KONSTRUKSI BIMA DAN EKALAYA DALAM NOVEL PULANG KARYA LEILA S. CHUDORI: KAJIAN POSTMEMORY

JALU NORVA ILLA P, Prof. Dr. Faruk, S.U.

2018 | Tesis | MAGISTER SASTRA

Tragedi 65 di Indonesia memunculkan sejarah kelam bagi Indonesia. Tragedi 65 membuktikan bahwa sejarah dapat dibentuk dalam sudut pandang tertentu. Tragedi ini memunculkan banyak spekulasi terkait sejarah Indonesia, banyak fakta yang tertutupi bahkan sengaja ditutupi. Wacana besar ini selanjutnya menjadi ide besar dalam penulisan novel Pulang karya Leila S. Chudori. Leila adalah generasi kedua, yang tidak mengalami Tragedi 65. Ia menuliskan hal tersebut sebagai sebuah fiksi untuk mencoba menawarkan sisi Tragedi 65 yang lain. Leila membawa dua tokoh yang berbeda generasi untuk menyikapi tragedi 65 bahwa terdapat definisi korban �yang lain� yang berbeda dengan definisi yang diberikan oleh pemerintah Orba. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan transmisi postmemory dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori yang selanjutnya akan memicu sebuah konstruksi. Selanjutnya, tujuan penelitian ini juga akan mencari proses kepenulisan Leila yang terkait dengan wacana yang ingin dibentuk oleh Leila sebagai penulis. Penelitian ini menggunakan konsep teori postmemory dari Marianne Hirsch. Teori ini akan melihat bentuk transmisi yang diwariskan oleh generasi pertama kepada generasi kedua karena sebuah trauma tertentu dan cara transmisi itu akan membentuk konstruksi tertentu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif historis, perbandingan, dan sebab akibat. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam novel Pulang terdapat transmisi familial dari tokoh Dimas sebagai generasi pertama kepada Lintang sebagai generasi kedua dan transmisi afiliatif Lintang melalui informasi dari orang-orang terdekat, museum, dan beberapa narasumbernya. Selanjutnya transmisi itu membentuk simbolisasi dua tokoh pewayangan yaitu Bima dan Ekalaya. Kedua transmisi ini selanjutnya akan membentuk tokoh Lintang untuk memilih kedua hal tersebut dan berakhir memilih untuk menjadi keduanya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Leila menuliskan novel ini atas dasar wacana korban sehingga dia memunculkan tokoh eksil dan beberapa tokoh yang dianggap korban dalam tragedi 65. Leila ingin mendefinisikan bahwa korban yang ia maksud bukan atas dasar benar atau salah melainkan atas dasar hak asasi manusia. Melalui novel ini Leila ingin melanjutkan sebuah wacana truth and reconciliation yang selanjutnya akan merujuk pada wacana forgiving but not forgetting. Leila ingin mengajak pembaca untuk bersama memaafkan Tragedi 65 dan terus berjuang untuk Indonesia, tetapi tidak untuk melupakan kejadian tersebut.

The tragedy of 65 in Indonesia creates a dark history for Indonesia. The Tragedy of 65 proves that history can be made in specific point of views. This tragedy unveils many speculations related to Indonesian history that a lot of facts have been burried accidentally or intentionally. This big discourse then becomes the big idea in writing novel Pulang by Leila S. Chudori. Leila is the second generation that is not part of 65 tragedy. She writes this tragedy as a fiction that tries to offer the other sides of 65. Leila brings two different characters to uncover the tragedy of 65 that there is definition of �other� victims that is different from the definition given by the Orba government. This research is to unveil the postmemory transmission in the Leila S. Chudori�s novel entitled Pulang that later will create a construction. Then, the objective of this research will find the discourse that form and formed by Leila as a writer. This research uses the concept of postmemory theory of Marianne Hirsch. This theory will look at the form of transmission that is descended by the first generation to the second generation because of the particular trauma and how that transmission will form the specific construction. The research method that is used in this reasearch is the historical descriptive, comparative and cause and effect. The result of this research shows that in novel Pulang there is the familial transmission from Dimas as the first generation Lintang as the second generation and Lintang�s afiliatif transmission through the information from the close people, museum, and some interviewees. Later that transmission forms the simbolization of the Wayang characters, Bima and Ekalaya. These two transmissions then will make Lintang to choose both of them and ends up choosing to be them. This research also shows that Leila writing this novel based on the victim discourse thus she creates the exil characters and some characters that is seen as the victims of 65 tragedy. Leila wants to define that victims meant by her are not based on the the right or wrong but based on the human rights. Through this novel Leila wants to continue a truth and reconciliation discourse and the latter will refers to the forgiving but not forgetting discourse. Leila wants to invite the readers to forgive the tragedy of 65 and strive for Indonesia, but not to forget the tragedy.

Kata Kunci : postmemory, transmisi, konstruksi, trauma, truth and reconciliation, dan forgiving but not forgetting / postmemory, transmission, construction, trauma, truth and reconciliation, and forgiving but not forgetting