Laporkan Masalah

INTERVENSI POLITISI TERHADAP BIROKRASI Studi tentang Pengaruh Politisi terhadap Kebijakan Promosi dan Depromosi Birokrat di Kota Surabaya dan Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur dalam Era Otonomi Daerah

Sjahrazad Masdar, Prof. Dr. Miftah Thoha, MPA.; Dr. Pratikno, M. Soc.Sc.

2007 | Disertasi | S3 Ilmu Politik

Intervensi politisi dalam kebijakan promosi dan depromosi birokrat merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dilakukan. Sebenarnya kemunculan fenomena ini dapat dilacak dari perdebatan teoritik mulai dari perdebatan tentang netralitas birokrasi hingga ke perdebatan yang lebih khusus terkait dengan pola-pola rekrutmen birokrat. Perdebatan klasik tentang netralitas birokrasi yang pada tataran teoritik yang setidaknya telah menciptakan dua kutub mazab besar weberian dan marxian, ternyata masih sangat relevan untuk memotret dinamika kontemporer di tingkat lokal. Kuatnya intervensi politisi dalam proses promosi dan depromosi pejabat publik mungkin telah menjadi sebuah rahasia umum. Namun bisa dikatakan kajian akademik yang mengelaborasi persoalan ini masih sangat minim. Kajian-kajian yang ada sebagian besar masih terbatas memaparkan relasi umum yang terbangun antara politisi dengan birokrasi, belum ada yang secara khusus berfokus pada dinamika intervensi politisi yang terjadi dalam proses promosi dan depromosi pejabat struktural. Sebagai sebuah kajian akademik yang dimaksudkan untuk mengisi ruang kosong tersebut, disertasi ini berusaha memaparkan dinamika intervensi yang mewarnai proses promosi dan depromosi pejabat struktural di daerah. Dari penelitian yang dilakukan di dua daerah yang berkarakter hampir bertolak belakang, Kota Surabaya yang modern dan Kabupaten Situbondo yang masih relatif tradisional, fenomena intervensi politik ternyata sama-sama mewarnai proses promosi dan depromosi sekretaris daerah di wilayah tersebut. Perbedaan setting sosial, ekonomi, dan politik ternyata tetap memunculkan sebuah fenomena yang hampir seragam, intervensi dalam proses promosi dan depromosi sekretaris daerah. Keberadaan struktur dan prosedur formal yang seharusnya dijadikan sebagai sistem promosi dan depromosi pejabat struktural, ternyata pada tataran empirik kerap di by pass oleh kepentingankepentingan politis dari aktor-aktor yang berkuasa. Lembaga seperti Baperjakat yang seharusnya menjadi sebuah lembaga penentu kebijakan promosi dan depromosi pejabat struktural tidak mampu menjalankan fungsi-fungsi dasarnya sebab lembaga ini “kalah saing” saat berhadapan dengan aktor-aktor politik baik aktor intra parlementer seperti yang terjadi di Kota Surabaya maupun aktor ekstra parlementer seperti kasus Kabupaten Situbondo. Dampak intervensi politisi terhadap promosi dan depromosi pejabat struktural secara khusus, maupun pada tubuh birokrasi secara umum menyebabkan sulitnya merit system sebagai mekanisme kinerja birokrasi terlaksana. Keputusan-keputusan yang seharusnya diambil melalui pertimbangan objektif tidak jarang berbelok menjadi keputusan yang dimaksudkan untuk mengakomodir kepentingan tertentu. Kondisi seperti ini tentu memunculkan sebuah pertanyaan besar, apakah intervensi politisi terhadap birokrasi selalu bersifat negatif? Sebelum pertanyaan ini terjawab, perlu disadari sebuah fakta adanya ruang interaksi formal yang saling beririsisan antara birokrasi dengan politisi. Sehinggga setinggi apapun netralitas diharapkan muncul dari tubuh birokrasi, pengaruh-pengaruh politis—atau dalam bahasa yang lebih netral relasi-relasi politis—tidak mungkin dapat dihindarkan. Birokrasi tetap membutuhkan dukungan politisi untuk menjalankan kebijakankebijakan publik yang telah ditetapkan. Pada sisi lain, politisi juga membutuhkan dukungan birokrasi yang pada tataran riil berifungsi sebagai eksekutor atau pelaksana kebijakan publik. Uraian singkat ini menggambarkan bahwa bagaimanapun ruang interaksi yang terbangun antara birokrasi dan politisi mengharuskan adanya saling dukung atau hubungan yang saling menguntungkan antara keduanya, dalam artian saling mendukung sesuai dengan koridor tugas dan fungsi masingmasing. Sehingga pola relasi yang akan terbentuk adalah relasi yang saling memperkuat yang akhirnya bermuara pada terakomodasinya kepentingan-kepentingan publik secara lebih baik.

-

Kata Kunci : Intervensi politisi; depromosi birokrat; merit system; mekanisme kinerja birokrasi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.