Laporkan Masalah

ONINA MANGA MANCUANA MANGENGE: UNGKAPAN TRADISIONAL ORANG WOLIO

FIRMAN ALAMSYAH, Dr. Suhandano, M.A.;Dr. Aris Munandar, M.Hum.

2018 | Disertasi | DOKTOR ILMU-ILMU HUMANIORA

INTISARI Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan memahami fenomena kebahasaan terkait budaya pada ungkapan tradisional orang Wolio yang disebut Onina Manga Mancuana Mangenge ‘Perkataan para orang tua dahulu’(OMMM). Dari hasil kajian pustaka belum ditemukan adanya dokumentasi dan kajian yang mendalam terkait tradisi lisan ini. Padahal, OMMM mengandung nilai-nilai kearifan yang sangat berperan penting bagi pembangunan mental dan budi pekerti di Indonesia, khususnya bagi orang Wolio. Dalam menjelaskan fenomena tersebut, kajian ini menggunakan perspektif linguistik antropologis dengan mengintegrasikan berbagai teori, yaitu; teori struktur, fungsi, semantik dan antropologi kognitif. Integrasi teori ini sangat diperlukan untuk memperoleh pemerian yang utuh dan punya nuansa makna yang kaya terkait karakteristik kebahasaan, fungsi, dan sistem kognisi yang menjadi fokus permasalahan dalam kajian ini. Metode pengumpulan data dilakukan di Kota Baubau dengan teknik observasi partisipasi, wawancara, dan perekaman. Data kualitatif berupa ungkapan tradisional dalam bahasa Wolio kemudian ditranskripsikan secara ortografis kedalam bahasa Indonesia. Metode analisis data menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif yang didukung dengan analisis data secara kuantitatif dengan teknik statistika untuk mendapatkan pemerian kebahasaaan yang lebih terukur dan jelas. Hasil kajian ini dapat disimpulkan sebagai berikut berikut. Pertama, model pemahaman karakteristik kebahasaan OMMM dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu bentuk, gaya bahasa, dan makna leksikon yang menjadi sumber inspirasinya. Dari aspek bentuknya, OMMM dapat berbentuk kalimat: berita, suruh, tanya, berklausa, tidak berklausa, sederhana, majemuk setara atau tidak setara, kompleks, bertopik, inversi, dan elipsis. Dari aspek gaya bahasanya, OMMM dapat bergaya asonansi, aliterasi, repetisi, paralelisme, paradoks, simile, metafora, dan hiperbola. Dari aspek maknanya, leksikon yang menjadi sumber inspirasi OMMM dapat diklasifikasikan dalam tiga belas ranah yang sangat terkait dengan konteks sosial budaya orang Wolio. Pemerian leksikon ini mencerminkan spesifik budaya orang Wolio dalam memahami dunia di sekelilingnya. Kedua, kajian ini menemukan delapan fungsi OMMM bagi orang Wolio, yaitu mengkritik, menasihati, bergosip, memuji, mendeskripsikan dan menjelaskan, penguat gagasan, bersemboyan dan mengekspresikan perasaan. Ketiga, kajian ini menemukan lima tema yang bersifat universal terkait sistem kognisi orang Wolio yang tercermin dalam OMMM, yaitu hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam, manusia dengan waktu, dan manusia dengan Tuhannya. Akhirnya kajian ini mengkofirmasi pandangan para ahli sebelumnya bahwa adanya hubungan yang erat antara bahasa dan budaya yang tidak terpisahkan satu sama lain, mendukung versi lemah dari konsep linguistic relativity ‘relativitas bahasa’, serta mendukung pandangan para ahli yang memandang pengaruh bahasa, budaya, dan pikiran lebih kearah kecenderungan untuk mempengaruhi daripada menentukan secara pasti. Kata Kunci: bentuk kalimat, gaya bahasa, makna leksikon, fungsi, sistem kognisi, kearifan lokal, linguistik antropologis.

ABSTRACT This study aims to describe and understand the phenomenon of language-related culture in the traditional expression of the Wolio people called Onina Manga Mancuana Mangenge 'Old words of the ancestors' (OMMM). From the literature review had not found any documentation and in-depth study related to this oral tradition. In fact, OMMM contains wisdom values that plays an important role for mental and character developments in Indonesia, especially for Wolio people. In explaining the phenomenon, this study used an anthropological linguistic perspective to gain an understanding of cultural-related languages by integrating various theories, namely: theory of structure, function, semantics and cognitive anthropology. The integration of such a theory was necessary to obtain a full description and had a more colorful meaning related to the characteristics of language, function, and cognition system which became the focus of the problem in this study. Data collection methods were conducted in Baubau city with participant observation, interview, and recording techniques. Qualitative data of this research was traditional expression in the Wolio language then transcribed orthographically into the Indonesian language. Methods of data analysis used descriptive qualitative analysis methods supported by quantitative data analysis with statistical techniques to obtain more measurable and clear descriptions of the language. The results of this study could be summarized as follows. First, the linguistic characteristics of OMMM could be seen from three aspects, namely the form, the style of language, and the meaning of the lexicon that was the source of its inspiration. From the aspect of the form, OMMM was in sentence form, whether it was a declarative, imperative, interogative, minor, complete, simple, equal and unequal compounds, complex, inversions, topical, and ellipsis sentences. From the language style aspect, OMMM could be assonances, alliteration, repetition, parallelism, paradox, simile, metaphor, and hyperbole styles. From the meaning aspect, the lexicon that was the source of OMMM inspiration could be classified into thirteen domains that were closely related to the socio-cultural context of the Wolio people. The description of this lexicon reflected the Wolio's specific culture in understanding the world around him. Second, the study found the eight functions of OMMM for the Wolio, namely: criticizing, advising, gossiping, praising, describing and explaining, idea reinforcement, declare the principle of life, and expressing feelings. Third, this study found five universal themes related to the Wolio's cognition system reflected in OMMM, which was the relationship of man with himself, man with his fellow human beings, man with nature, man with time, and man with his/her God. Finally, this study confirmed the views of previous scholars that a close relationship between language and culture was inseparable from one another, supporting a weaker version of the linguistic relativity concept, as well as supporting the view of scholars who viewed the influence of language, culture and thought more towards the tendency to influence than to specify exactly. Keywords: sentence form, language style, lexicon meaning, function, cognition system, anthropological linguistics.

Kata Kunci : bentuk kalimat, gaya bahasa, makna leksikon, fungsi, sistem kognisi, kearifan lokal, linguistik antropologis.

  1. S3-2018-359922-abstract.pdf  
  2. S3-2018-359922-bibliography.pdf  
  3. S3-2018-359922-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2018-359922-title.pdf