Laporkan Masalah

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) SEBAGAI OBJEK HARTA PAILIT DALAM KEPAILITAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

SULTAN AKBAR PAALEVI, Prof.Dr.Tata Wijayanta,SH.,M.Hum

2018 | Tesis | MAGISTER HUKUM LITIGASI

Penelitian ini bertujuan : Pertama, untuk mengetahui dan menganalisis HKI menjadi objek harta pailit dalam kepailitan Objek harta pailit menurut Undang-undang No. 37 Tahun 2004. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme dalam penaksiran nilai dari suatu objek HKI yang menjadi harta pailit dalam kepailitan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang didukung oleh wawancara dengan narasumber. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi dokumen atau studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa: Pertama, Undang-undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan tidak memberikan definisi dan penjelasan mengenai harta pailit namun hanya memberikan pengecualian dari harta yang tidak dapat dijadikan objek harta pailit, Kedua, HKI dapat menguntungkan guna menghasilkan pendapatan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan pada pihak lainnya atau untuk tujuan administratif. HKI yang mempunyai nilai ekonomi karena dapat memberikan sumbangan pada laba dapat pula menjadi agunan (collateral). Ketiga, Kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit, memerlukan appraisal. Appraisal tersebut berdasarkan rekomendasi dari Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) sebagai standar penilaian Indonesia dari suatu harta. Bahwa dalam rangka meningkatkan obyektifitas dan kualitas hasil penilaian usaha terhadap aset tidak berwujud yang menjadi objek harta pailit, diperlukan pedoman penilaian dan penyajian laporan penilaian untuk aset tidak berwujud yang dapat mendorong profesionalisme, independensi, dan obyektifitas pihak yang melakukan kegiatan sebagai penilai Kata Kunci: Kepailitan, harta pailit, aset tak berwujud, penilaian.

This research aims: First, to understand and analyse the IPR as a bankruptcy estate according to Law number 37 Year 2004. Second, to understand and analyse the mechanism in assessing the value of an IPR as a bankruptcy asset. The research approach focused on normative legal research and supported by interviews with the resource persons. The research indicates that: First, Law No.37 Year 2004 is silent on the definition of bankruptcy estate. However, the Law mentioned the exception of properties to be considered as a bankruptcy estate. Second, the IPR is profitable to generate income in producing or delivering the goods or services, to be leased or for the administrative purposes. The IPR have an economic value because it could create a profit while at the same time could be used as a collateral. Third, the receiver is required to perform an appraisal in managing the bankruptcy assets. The appraisal based on the recommendation of the Office of the Public Appraisal Services (KJPP) as Indonesian authorized institution. In order to improve the objectivity and quality of the appraisal results, especially for the intangible goods as a bankruptcy asset, it is necessary to have a guide on the assessment and reporting procedure that could lead to the professionalism, independence, and objectivity of the assessors. Keywords: bankruptcy, bankruptcy asset, intangible goods, assessment.

Kata Kunci : Kepailitan,harta pailit,aset tak berwujud,penilaian,bankruptcy, bankruptcy asset, intangible goods, assessment

  1. S2-2018-320333-abstract.pdf  
  2. S2-2018-320333-bibliography.pdf  
  3. S2-2018-320333-TABLEOFCONTENT.pdf  
  4. S2-2018-320333-TITLE.pdf