Urban Farming sebagai Gerakan Sosial Baru Kelas Menengah: Studi Kasus di Surabaya
FIKRI DISYACITTA, Nur Azizah, S.I.P., M.Sc.
2018 | Tesis | MAGISTER POLITIK DAN PEMERINTAHANTesis ini bertujuan untuk menelaah kaitan antara urban farming yang dilakukan oleh komunitas kelas menengah perkotaan di Surabaya dengan kajian gerakan sosial baru. Argumen penelitian yang dibangun oleh peneliti adalah bahwa bahwa mengkonsolidasikan diri dan berjejaring dalam gerakan sosial baru urban farming merupakan cara masyarakat kelas menengah perkotaan merespon kondisi ruang dan kebijakan pemerintah kota. Riset ini juga menunjukkan bahwa idealitas gagasan gerakan sosial baru, dalam isu urban farming, dimana ada konsistensi beraktivitas demi motif post-material, adalah sesuatu yang langka, bila bukan utopis. Gerakan-gerakan urban farming berbasis kelas menengah bertumbuh di tengah situasi yang kontradiktif. Satu sisi, minat Pemerintah Kota Surabaya terhadap wacana pertanian kota untuk ketahanan pangan, tengah meningkat. Tetapi di sisi lain, kebijakan tata ruang kota kian memersempit luasan lahan produktif. Kehadiran gerakan urban farming dalam konteks semacam itu kemudian menimbulkan polemik. Sebagian riset menyatakan, kelas menengah yang bergabung bersama gerakan urban farming tidak lebih dari perkumpulan hobi kaum elit yang tidak memberikan kontribusi apapun bagi kemajuan ketahanan pangan kota. Sedangkan pendapat lain menyebutkan, gerakan urban farming berpotensi mampu menjadi alternatif pendidikan bagi masyarakat akan pentingnya ketahanan pangan di tengah keterbatasan ruang kota dengan motif post-material sebagai penggeraknya. Dilatarbelakangi oleh fenomena serta perdebatan ini, peneliti memunculkan dua rumusan masalah penelitian. Pertama, mengapa kelas menengah Surabaya tertarik dengan ide gerakan urban farming? Kedua, bagaimana pembentukan jejaring dan dinamika yang terjadi dalam gerakan urban farming berbasis kelas menengah di Surabaya? Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus sebagai pendekatan. Studi kasus lebih memungkinkan penelitian secara mendalam terhadap kasus gerakan urban farming dalam konteks waktu dan lokasi yang khas. Sebagai data primer, informan penelitian ini meliputi pejabat instansi Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya sebagai representasi pemerintah, gerakan urban farming seperti BaFI, KHS, dan KSB sebagai subjek penelitian utama, dan Kebun Sayur Surabaya sebagai aktor swasta yang turut bersinggungan dengan dinamika urban farming. Data sekunder seperti dokumentasi tertulis atau materi video bermanfaat untuk melengkapi celah informasi yang luput didapatkan pada saat proses wawancara mendalam dan observasi partisipan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni – November 2017. Perspektif kultur kelas dan teori jaringan gerakan sosial menjadi instrumen teoritik yang digunakan untuk menganalisis kasus. Temuan menunjukkan bila motif gerakan-gerakan urban farming memang berangkat dari post-materialisme, yakni kehendak untuk eksis sebagai bagian dari agen perubahan sosial dengan mensosialisasikan nilai tentang pentingnya ketahanan pangan subsisten dan tren gaya hidup hijau. Sebagai upaya memobilisasi sumber daya agar ide gerakan mendapatkan dukungan luas, berjejaring menjadi strategi yang penting untuk dilakukan. Pendekatan langsung ke birokrasi pemerintah dalam rangka memengaruhi pejabat berwenang untuk mendukung tujuan gerakan tidaklah mudah. Terdapat 3 variasi gerakan dalam menjalin jaringan, khususnya ketika hendak mengakses pemerintah, yakni: a. pembentukan jaringan gerakan dengan organisasi politik, b. jaringan kolektif dalam konteks spasial Surabaya, dan c. aktivasi jaringan privat melalui ikatan alumni perguruan tinggi dan pesantren. Kepentingan aktor yang berbeda-beda baik di internal maupun eksternal gerakan merupakan dinamika yang harus dihadapi oleh gerakan. Dinamika sekaligus sarana menguji konsistensi motif post-material yang diperjuangkan gerakan. Seperti terlihat, problem pengelolaan dana dan jaringan politik yang tidak lagi berfungsi dapat mengubah orientasi BaFI menjadi material. Adapun KHS adalah contoh gerakan sosial baru yang mampu konsisten mempertahankan motif post-material. Sedangkan KSB sebagai gerakan baru berada di tengah dilema antara memperluas basis gerakan atau menguatkan kohesivitas internal di tengah munculnya tuntutan bersifat material agar gerakan memberikan insentif bagi anggota.
