Laporkan Masalah

LARANGAN DALAM UNGKAPAN TRADISIONAL BAHASA KABOLA DI KABUPATEN ALOR PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: KAJIAN LINGUSTIK KEBUDAYAAN

THOMAS JOHN TANGLAA, Dr. Suhandano., M.A.

2018 | Tesis | S2 Ilmu Linguistik

Ungkapan Na Palolo yang digunakan oleh masyarakat suku Kabola di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur merupakan fenomena kebahasaan (linguistik) yang menarik untuk dikaji. Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini dilakukan dalam rangka mendeskripsikan bentuk dan unsur pembentuk ungkapan larangan, serta makna budaya yang tersembunyi di balik ungkapan larangan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dan menggunakan data primer yang langsung didapatkan dari sumber data yaitu informan kunci dan masyarakat suku Kabola di Desa Lawahing, Kecamatan Kabola. Data dikumpulkan dengan metode introspeksi dan metode cakap dengan teknik pancingan. Data dianalisis dengan metode padan dan metode agih kemudian hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, bentuk kebahasaan ungkapan larangan bahasa Kabola adalah berupa ujaran atau tuturan lisan. Selanjutnya, berdasarkan unsur pembentuknya, ungkapan larangan bahasa Kabola diklasifikasikan ke dalam empat jenis, yaitu larangan tunggal, larangan berunsur akibat, larangan berunsur syarat, dan larangan berunsur syarat dan akibat. Dalam pemakaiannya, ungkapan larangan bahasa Kabola bermodus imperatif dan deklaratif. Modus imperatif ungkapan larangan bahasa Kabola ditandai dengan penggunaan pemarkah larangan berupa oleh kata imperatif ei jangan, sedangkan modus deklaratif ditandai dengan penggunaan pemarkah larangan berupa kata ingkar atau negasi dang tidak. Secara umum, makna dan nilai yang tersirat dalam berbagai ungkapan larangan bahasa Kabola menyatakan pesan-pesan moral, pendidikan, pengetahuan, kearifan, dan sejenisnya. Pesan-pesan tersebut merupakan nilai yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk membangun kehidupan bersama yang harmonis. Ungkapan-ungkapan larangan tersebut juga memiliki berbagai peran dalam kehidupan masyarakat suku Kabola yaitu 1) sebagai penebal emosi kepercayaan atau keyakinan religi, 2) sebagai alat pendidikan keluarga dan masyarakat, 3) sebagai alat kontrol dan pengawas agar masyarakat selalu mematuhi norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat, dan 4) sebagai bentuk penjelasan terhadap terhadap fenomena atau gejala alam yang sukar dimengerti.

The expression of prohibition used by the Kabola community in Alor Regency, East Nusa Tenggara is an interesting linguistic phenomenon to be studied. This research is conducted in order to analyze and describe the form and constituent elements of the expression of prohibition, as well as the cultural meaning hidden behind the expression of the prohibition. This research is descriptive qualitative and using primary data directly obtained from data source that is key informant and society of kabola tribe in Lawahing Village, District of Kabola. Data were collected by introspection method with inducement technique. The data were analyzed by the method of padan and agih then the result was presented by formal and informal method. Based on the research results obtained, the linguistic form of expression kabadaan kabola language is a sentence. Furthermore, on the basis of its constituent elements, Kabola language prohibition expressions are classified into four types, namely taboo in one-part structure 2) taboo in two-part structure, and 3) taboo of three-part structure. In its use, the expression of Kabola language abuses is imperative and declarative. The imperative mode of kabola language prohibition is marked by the use of prohibited markers by the imperative word ei 'do not', while the declarative mode is characterized by the use of abstinence markers in the form of idiom or negation and no. In general, the meaning and value implicit in various expressions of Kabola language express moral messages, education, knowledge, wisdom, and the like. They are values that can be used as a foundation for building a harmonious common life. The prohibitions also have various functions that are 1) as a thickening of the emotions of beliefs or religious beliefs, 2) as a tool of family and community education, 3) as a tool of control and supervision so that people always obey the norms and rules that apply in society, and 4 ) as a form of explanation of the phenomenon or natural phenomenon that is difficult to understand.

Kata Kunci : ungkapan, larangan, linguistik kebudayaan, bentuk, dan makna semiotik.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.