Image-Based Sexual Abuse sebagai Kekerasan Seksual dalam Hukum Pidana Indonesia

CLIANTA DE SANTO, Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LLM., Ph.d

2018 | Skripsi | S1 HUKUM

Image-Based Sexual Abuse (IBSA) adalah sebuah konsep yang dikemukakan oleh Clare McGlynn dan Erika Rackley pada tahun 2017 sebagai respon terhadap maraknya fenomena revenge porn, yakni penyebaran foto atau video yang mengandung konten seksual tanpa persetujuan. Konsep ini mencakup bentuk-bentuk Technology Facilitated Sexual Violence (TFSV), yakni revenge porn, hack, upskirting, voyeurism, perekaman atau pengambilan gambar adegan perkosaan dan atau pelecehan seksual, dan pornographic photoshopping sekaligus melihatnya sebagai bentuk kekerasan seksual. Sebelumnya, kejahatan semacam itu masuk ke dalam ranah breach of privacy atau invasion of privacy. Sedangkan di Indonesia, IBSA dilihat sebagai kejahatan kesusilaan, menitikberatkan pada konsep moralitas, tercakup dalam UU ITE dan UU Pornografi. Penelitian ini menjelaskan bagaimana IBSA diidentifikasi sebagai kekerasan seksual dengan menelaah konsep dan melakukan penelitian komparatif mengenai IBSA di berbagai negara dalam lingkup global. Hal ini dilakukan untuk memberikan sebuah gambaran bagaimana Indonesia seharusnya melihat IBSA sebagai kekerasan seksual. Penelitian dilakukan dengan metode normatif, dengan hasil penelitian Pertama negara-negara yang mengidentifikasi IBSA masih sebagai breach of privacy atau invasion of privacy berargumen bahwa IBSA tidak memenuhi elemen kekerasan seksual. Meskipun demikian McGlynn dan Rackley telah berhasil menjelaskan bahwa IBSA merupakan continuum dari kekerasan seksual. Negara-negara yang telah melihat IBSA sebagai kekerasan seksual antara lain negara bagian Australia (Victoria), Israel, dan negara bagian Amerika (Illinois). Kedua memandang IBSA dengan kacamata moralitas tidak berpihak kepada korban, sehingga Indonesia perlu untuk mempertimbangkan IBSA sebagai kekerasan seksual dalam hukum pidananya. Hal tersebut dapat ditempuh dengan memperbaharui UU Pornografi, atau mereformulasi definisi pelecehan seksual dalam RUU KS.

Image-Based Sexual Abuse (IBSA) is a concept brought by Clare McGlynn and Erika Rackley in 2017 as a response to the proliferation of revenge porn phenomenon, defined as a distribution without consent, photo(s) or video(s) containing sexual materials. This concept delineates several acts of Technology Facilitated Sexual Violence (TFSV) such as revenge porn, hack, upskirting, voyeurism, recording rapes or other forms of sexual assault, and pornographic photoshopping, and at the same time situating them as a form of sexual violence. Before IBSA, the acts have always been categorized as breach of privacy or invasion of privacy. Whilst in Indonesia, we identified IBSA as a violation of decency, weighed on the discussion of morality, regulated in Electronic Information and Transaction Law and Pornographic Law. The research explained how IBSA is identified as sexual violence by reviewing the concept and doing comparative research in several countries globally. The goal is to give a portrayal of how Indonesia should identified IBSA as sexual violence, and not anymore categorize it as a violation of decency. The research used normative method, resulted in two conclusion: First, countries identifying IBSA as breach of privacy or invasion of privacy argue that IBSA doesn�¢ï¿½ï¿½t meet the element of sexual violence. Nevertheless, McGlynn and Rackley had successfully explained that IBSA is a continuum of sexual violence. Whereas countries that already identified it as sexual violence consist of Australia (Victoria), Israel, and a state in United States (Illinois). Second, perceiving IBSA from the perspective of morality didn�¢ï¿½ï¿½t favor the victim�¢ï¿½ï¿½s rights, thus Indonesia should consider IBSA as sexual violence in its criminal law. To achieve that, Indonesia could consider to reform its Pornographic Law, or reformulating sexual harassment definition in its Elimination of Sexual Violence Bill.

Kata Kunci : Revenge porn, image-based sexual abuse, kekerasan seksual