This research focuses on understanding the motives of middle class-based new social movements in urban Surabaya in order to socialize urban farming issue and how they creates networking to access useful resources to improve the movements activities. The main argument of this article is, by consolidating and creating networking through urban farming activity, a medium for middle class urban to respond Surabaya City Goverment policy and spatial condition is created. This research also shows that the ideals of new social movement in urban farming, where there is a consistency of activity for post-material motives, are still uncommon, if not utopian. This movement grows in contradictive condition. On the one side, the City Goverment of Surabaya has increasingly high for food security issue. But in the other side, the City spatial policy does not support this issue and tend to decrease the amount of productive lands. The exisistence of urban farming mobement in this context, creates inevitably problems. Several researchs argue that social movement in urban farming is nommore than a group of middle class elite whom do not give contribution for national food security. But the others also stated that this movement can be an alternative education for society, especially for the importance of food security in the midst of decereased land in urban area, with post-material values as its triggered factor. Based on this discourse, the researchers formualting two research question . First, why the middle class on Surabaya are intersted with urban farming idea? Second, how does the establishment of networking and the dynamic process inside middle class based urban farming movement in Surabaya? This research uses qualitative methods with case study as its approach. Case studie offers suitable in depth reseach in urban farming social movement in certain place and periods. As primary data, the person who give certain information this research includes the officers in certain Board such as Department of Agriculture and Food Security in City of Surabaya as goverment representatives, urban varming movements such as BaFI, KHS and KSB as the main research subject., and Kebun Sayur Surabaya as private actors whom interwined with urban farming dynamic. Secondary data are includes written documents or video recording to complete information gap whom cannot be found in indepth-interview and participant observation. This research has ben conducted since June-November 2017. Class-cultural perspective and social movement networking become te theoritical instrument for analysis. The research findings indicate that the motive of urban farming movements departs from post-materialism, the will to exist as part of the agent of social change by socializing the importance value of subsistence food security and green lifestyle trends. In an effort to mobilize resources so that the idea of movement gets broad support, networking becomes an important strategy. A direct approach to the government bureaucracy in order to influence the authorities to support the objectives of the movement is not easy. There are three variations of movement in networking, especially to create easy access the government, namely: a. the formation of movement networks with political organizations, b. collective networks within the spatial context of Surabaya City, and c. activation of private networks through college alumni ties and pesantren. The interests of different actors in both internal and external movements are the dynamics that the movement must deal with internally. This dynamics aris necessary, as well as a medium to measure the consistency of post-material motives that the movement fights for. As can be seen, the problem of fund management and political networks that are no longer functioned, can change the orientation of BaFI into more material orientation. The KHS is an example of a new social movement whom capable to stay consistent maintaining post-material motives. While the KSB is seen as a new movement is in the midst of a dilemma between broadening the base of the movement or strengthening internal cohesiveness in the midst of the emergence of material demands to provide suitable incentives for members.
Kata Kunci : Kelas menengah, urban farming, gerakan sosial baru, kultur kelas, jaringan gerakan, post-material, material