"(BUKAN)HUTAN DESA MANJAU". Studi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) dan REDD+ di Dusun Manjau, Kalimantan Barat

AURA CUBANIMITA, Dr. Pujo Semedi H.Y., M.A

2018 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGI

Studi ini mengangkat persoalan pembatasan akses masyarakat terhadap hutan yang terjadi justru pasca penetapan sebagai hutan desa. Hutan desa adalah salah satu bentuk Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dinilai dapat menjadi jalan tengah atas persoalan pelibatan masyarakat. Selama ini hutan Indonesia dikelola melalui dua acara, yaitu berbentuk konsesi dan konservasi yang minim melibatkan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjabarkan pengaruh hutan desa di Dusun Manjau, Kalimantan Barat. Tesis ini menggunakan konsep enclosure yang digagas Karl Marx (1867). Enclosure of commons yang berarti pemagaran lahan yang diusahakan bersama untuk tujuan memenuhi permintaan pasar. Penelitian ini dilakukan di Dusun Manjau Kalimantan Barat. Di Dusun Manjau, enclosure justru dilakukan oleh elite desa dari ancaman penyerobotan perkebunan sawit atas tanah adat dan tanah garapan. Jalan yang ditempuh kemudian adalah enclave yang legalisasinya dipasrahkan pada program negara, yaitu hutan desa. Pada perkembangannya Hutan Desa Manjau dijadikan lokasi Reducing Emission from forest Degradation and Deforestation (REDD+). Hutan desa dianggap cukup signifikan untuk menyerap emisi karbon. Iming-iming keuntungan finansial ditawarkan oleh LSM sebagai kompensasi atas perubahan cara pengelolaan hutan yang dianggap tidak berkelanjutan oleh mekanisme donor. Sehingga saya sampai pada kesimpulan bahwa hutan desa Manjau akhirnya bukan milik masyarakat. Saya menggunakan metode penelitian etnografi berupa observasi-pertisipasi pada masyarakat dan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) serta melakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan.

This study raises the problem of limiting public access to forests that occur precisely after the establishment of village forest. Village forest is one form of Community Based Forest Management (CBFM) which is considered to be a middle ground over the issue of community involvement. So far, Indonesia's forests are managed through two events, which are in the form of concessions and conservation that minimize community involvement. The purpose of this research is to describe the influence of village forest in Dusun Manjau, West Kalimantan. This thesis uses the concept of enclosure initiated by Karl Marx (1867). Enclosure of commons, which means felling of land cultivated together for the purpose of meeting market demand. This research was conducted in Dusun Manjau West Kalimantan. In Dusun Manjau, the enclosure is done by the village elite from the threat of invasions of oil palm plantations on customary land and cultivated land. The road that followed then was the enclave whose legalization was passed to the state program, namely the village forest. In its development, Manjau Village Forest is used as the location of Reducing Emissions from forest Degradation and Deforestation (REDD +). Village forests are considered significant enough to absorb carbon emissions. The lure of the financial benefits offered by NGOs as compensation for changes in how forest management is deemed unsustainable by donor mechanisms. Hence, I came to the conclusion that the forest of Manjau village finally did not belong to the community. I used ethnographic research methods in the form of community observations and Village Forest Management Institutions (LPHD) and conducted in-depth interviews with several informants.

Kata Kunci : hutan desa, PHBM, adat, elite desa, enclosure, REDD+