbagai aturan? Untuk kasus ini, argumen peneliti adalah adanya celah perundangan (policy gap) antara UU Pilkada, UU Pemerintahan Aceh (UUPA), dengan UU ASN menjadi pegangan (alasan) bagi Gubernur untuk melakukan mutasi di lingkungan Pemerintah Aceh. Guna melihat mutasi jabatan, peneliti menggunakan pendekatan hubungan antar aktor dan institusional. Pendekatan ini dinilai mampu menjelaskan permasalahan mutasi jabatan untuk konteks Aceh yang mempunyai otonomi khusus. Kualitatif dengan pendekatan studi kasus telah digunakan sebagai metode penelitian. Teknik purposive digunakan untuk menemukan aktor-aktor yang terlibat pada waktu itu. Kemudian melakukan transkrip, penemuan kata kunci, pengkategorian, dan pentemaan. Hasil pentemaan menjadi bahan pembahasan dan memberikan penekanan pada temuan penelitian. Penelitian ini telah menemukan, pertama pemicu awal terjadinya mutasi adalah kekalahan Gubernur Zaini dalam Pilkada dan kesewenangan Plt. Sudarmo melakukan restrukturisasi birokrasi tanpa berkoordinasi terlebih dahulu. Selain itu, peran actant sebagai �pembisik� perombakan ulang birokrasi. Actant yang diwakili oleh staff ahli di bidang hukum mengkaji kemungkinan-kemungkinan lolos dari UU Pilkada Pasal 71. Kedua, diketahui bahwa terdapat empat pelanggaran utama Gubernur Zaini, yakni melanggar UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 pada pasal 71 ayat 2, melanggar UUASN Nomor 5 tahun 2014 Pasal 108 ayat 3, menyebutkan UUPA pasal 118 ayat 1 bermakna lex generalis, dan melakukan mutasi tanpa menunggu surat balasan dari Mendagri. Lemahnya peraturan ternyata dimanfaat dan dijawab dengan baik oleh Gubernur melalui perundangan. Ketiga, kesalahan yang dilakukan oleh Plt. Sudarmo dibaca dengan baik oleh Gubernur. Plt. Sudarmo membuat blunder dengan tidak melibatkan Baperjakat, evaluasi jabatan, dan fit and propertest. Kesalahan yang sama tetap dilanjutkan oleh Gubernur Zaini, tetapi dengan alasan bersandar pada pasal 73 ayat 2 dalam UUASN yang menyebutkan mutasi diputuskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal lain kepala daerah. Peneliti meyakini buruknya aturan penataan wewenang pusat dan daerah telah membuka peluang bagi kepala daerah untuk melakukan setting kelembagaan sesuai dengan kepentingan. Dampaknya kemudian adalah lembaga membuka sistem intensif penting bagi kepala daerah yang bekerja di dalamnya untuk memilih perilaku tertentu dan menghindari yang lain. Rekomendasi penelitian ini adalah perlunya mempercepat kehadiran peraturan turunan UU ASN, membentuk lembaga independen penjamin objektifitas pengangkatan ASN atau assesment center, dan memperjelas kewenangan pusat (UUASN) dengan daerah (UUPA) pada pasal mutasi.

This paper discusses job mutation in Province of Aceh. The mutation within this framework are not supposed to be based on improving the performance of the State Civil Apparatus (ASN), competence, or as a process of coaching, but because of the political dynamics and opportunities due to the weakness of legislation. Known that the March 10, 2017 mutation policy adopted by the Government of Aceh through the verdict of Governor Zaini Abdullah, is considered to have violated the Law on Regional Election (UU Pilkada) Number 10 Year 2016 in article 71 paragraph 2. In addition, the absence of an evaluation mechanism of office or scolding ahead of the mutation. Unfortunately, the problem has no impact on the cancellation of the decision. The question is why the transfer of positions decided by Governor Zaini Abdullah remains in place, when it has been proven to violate various rules? For this case, the researcher argues that there is a policy gap between the Election Law, the Law on Governing Aceh (UUPA), with the ASN Law being the guideline for the Governor to carry out mutations within the Government of Aceh. In order to see the job mutation, the researcher uses approach of relationship between actor and institutional. This approach is considered able to explain the issue of position mutation for the context of Aceh which has special autonomy. Qualitative approach case study has been used as a research method. The purposive technique was used to find the actors involved at that time. Then do transcripts, keyword discovery, categorization, and grouping of themes. The results of the penitentiary become the subject of discussion and give emphasis to the research findings. This study has found, first, the initial trigger of mutation is the defeat of Governor Zaini in Pilkada and the abuse of Plt. Sudarmo restructured the bureaucracy without coordinating it first. In addition, the actant's role as a 'whisper' reorganization of bureaucracy. Actant is represented by expert staff in the field of law to examine the possibilities of escaping from UU Pilkada Article 71. Secondly, known that there are four major violations of Governor Zaini, namely violating UU Pilkada Number 10 Year 2016 in Article 71 paragraph 2, violating UUASN Number 5 years 2014 Article 108 paragraph 3, mentioning UUPA article 118 paragraph 1 meaning lex general, and make a mutation without waiting for a reply from the Minister of Home Affairs. The weakness of the regulation was found to be useful and well answered by the Governor through legislation. Third, the mistake made by Plt. Sudarmo is well read by the Governor. Plt. Sudarmo makes blunders by not involving Baperjakat, job evaluation, and fit and proper test. The same error was continued by Governor Zaini, but on the grounds of relying on Article 73 paragraph 2 in the UUASN stating that the mutation was decided by the Civil Service Officer in another case of the regional head. Researchers believe that the central and regional authority regulation has opened up opportunities for regional heads to institute institutional arrangements in accordance with their interests. The later impact is that the institute opens an important intensive system for the head of the region working within it to choose certain behaviors and avoid others. The recommendation of this research is the need to accelerate the presence of derivative legislation of ASN Law, to establish an independent agency to guarantee the objectivity of ASN development or assessment center and to clarify the central authority (UUASN) with the region (UUPA) in the article of mutation.

Kata Kunci : : mutasi pekerjaan, manajemen publik, politik-birokrasi, kelembagaan, Aceh