PERBEDAAN NILAI AMBANG DENGAR SEBELUM DAN SESUDAH TIMPANOPLASTI TIPE I PADA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS BENIGNA INAKTIF

Rahmawati Nurul S, Dr. dr. S. R. Indrasari, M. Kes, Sp.T.H.T.K.L (K), FICS; Dr. dr. B. Udji Djoko R., Sp.T.H.T.K.L (K), M.Kes.

2018 | Tesis-Spesialis | ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER

Latar Belakang: Proses mendengar adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi dengan sesamanya melalui percakapan. Berbagai derajat ketulian bisa menjadi hambatan dalam kehidupan sosialnya. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit yang seringkali menimbulkan masalah yaitu perforasi membran timpani yang menetap sehingga dapat mengganggu komunikasi. Timpanoplasti pada perforasi membran timpani sentral tanpa adanya otorrhea bertujuan untuk eradikasi infeksi dan jaringan patologis, mencegah rekurensi, mencegah komplikasi dan sebagai tambahan adalah mempertahankan atau memperbaiki fungsi pendengaran Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan nilai ambang dengar sebelum dan sesudah timpanoplasti tipe 1 pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis benigna inaktif Metodologi Penelitian: Penelitian ini adalah pre- and post- test design dengan mengambil data rekam medis pasien OMSK benigna inaktif yang telah menjalani pembedahan timpanoplasti tipe 1 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Agustus 2014 sampai Desember 2017 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan tabulasi data serta analisis dengan menggunakan uji T berpasangan Hasil: Penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata untuk hantaran udara sebelum operasi sebesar 36,545±6,235, setelah dilakukan timpanoplasti tipe 1 rata-rata ambang dengar hantaran udara menjadi 31,67±6,922 sehingga penurunan ambang dengar hantaran udara rata-rata adalah 4,875 dengan nilai p sebesar < 0,001 artinya bahwa ada perbedaan signifikan ambang dengar hantaran udara antara sebelum dan sesudah timpanoplasti tipe 1. Nilai rata-rata selisih hantaran udaratulang sebelum operasi sebesar 24,5±7,596, setelah dilakukan timpanoplasti tipe 1 rata-rata selisih hantaran udara-tulang terendah menjadi 19,945±6,395 sehingga terjadi pengurangan selisih hantaran udara-tulang rata-rata adalah 4,555 dengan nilai p sebesar < 0,001 artinya bahwa ada perbedaan signifikan selisih hantaran udara-tulang antara sebelum dan sesudah timpanoplasti tipe 1 Kesimpulan: Terdapat penurunan nilai ambang dengar antara sebelum dan sesudah timpanoplasti tipe 1 pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis benigna inaktif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Background: The hearing process is an act that allows one another to communicate through a conversation. Various degrees of deafness can be an obstacle in social life. Chronic suppurative otitis media (CSOM) is one of the diseases that often cause problems because of the permanent perforation of tympanic membrane that can disrupt communication. Tympanoplasty in central perforation of tympanic membrane in the absence of otorrhea, aims to eradicate infection and pathological tissue, prevents recurrence, prevents complications and to maintain or improve hearing function. Purpose: To differentiate the hearing threshold value level before and after type 1 tympanoplasty in patients with Inactive Benign Chronic Suppurative Otitis Media. Methods: This research was a pre- and post-test design by taking medical records of patients with inactive benign CSOM who had undergone type 1 tympanoplasty surgery at RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta from August 2014 to December 2017 that met the criteria for inclusion and exclusion. Tabulation and analysis of data is done by using paired T test. Result: This study showed the average value of air conduction before surgery that was 36,545 ± 6,235. After undergone type 1 tympanoplasty, the average value of air conduction hearing threshold level became 31.67 ± 6.922 so that the average of air conduction hearing threshold shift was 4.875 with p value equal to <0.001. It means that there was a significant difference of air conduction hearing threshold between before and after type 1 tympanoplasty. The difference of average value of preoperative air-bone conduction was 24.5 ± 7.596 and after undergone type 1 tympanoplasty the average value of air-bone conduction became 19,945 ± 6,395 resulting in the reduction of the average value of air-bone conduction that was 4.555 with p value of <0.001. It means that there was a significant difference in the air-bone conduction between before and after type 1 tympanoplasty. Conclusion: There is a decrease of hearing threshold value level between before and after type 1 tympanoplasty in patients with Inactive Benign Chronic Suppurative Otitis Media in RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Kata Kunci : Otitis media supuratif kronis beningna inaktif, nilai ambang dengar, timpanoplasti tipe 1