Laporkan Masalah

Sistem referensi vertikal di wilayah land subsidence (studi kasus: Kota Semarang)

L M SABRI, Leni Sophia Heliani, ST., M. Sc., D.Sc; Dr. Ir. T. Aris Sunantyo, M.Sc; Ir. Nurrohmat Widjajanti, MT., Ph.D

2018 | Disertasi | DOKTOR TEKNIK GEOMATIKA

Pengukuran ketinggian dalam bidang geodesi dapat mengacu pada datum vertikal berbasis sipat datar dan datum vertikal berbasis geoid. Datum vertikal berbasis sipat datar direalisasikan dalam bentuk titik-titik referensi dengan kerapatan tertentu. Aplikasi datum vertikal berbasis geoid tidak memerlukan sebaran titik referensi yang rapat, karena pengukuran ketinggian GNSS secara presisi dan efisien dapat dilakukan meskipun dengan baseline yang panjang. Salah satu permasalahan dalam realisasi datum vertikal adalah faktor deformasi horizontal dan land subsidence. Land subsidence di Kota Semarang dan kota-kota besar lain di Indonesia mengakibatkan perubahan ketinggian pada datum vertikal berbasis sipat datar. Kendala tersebut dapat diatasi dengan penentuan ketinggian dengan GNSS dan datum vertikal berbasis geoid. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh peta geoid presisi, memperoleh nilai perubahan geoid, dan memperoleh sistem referensi vertikal (SRV) yang presisi di wilayah land subsidence. Geoid sebagai basis datum vertikal diklasifikasi menjadi geoid geometrik dan geoid gravimetrik. Geoid geometrik dimodelkan dari selisih antara ketinggian dari GNSS dan sipat datar, sedangkan geoid gravimetrik diperoleh dari pengolahan data gayaberat primer dan sekunder, Model Geopotensial Global (MGG), dan topografi. Data gayaberat primer kala pertama diukur pada tahun 2014 di 92 lokasi, sedangkan kala kedua diukur pada tahun 2016 di 185 lokasi. Data gayaberat sekunder yang digunakan adalah data anomali gayaberat Free Air di Pulau Jawa. Lintang, bujur, dan ketinggian geodetik titik pengukuran gayaberat primer diukur menggunakan GNSS dengan metode statik singkat. MGG dari EGM2008 dan EGM96 digunakan untuk menghitung undulasi geoid dan gangguan gayaberat global. Data topografi dan batimetri diperoleh dari SRTM90 Plus dan GEBCO_2014 Grid. Geoid gravimetrik divalidasi terhadap undulasi geoid geometrik di 30 titik yang diukur menggunakan sipat datar dan GNSS dengan metode statik. Geoid gravimetrik dihitung dengan pendekatan Hotine dan teknik Remove-Compute-Restore (R-C-R). Stabilitas geoid gravimetrik dianalisis berdasarkan perbandingan geoid gravimetrik pada tahun 2014 dan 2016 yang dihitung pada 54 titik pantau. Sistem referensi vertikal dianalisis berdasarkan presisi sistem tinggi dan presisi datum vertikal. Presisi sistem tinggi dinilai berdasarkan kesalahan penutup jaring sipat datar sistem tinggi ortometrik dan sistem tinggi normal. Presisi datum vertikal berbasis geoid dinilai berdasarkan hasil fitting geoid gravimetrik terhadap geoid geometrik dengan Least Squares Collocation (LSC). Penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan. Kesimpulan pertama adalah pengukuran gayaberat tahun 2016 dapat menghasilkan peta geoid yang presisi. Pengukuran dan perataan jaring gayaberat pada tahun 2014 menghasilkan nilai gayaberat di 78 titik berkisar antara 978045,514 mgal hingga 978119,826 mgal dengan rentang simpangan baku 0,002 mgal hingga 0,030 mgal. Pengukuran dan perataan jaring gayaberat pada tahun 2016 menghasilkan nilai gayaberat di 174 titik yang berkisar antara 977858,020 mgal hingga 978208,127 mgal dengan rentang simpangan baku 0,002 mgal hingga 0,043 mgal. Perhitungan integral Hotine terhadap data gangguan gayaberat tahun 2016 dan EGM2008 n=360 menghasilkan peta geoid gravimetrik dengan simpangan baku 0,038 m. Kesimpulan kedua adalah land subsidence tidak menyebabkan perubahan geoid. Diferensiasi peta geoid gravimetrik tahun 2014 dan 2016 menghasilkan perubahan geoid sebesar -0,001 m dan 0,001 m di luar Kota Semarang dan di sekitar formasi vulkanik Gunung Ungaran. Kesimpulan ketiga adalah SRV yang presisi untuk wilayah land subsidence adalah datum vertikal berbasis geoid dan sistem tinggi normal. Datum vertikal berbasis geoid memiliki simpangan baku 0,031 m. Koefisien kesalahan penutup kring sipat datar dengan koreksi normal, koreksi ortometrik dengan densitas teoritis (2,67) , koreksi ortometrik dengan densitas aktual, dan tanpa koreksi sistem tinggi secara berturut-turut adalah 9,986 mm, 10,337 mm, 10,338 mm, dan 13,303 mm.

