PRAKTEK SHADOW STATE DALAM KEBIJAKAN PUBLIK DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN LOKAL STUDI KASUS REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN UTARA KRATON YOGYAKARTA
RISTIYAN WIDIASWATI, Prof. Dr. Muhadjir Darwin, M.P.A ; Hakimul Ikhwan, M.A.,Ph.D.
2018 | Tesis | S2 STUDI KEBIJAKANStudi ini mendiskusikan praktek shadow state dalam kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan lokal yang dilakukan melalui studi kasus atas Kebijakan Revitalisasi Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta. Praktek shadow state diidentifikasi melalui hubungan dialektis antara struktur dan agen dalam kebijakan tersebut. Corak desentralisasi dan otonomi daerah di Yogyakarta cukup khas, di bawah bayang-bayang rezim aristokrasi yang semakin menguat pasca UU No. 13 Tahun 2013 tentang Keisimewaan DIY. Kekuatan milisi sipil maupun ormas di wilayah kantong hijau seperti Kauman yang berwatak simbolis, instrumentalis dan ideologis turut terlibat pusaran kekuasaan shadow state dan justru memapankan oligarki di Yogyakarta. Hal tesebut ditunjukkan melalui penguasaan sumberdaya ekonomi yang diwujudkan dalam politik pembagian ruang berbasis ideologi Islamis (hijau) dan Nasionalis (merah) misalnya dalam bisnis perparkiran, dan lainnya. Konteks diatas menghasilkan pola shadow state di Yogyakarta tergolong istimewa atau khas, yang lahir dari status Yogyakarta sebagai daerah istimewa. Shadow state merupakan jaringan informal yang mapan karena kekuasaanya tertanam dalam negara formal (Sultan merupakan Raja yang berkuasa atas kekuasaan tradisional Jawa yang berpusat di Kraton Yogyakarta, juga menjabat sebagai Gubernur DIY yang mengendalikan kekuasaan formal) - ditopang oleh afiliasi institusi negara dan non-negara yang melibatkan aristokrat, birokrasi, milisi sipil, preman, pebisnis, aparat penegak hukum (kepolisian) dan milter yang bekerja dalam sistem transaksi politik dan ekonomi seperti hubungan patron client, oligarki dan pola kekerabatan dengan berbagai pertaruhan modal simbolik baik ideologi, kultural, ekonomi, politik maupun sosial yang mempertemukan antara modal, kuasa dan massa - cara kerjanya mensubtitusi kewenangan negara dengan menuntut pemberian legitimasi yang sah dari negara dalam dominasinya pada kebijakan publik yang dibelokkan untuk memenuhi kepentingan kelompoknya secara politis dan ekonomi. Forum Komunikasi Kawasan Alun-alun Utara (FKKAU) merupakan lembaga formal berbentuk koperasi yang menyelenggarakan pelayanan publik di kawasan Alun-alun Utara seperti bisnis transportasi wisata, perparkiran, jasa keamanan dan perdagangan. FKKAU merepresentasikan persekongkolan aktor-aktor non-negara yang membentuk shadow state. Shadow state ini melakukan pembajakan terhadap negara (Pemerintah Propinsi DIY dan Pemerintah Kota Yogyakarta) melalui komitmen anggaran yang dialokasikan untuk para aktornya seperti pembiayaan program, pelelangan, hibah dan kewenangan dalam mengatur ruang publik. Implikasinya, negara kehilangan legitimasi dan kinerja pemerintahan akan sulit mencapai good governace yang berprinsip pada akuntabilitas, partisipasi dan transparansi.
This study discusses shadow state practice in public policy and local governance done by case study upon Revitalization Policy of Alun-Alun Utara Kraton Yogyakarta (northern square of Yogyakarta palace). Shadow state practice is identified through dialectical relationship between structure and agent in this policy. Patterns of decentralization and regional autonomy in Yogyakarta is quite distinctive, under the shadows of aristocracy regime that strengthened after Law No. 13 Year 2013 about DIY Privileges. The power of civil militias and mass organizations in green pocket area such as Kauman with symbolic, instrumentalist, and ideologist characters is also involved in shadow state swirling ascendant and precisely established the oligarchy in Yogyakarta. This is shown through economic resources authorization that is manifested in space division politics with Islamic ideology (green) and Nationalist-based (red) for instance in parking business and others. The above context produces shadow state pattern in Yogyakarta considered as special or distinctive, born from the status of Yogyakarta as a special region. Shadow state is an established informal network because its power is embedded in a formal state (Sultan is the ruling King of Javanese traditional ascendancy centered in Kraton Yogyakarta, also serving as the Governor of DIY controlling formal authority) sustained by state and non-state institution affiliation involving aristocrats, bureaucracies, civil militias, thugs, businessmen, law enforcement apparatus (police) and military working in political and economic transaction system as relationship of client patron, oligarchy and kinship patterns with various betting symbolic capitals either ideology, cultural, economic, politics or social combining capital, rule and mass it works by substituting state authority by demanding legal legitimation from the state in its dominance of public policy diverted to meet the benefits of its group politically and economically. Alun-Alun Utara Communication Forum (FKKAU) is a formal institution in the form of co-operation that arranges public services in Alun-Alun Utara such as business of tourism transportation, parking, security services and trade. FKKAU represents the conspiracy of non-state actors forming shadow state. This shadow state hijacks the state (DIY Provincial Government and Yogyakarta City Government) through the budget commitment allocated to the actors such as program funding, auctions, grants and authority in managing public space. The implications are the state loses its legitimacy and government performance will be hard to achieve good governance principled in accountability, participation and transparency.
Kata Kunci : shadow state, struktur, agen, kebijakan publik, local governance/shadow state, structure, agent, public policy, local governance