Laporkan Masalah

Presentasi Diri Tunarungu di Instagram (Analisis Semiotika Terhadap Profil Instagram Annisa Rahmania '@annisa_rahmania' dan Panji Surya Sahetapy '@suryaputs')

MIA AINUN NURJANAH, Lidwina Mutia Sadasri, S.I.P., M.A.

2018 | Skripsi | S1 ILMU KOMUNIKASI

Hadirnya berbagai media sosial sebagai sarana yang dapat mewakili persona seseorang secara online menghadirkan cara baru bagi khalayak untuk mempresentasikan diri. Hal ini secara tidak langsung juga memberi akses bagi individu dan kelompok minoritas untuk berpartisipasi dalam dunia digital. Tunarungu adalah kelompok minoritas linguistik yang kuat pada sisi visual, sejalan dengan hal itu karakteristik Instagram yang fokus pada pembagian hal-hal yang sifatnya visual, seperti foto atau video dinilai mempermudah mereka dalam mempresentasikan dirinya. Annisa Rahmania dan Panji Surya Sahetapy merupakan sosok tunarungu yang memiliki popularitas tinggi di kelompoknya. Pengalaman yang keduanya miliki— salah satunya sebagai pegiat isu-isu disabilitas—juga dinilai lebih luas dari yang lain. Hal tersebut bisa dilihat salah satunya melalui profil Instagram mereka. Pemilihan momen melalui gambar yang dibagikan, secara tidak langsung memperlihatkan bagaimana mereka mempresentasikan dirinya. Namun, peran mereka sebagai pegiat isu-isu disabilitas, membuat apa yang Nia dan Surya presentasikan tentunya tidak sebatas gambaran diri. Penelitian ini membongkar tanda-tanda dalam foto pengguna tunarungu melalui analisis semiotika Roland Barthes dan mengaitkannya dengan strategi presentasi diri Jones & Pittman (1982). Hasil analisis menunjukkan bahwa meski gambaran diri yang dibangun Nia dan Surya berbeda, kesan yang terbentuk nyatanya memiliki kemiripan. Bahwa sosok tunarungu nyatanya jauh dari stigma tentang ketidakmampuan dan ketidakberdayaan yang selama ini melekat pada sosok penyandang disabilitas. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa presentasi diri yang dimediasi olehInstagram, memungkinkan tunarugu untuk berekspresi sebebas- bebasnya, dan bahkan mengonstruksi identitas diri mereka sendiri sebagai bentuk counter terhadap identitas mereka yang dimarjinalkan oleh masyarakat maupun media massa mainstream.

Social media has become a new way to represent somebody's persona. This also means, social media indirectly gives access to individuals and minority groups to participate in the digital world. Deaf is a linguistic minority group with strong visual side. On the other hand, Instagram has characteristics that focus on the division of things that are visual, such as photos or videos which are considered easier for them to present themselves. Annisa Rahmania and Panji Surya Sahetapy are deaf person with high popularity in deaf community. They are experienced as activists of disability issues. However, it can be seen on their Instagram profile. The selection proccess of moments to be shared, indirectly shows how they present themselves. But, their roles as activists has made Nia and Surya's posts unlike any other personas. This study uncovers the visual signs in deaf user photos through Roland Barthes' semiotics analysis and links them to Jones & Pittman's (1982) self- presentation strategy. As the result, although Nia and Surya builds different self- image, the created impression actually has similarities. It shows that the deaf is actually far from the stigma of incapability and helplessness, which have beem attached to people with disabilities. It also shows that self-presentation mediated by Instagram, allows the deaf to express freely, and even constructs their own identity as a counter to their marginalized identity by society and mainstream media.

Kata Kunci : foto, Instagram, tunarungu, presentasi diri online


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.