Laporkan Masalah

KAJIAN FORWARD POSITION INDONESIA PADA PETA NKRI 2017 TERKAIT DELIMITASI BATAS MARITIM ZEE (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) ANTARA INDONESIA DAN PALAU

HELIK SUSILO, Maritime boundary delimitation, Exclusive Economic Zone (EEZ), Indonesia, Palau, geospatial, LOSC 1982.

2018 | Tesis | MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA

Salah satu segmen batas maritim Indonesia yang belum disepakati adalah batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Palau. Pada tahun 2008, secara unilateral, Palau telah mengklaim dengan mendelimitasi batas maritimnya yang berupa ZEE dan direalisasikan dalam Peta Extended Fishery Zone (EFZ). Disisi lain pada tanggal 15 Juli 2017, Indonesia secara resmi mengeluarkan peta terbarunya yaitu Peta NKRI 2017. Salah satu perubahan pada Peta NKRI 2017 dibanding sebelumnya adalah forward position klaim batas ZEE Indonesia terhadap Palau. Perubahan tersebut dapat diamati dengan bergesernya garis batas ZEE ke arah utara sehingga Karang Tobi dan Pulau Helen milik Palau masuk Ke dalam ruang ZEE Indonesia, namun kedua fitur geospasial tersebut tetap diberi ruang Laut Teritorial sejauh 12 mil laut dari garis pantainya. Klaim batas ZEE Indonesia dan Palau menimbulkan konsekuensi tumpang tindih yang berpotensi menjadi sengketa kedua negara. Peta dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta laut no. 357, 358 dan 363 yang diterbitkan oleh PUSDISHIDROS-TNI AL. Perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan data batas ZEE adalah perangkat lunak kusus untuk delimitasi batas maritim yaitu Caris LOTS. Penelitian dilakukan dengan menganalisis aspek legal dan aspek geospasial forward position batas ZEE Indonesia terhadap Palau pada peta NKRI 2017 dan membuat opsi delimitasi batas ZEE berdasarkan prinsip LOSC 1982 dan yurisprudensi Mahkamah Internasional terkait. Metode yang dipakai untuk membuat opsi delimitasi batas ZEE antara Indonesia dengan Palau adalah metode yang dipakai Mahkamah Internasional untuk penyelesaian sengketa batas maritim yaitu Pendekatan Tiga Tahap (Three Stage Approach). Indonesia merubah klaim forward position batas ZEE terhadap Palau pada Peta NKRI 2017 berdasarkan argumentasi hukum dari keputusan PCA tahun 2016 atas penyelesaian sengketa gugatan Filipina terhadap Tiongkok. Isi keputusan yang menjadi legal standing Indonesia untuk merubah klaim batas ZEE terhadap Palau adalah terkait pulau kecil dan karang yang tidak menunjang kehidupan atau habitat manusia atau kehidupan ekonomi secara mandiri tidak berhak untuk mengklaim ruang laut lebih dari 12 mil laut. Konstruksi teknis yang dibangun dalam klaim batas ZEE Indonesia terhadap Palau meliputi 3 tahapan yaitu klaim maksimal 200 mil laut dari garis pangkal Indonesia, half enclave pada pulau Merir, dan full enclave pada Pulau Tobi dan Karang Helen. Pembuatan opsi delimitasi batas ZEE antara Indonesia dengan Palau dengan mengubah konfigurasi garis pangkal Palau yang tidak sesuai dengan prinsip garis pangkal pada LOSC 1982. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menghasilkan dua opsi delimitasi batas ZEE antara Indonesia dengan Palau.

One of the segment of Indonesia’s maritime boundaries has yet to be settled is the Exclusive Economic Zone (EEZ) with Palau. In 2008 Palau extended its claim by proposing EEZ boundaries with Indonesia. In one hand On 115 July 2017, Indonesia officially released its national new map (Peta NKRI 2017). One of the changes in the new map is Indonesia’s proposal regarding maritime boundaries with Palau. The change is significant compared to that on the passed map, so that the proposed EEZ boundaries extend further north so that Tobi Reef and Helen Island of Palau’s are located within Indonesia’s EEZ. The two geospatial features are only given 12 nautical miles of territorial sea measure from its coastline. Indonesia and Palau EEZ claim has caused significant overlapping areas between the two. The base maps used in this research were the nautical charts number 357, 358, and 363 published by PUSHIDROS-TNI AL. The software used to process the data was the special software for maritime boundary delimitation, Caris LOTS. The research was done by analysing the legal and geospatial aspects of Indonesia's forward position regarding the maritime boundary delimitation towards Palau based on Indonesia’s 2017 national map. In addition, this research was also done by making EEZ delimitation options based on the principles of LOSC 1982 and the relevant jurisprudence of International Court. Both geospatial and legal aspects were taken into consideration. The method used to make the options was the one used by the International Court for the settlement of maritime boundary disputes which was the Three Stage Approach. Indonesia's decision to change its proposal of maritime boundaries with Palau is mainly based on Permanent Court Arbitration (PCA)'s decision on the Philippines' lawsuit against China on 12 July 2016. One of the points of the decisions is regarding interpretation on features that fall within the category of small islands and rocks that cannot be entitled to more than 12 nautical miles of territorial sea. The technical construction which was built on the EEZ boundary claim of Indonesia towards Palau included 3 stages. They were a maximum claim of 200 nautical miles from Indonesia's baseline, a half-enclave on Merir Island, and a full enclave on Tobi Island and Helen reef. The making of EEZ boundary delimitation options between Indonesia and Palau were created by changing the configuration of the Palau's baseline which did not fit the principle of baseline on LOSC 1982. This research resulted two options of EEZ boundary delimitation between Indonesia and Palau.

Kata Kunci : Delimitasi Batas Maritim, Zona Ekonomi Eksklusi (ZEE), Indonesia, Palau, Geospasial, LOSC 1982.

  1. S2-2018-404655-abstract.pdf  
  2. S2-2018-404655-bibliography.pdf  
  3. S2-2018-404655-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2018-404655-title.pdf