STRATEGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BERBASIS KEARIFAN LOKAL NYEGARA-GUNUNG PADA DAS AYA DI DESA BUNUTAN KABUPATEN KARANGASEM-BALI
PUTU YOGI DARMENDRA, Prof.Dr. rer.nat. Muh Aris Marfai, S.Si., MsSi. ; Prof.Dr. Hartono, DEA., DESS.
2018 | Tesis | S2 GeografiNyegara-Gunung merupakan keseimbangan natural spiritual yang berorientasi kepada gunung dan lautan, luan-teben (hulu-hilir), sekala-niskala, Bhuana agung-Bhuana Alit (makrokosmos dan mikrokosmos) berdasar konsep Rwa Bineda, sebagaimana disebutkan bahwa Nyegara-Gunung merupakan konsep tata ruang dalam budaya Bali (PHDI, 2002). Penelitian ini bertujuan: (1) mengkaji pemahaman masyarakat Desa Bunutan tentang Nyegara Gunung dan pengaruhnya terhadap pengelolaan DAS Aya, (2) mengkaji kesesuaian lahan dalam kawasan pengelolaan DAS, (3) mengkaji peranan awig-awig dalam menjaga kelestarian DAS Aya, (4) menyusun strategi pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang berlandaskan tradisi Nyegara Gunung berdasarkan faktor masyarakat, lingkungan, dan aturan tradisional / awig-awig. Metode pengambilan data penelitian adalah metode survei lapangan. Penelitian dilakukan di DAS Aya, Desa Bunutan Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Data yang digunakan adalah data primer yaitu citra satelit, Peta Rupabumi Indonesia, kuisioner, serta studi literatur. Jumlah responden yang diambil berjumlah 81 orang untuk tujuan 1 dan 3, dengan populasi KK DAS Aya dan diambil secara random. Tujuan 4 menggunakan narasumber dari perangkat desa, akademisi, dan dunia usaha. Pengukuran indikator persepsi dan pemahaman masyarakat DAS Aya terhadap konsep Nyegara-gunung dan awig-awig menggunakan skala likerts. Pengukuran kesesuaian lahan dilakukan dengan metode sistem informasi geografis. Analisis faktor-faktor tersebut terhadap strategi pengelolaan DAS berbasis kearifan lokal dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat mengenai konsep Nyegara-gunung sebagai sebuah konsep tata ruang masih kurang, dengan hanya 4,9% memiliki pemahaman yang tinggi dan 50,6% rendah. Masyarakat DAS Aya Desa Bunutan menganggap awig-awig masif efektif dijalankan dalam kehidupan di desa tersebut, dengan persentase 82,7% menganggap awig-awig masih sangat diperlukan dan efektif dalam mengatur kehidupan sosial di Desa Bunutan. Di Desa Bunutan masih terdapat Penggunaan Lahan yang tidak sesuai dengan pemanfaatan pengelolaan DAS, dimana terdapat penggunaan lahan seperti bangunan, sawah, dan perkebunan pada kawasan lindung. Hal ini disebabkan tradisi dan budaya yang lebih memilih pemukiman dekat dengan Pura. Hasil analisis dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa strategi pengelolaan DAS berbasis kearifan lokal lebih ditujukan pada pelestarian sumber daya air dengan nilai bobot prioritas 0,433, dan penguatan awig-awig sebesar 0,388, kemudian pada peningkatan pemahaman tentang konsep Nyegara-gunung sebagai konsep keruangan dengan 0,240
Nyegara-Gunung is a natural-spiritual balance that is oriented to mountains and oceans, luan-teben (upstream-downstream), sekala-niskala, Bhuana agung-Bhuana Alit (macrocosm and microcosm) based on the concept of Rwa Bineda, as mentioned that Nyegara-Gunung is a spatial concept in Balinese culture (PHDI, 2002). This study aims: (1) to study the understanding of Bunutan Village community about Nyegara Gunung and its influence on Aya watershed management, (2) assessing the suitability of landuse within the watershed management area, (3) to examine the role of awig-awig in preserving Aya Watershed, (4) to formulate the strategy of Watershed Management based on Nyegara Gunung tradition based on community, environment, and traditional rules/awig-awig. Method of gathering research data is field survey. The study was conducted in Aya Watershed, Bunutan Village, Abang District, Karangasem Regency, Bali Province. The data used are primary data i.e satellite image, Indonesian Topographic Map, questionnaire, and literature study. The number of respondents taken is 81 people, that is Bunutan Village community which is in Aya Watershed for aims number 1 and 2. Aim 2 use interviewees from village government, academician, and business actors. Measurement of indicators of perception and understanding of Aya Watershed society against Nyegara-gunung concept and awig-awig using likerts scale. Measurement of land suitability is done by geographic information system method. Analysis of these factors on the local-based wisdom management strategy is done by Analytical Hierarchy Process (AHP) The result of the research shows that people's understanding of Nyegara-gunung concept as a spatial concept is still lacking, with only 4.9% having high comprehension and 50.6% low. The community of Aya Watershed in Desa Bunutan considers the awig-awig massively effective in the village's life, with 82.7% percentage considering that awig-awig is still indispensable and effective in regulating social life in Bunutan Village. In Bunutan Village there is still landuse that is not in accordance with the utilization of watershed management, where there are landuses such as buildings, fields, and plantations in protected areas. This is due to the traditions and cultures that prefer settlements close to the temple. The results of analysis with Analytical Hierarchy Process (AHP) indicate that local-based watershed management strategy is more aimed at conserving water resources with a priority weight value of 0.433, and awig-awig awareness of 0.388, then on increasing understanding of Nyegara-gunung concept as spatial concept with 0.240
Kata Kunci : Nyegara-gunung, kearifan lokal, pengelolaan DAS, Analytical Hierarchy Process