Laporkan Masalah

Akses Kesehatan Orang Kuntet: Studi kasus di Desa Sigedang, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah

YAUMA AYU ARISTA, Dr. Atik Triratnawati, M.A.

2018 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Stunting atau biasa disebut orang kuntet merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa balita di Indonesia yang dikatakan stunting sebanyak 37,2%. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi stunting tahun 2013 mengalami peningkatan dari hasil Riskesdas 2010, yaitu sebesar 35,6% (Atmarita, 2010). Prevalensi kasus stunting di Jawa tengah berdasarkan Riskesdas 2010 yaitu sebanyak 33,9% dan mengalami peningkatan di tahun 2013 yaitu 37%. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh akses kesehatan untuk penyandang stunting di Indonesia yang belum terjangkau hingga di kawasan pelosok. Salah satu daerah di Jawa Tengah yang masih memiliki potensi stunting yang tinggi adalah Kabupaten Wonosobo Penelitian ini menggunakan kajian kesehatan dalam antropologi, mencoba mendeskripsikan bagaimana orang stunting dan komunitasnya mencari akses kesehatan dan perilaku dalam mencari pola hidup sehat (health seeking behaviour). Menggunakan metode observasi partisipatoris dan wawancara mendalam. Lokasi yang dipilih adalah di Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 2 bulan, tepatnya pada bulan Agustus-September 2017. Hasil penelitian mengungkap bahwa stigma masyarakat Sigedang tentang penyandang stunting disebabkan oleh faktor keturunan, oleh karena itu menurut masyarakat hal tersebut sudah merupakan hal yang wajar. Akses kesehatan untuk penyandang stunting juga sangat terbatas, belum ada upaya baik dari pemerintah desa maupun pemerinah kecamatan untuk progam pencegahan angka stunting yang meningkat di desa Sigedang. Penyandang stunting harus menempuh jarak yang sangat jauh hingga lintas kota maupun kabupaten untuk mendapatkan fasilitas yang memenuhi standart. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan akses kesehatan yang terpadu di Desa Sigedang khususnya bagi penyandang stunting. Perilaku untuk mencari pola hidup sehat (health seeking behaviour) masih dipengaruhi oleh nenek moyang, dimana tenaga medis tradisional masih mengambil peran penting dalam pola ini. Meskipun begitu, kesadaran orang stunting dan komunitasnya terhadap tenaga medis kesehatan sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

Stunting, or more commonly known as kuntet, is a growing issue that is found in developing countries, including Indonesia. Based on the Riskesdas (basic health research) data from 2013, there are as much as 37.2% stunted toddlers in Indonesia. The data shows that the prevalence of stunting in 2013 is an increase from previous findings by Riskesdas in 2010, which amounted to 35.6% (Atmarita, 2010). In addition, the prevalence of stunting case in Central Java based on the same research in 2010 was 33.9%, and experienced an increase in 2013 to 37%. This issue is mainly affected by the still limited access for the stunted in Indonesia. One area in Central Java which still has a high stunting potential is Wonosobo Regency. This study implements health studies in anthropology to describe how people with stunting and their communities seek access to health and the behavior in their search for a healthier way of life. Participatory observation method with in-depth interviews was used in this study. The location selected for this study is Sigedang Village, Kejajar District, Wonosobo Regency, Central Java. This research was conducted for approximately 2 months in August-September 2017. The results revealed that the stigma surrounding stunting in Sigedang society is that the it is caused by heredity, therefore according to the society the abnormality is natural. Access to health care for people with stunting is also very limited. There are no efforts that has been made by either the village government nor the sub-district government for an increased prevention program for the stunting rate in Sigedang village. People with stunting must travel very far to the city or across the regency just to reach standard facilities. Therefore, an increase of integrated health access in Sigedang village is needed especially for people with stunting. Health seeking behavior of the locals is still influenced by their ancestors, where traditional medical personnel still play an important role. Nevertheless, the awareness of people suffering from stunting and their community towards medical personnel has seen an improvement from last year.

Kata Kunci : stunting, komunitas, akses kesehatan, health seeking behaviour / stunting, community, health access, health seeking behavior

  1. S1-2018-363626-TABLEOFCONTENT.pdf  
  2. S1-2018-363626-TITLE.pdf  
  3. SI-2018-363626-ABSTRACT.pdf  
  4. SI-2018-363626-BIBLIOGRAPHY.pdf