PENGARUH BLOTONG DAN ABU KETEL TERHADAP SERAPAN HARA NPK DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI ULTISOL TULANG BAWANG
HERI SOEGIANTO, Prof. Dr. Ir. Azwar Maas, M.Sc.; Dr. Makruf Nurudin, S.P., M.P.
2017 | Tesis | S2 Ilmu TanahProduksi gula nasional dapat ditingkatkan dengan cara memperluas areal perkebunan tebu (ekstensifikasi). Akan tetapi ketersediaan lahan datar semakin menyempit akibat persaingan dengan komoditas lain dan alih fungsi lahan untuk pemukiman dan industri. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi tebu di Kabupaten Tulang Bawang adalah dengan memanfaatkan lahan kering. Ultisol merupakan jenis tanah utama pada lahan kering yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya tebu. Kendala yang dimiliki oleh jenis tanah ini yaitu masam, rentan erosi, rendahnya kejenuhan basa (kurang dari 35% pada standar pH 8,2), rendahnya kadar mineral lapuk (miskin secara kimia), tingginya kejenuhan Al-dd, rendahnya KTK (kurang dari 24 me/100 gram tanah), dan rendahnya kandungan NPK tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh abu ketel dan blotong terhadap ketersediaan NPK dalam tanah serta serapan hara NPK oleh tebu sehingga diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan tebu yang maksimal di tanah ultisol Tulang Bawang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2016 - Maret 2017 di Lahan Perkebunan PT Sweet Indolampung, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dua faktor. Faktor pertama adalah dosis abu ketel yang terdiri dari empat taraf, yaitu: tanpa abu ketel (A0), 10 ton/ha abu ketel kering (A1), 20 ton/ha abu ketel kering (A2), dan 40 ton/ha abu ketel kering (A3). Faktor kedua adalah dosis blotong yang terdiri dari empat taraf, yaitu: tanpa blotong (B0), 20 ton/ha blotong kering (B1), 40 ton/ha blotong kering (B2), dan 80 ton/ha blotong kering (B3). Total terdapat 16 kombinasi perlakuan dengan 3 blok sebagai ulangan. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji F taraf 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel pengamatan. Uji DMR taraf 5% untuk membandingkan rerata antar kombinasi perlakuan pada data normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai serapan N tertinggi terdapat pada tebu umur 2 BST (27,84 kg/ha) dan nilai serapan K tertinggi tedapat pada tebu umur 8 BST (117,67 kg/ha). Perlakuan penambahan abu ketel 40 ton/ha mampu menghasilkan nilai serapan P tertinggi pada tebu umur 2 BST (11,59 kg/ha). Perlakuan penambahan abu ketel dan blotong tidak mempengaruhi secara nyata tinggi tanaman, jumlah anakan, dan diameter batang tanaman tebu.
National sugar production can be improved by enhancing sugarcane plantation areas (extensification). However, the availability of flat land is narrowed due to competition with other commodities and land conversion for residential and industrial use. Efforts that can be made to increase sugar cane production in Tulang Bawang Regency is by utilizing the dry land. Ultisol is a type of main soil in a dry land which can be used for sugarcane cultivation. The problems of this soil type are acidic, susceptible to erosion, low alkaline density (less than 35% at standard pH of 8.2), low weathering mineral level (chemically poor), high Al-dd density, low ion exchange capacity (less than 24 me/100 grams of soil), low availability of NPK in the soil. The objective of this research was to determine the effects of bagasse ash and filter cake to availabilities of NPK in the soil and NPK uptakes by sugarcane, so that they were expected to be able to improve maximum sugarcane growth in ultisol soil in Tulang Bawang. This research was conducted from July 2016 to March 2017 in PT Sweet Indolampung plantation field, Tulang Bawang, Lampung. This research used completely randomized design with two factors. The first factor was the bagasse ash doses in four levels: without bagasse ash (A0), 10 ton/ha of dry bagasse ash (A1), 20 ton/ha of dry bagasse ash (A2), and 40 ton/ha of dry bagasse ash (A3). The second factor was the filter cake doses in four levels: without filter cake (B0), 20 ton/ha of dry filter cake (B1), 40 ton/ha of dry filter cake (B2), and 80 ton/ha of dry filter cake (B3). There were a total of 16 combinations of treatment with 3 blocks as repetitions. Data were analyzed by using F-test with 5% significance. When analysis result showed significant differences between treatments, it was then followed by DMR test with 5% significance level for normal data. The results showed that the highest N uptake was at sugarcane aged 2 MAP (27.84 kg/ha) and the highest K uptake was at sugarcane aged 8 MAP (117.67 kg/ha). The treatment of 40 tons/ha bagasse ash was able to produce the highest P uptake value at sugar cane age 2 MAP (11.59 kg/ha). The treatment of bagasse ash and filter cake did not significantly influence plant height, number of saplings, and stem diameter of sugarcane.
Kata Kunci : Tebu, Blotong, Abu ketel, Ultisol, Hara NPK