SINDROM BARTTER
CAROLINA KURNIAWAN, Prof. dr. Madarina Julia, MPH, Ph. D, Sp. A(K) .; dr. Agung Triono, Sp. A(K)
2018 | Tesis-Spesialis | ILMU KESEHATAN ANAKLatar belakang: Sindrom Bartter termasuk dalam kelompok tubulopati yang diturunkan secara autosomal resesif, ditandai dengan penurunan transpor natrium dan kalium pada distal nefron. Sindrom Bartter tidak dapat disembuhkan. Morbiditas dan mortalitas sindrom Bartter cukup signifikan jika tidak tertangani dengan baik. Kasus: Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun dirujuk ke poliklinik anak dengan keluhan kaku pada anggota gerak bagian bawah sejak 5 tahun yang lalu. Pasien sadar penuh; tanda vital termasuk tekanan darah daliam batas normal. Antropometri menunjukkan anak sangat kurus, sangat pendek, d an gizi kurang. Kedua tungkai berbentuk atau genu valgus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipokalemia, hipofosfatemia, dan hipermagnesia. Analisis gas darah, kadar elektrolit dalam urine tampung 24 jam dan laju filtrasi glomerolus dalam batas normal. Nefrokalsinosis tidak didapatkan pada pemeriksaan ultrasonografi. Usia tulang setara dengan aak usia 11 tahun (usia kronologis 15 tahun) , dengan fraying pada metafisis os ulnae dan radius. Audiometri menunjukkan anak mengalami tuli sensori-neural berat bilateral. Anak didiagnosis sebagai sindrom Bartter, dengan genu valgus bilateral, severely underweight, severely stunted and wasted, dan bilateral profound sensori-neural hearing loss. Terapi selama 21 bulan dengan indometasin, lisinopril, spironolakton, suplementasi kalium dan vitamin D memperbaiki kondisi anak secara klinis maupun parameter laboratoris. Pasien direncanakan tetap kontrol rutin ke poliklinik anak dan melanjutkan terapi medikamentosa yang diberikan. Kesimpulan: Sindrom Bartter membutuhkan tatalaksana jangka panjang dan komprehensif untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Diagnosis dini dan tatalaksana yang tepat akan memeperbaiki prognosis pasien dengan sindrom Bartter.
Background: Bartter syndrome belongs to a small group of hereditary autosomal recessive tubulopathies, characterized by a decrease in NaCl transport in renal distal nephron. It is incurable and unremitting. Untreated Bartter syndrome leads to significant morbidity and mortality. Case: A deaf 15-year-old male was referred to our hospital with complaint of stiffness on lower extremities since 5 years before admission. On arrival, patient was fully alert and had normal vital signs, including blood pressure. He was severely stunted, severely underweight and wasted. Genu valgus could be seen on both of the legs. Laboratory findings were hypokalemia, hypophosphatemia, and hypermagnesia. Blood gas analysis, electrolyte level in 24-hours urine collection, and glomerular filtration rate were normal. There was no nephrocalcinosis detected in lower abdomen ultrasonography. Bone age was appropriate to 11th years old boy (his chronological age was 15 years old), with fraying on metaphysis of ulnae and radius. Final diagnosis of Bartter syndrome with bilateral genu valgus, bilateral profound sensorineural hearing loss, severely underweight, severely stunted and wasted. Treatment with indometachin, lisinopril, spironolactone, potassium chloride, and vitamin D supplementation improved his condition in our 21 months observation. He was planned to have routine follow up in pediatric outpatient clinic and continue the medication given. Conclusion: Bartter syndrome needs long-life and comprehensive management in order to achieve optimal quality of life. Prognosis is better with earlier diagnosis and proper treatment.
Kata Kunci : Bartter syndrome, Pediatric, Sindrom Bartter, Kesehatan anak