Height measurements in the geodetic field may refer to leveling-based vertical datum and geoid-based vertical datum. Leveling-based vertical datum are realized by reference points distributed in certain density throughout the region. The fact that land subsidence in Semarang City and other big cities in Indonesia introduce deformation of many leveling-based bench marks must be considered. The deformation produce inconsistent results and decreases productivity of leveling measurement. This study aims to obtain precise geoid maps, rate of geoid changes, and precise vertical reference systems in the land subsidence area. Geoids are classified into geometric geoid and gravimetric geoid. Geometric geoid is derived from a combination of GNSS and leveling measurements, while gravimetric geoid is computed from terestrial gravity data, Global Geopotential Model (GGM), and topography data. For this research, primary gravity measurements with Gravimeter Scintrex CG-5 in 2014 were conducted in 92 locations, while 2016 was conducted in 186 locations. Geodetic position of gravity points were measured by rapid static method. GGMs from EGM2008 and EGM96 are used to calculate global geoid and gravity disturbances. Topographic reductions were calculated using SRTM90. Various gravimetric geoid maps were validated against geometric geoid. Gravimetric geoid were calculated by the Remove-Compute-Restore (R-C-R) method. The geoid stability in the land subsidence area was analyzed based on comparison of geoids of 2014 and 2016. These geoids were calculated using gravity data at 54 common points. Vertical reference systems were analyzed based on leveling misclosure and statistics of geoid fitting with LSC. This study yield three conclusions. The first conclusion was that gravity measurement in 2016 was sufficient to produce precise geoid map. Standard deviation of geoid based on gravity disturbance data of 2016 and EGM2008 n=360 was 0.038 m. The second conclusion was that geoid changes computed from gravity data of 2014 and 2016 were insignificant. Overlay of geoid map of 2014, geoid map of 2016, and geological map showed that 0.001 m of geoid changes did not occur in areas with alluvium formation. The third conclusion was that precise vertical reference system for the land subsidence area was geoid-based vertical datum and normal height system. Standard deviation of geoid fitting to leveling-based vertical datum was 0.031 m. Coefficient of loop closure error without gravity correction was 13.303 mm. Gravity correction using normal height system, orthometric height system with similar theoretical density (2.67), and orthometric height system with actual density respectively gave error coefficient as of 9.986 mm, 10.337 mm, and 10.338 mm.

Kata Kunci : land subsidence, geoid, vertical reference system, gravity disturbance, Hotine integral, normal height system, geoid-based vertical datum

  1. S3-2018-352701-abstract.pdf  
  2. S3-2018-352701-bibliography.pdf  
  3. S3-2018-352701-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2018-352701-title.pdf