Laporkan Masalah

WAYANG TINGKLUNG: APRESIASI ESTETIK DAN REALITAS SOSIO-EKONOMI

INDRADI YOGATAMA, Dr. G.R. Lono L. Simatupang, M.A.

2018 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGI

Wayang Tingklung merupakan salah satu jenis pergelaran wayang yang berada di kawasan Kotagede dan sebagian besar Bantul, Yogyakarta. Perbedaan yang mencolok antara Wayang Tingklung dengan pergelaran wayang lainnya terletak pada peran sang dalang yang tidak hanya sebagai penutur cerita, namun juga sebagai peniru suara gamelan melalui mulutnya. Sejauh ini, belum terdapat penelitian ataupun tulisan yang mengkaji Wayang Tingklung secara komprehensif. Oleh karenanya, penelitian ini pun akan mencari tahu informasi-informasi yang paling fundamental, seperti bagaimana asal-usul, perkembangan dan juga persebarannya. Suatu keniscayaan pula, bahwa dalam mengkaji suatu karya seni, bentuk dan karakteristik, serta nilai estetik yang terkandung di dalamnya penting untuk diketahui. Melihat Wayang Tingklung dalam konteks lingkungan sosialnya juga akan menjadi perhatian utama dalam penelitian ini. Untuk mendeskripsikan fenomena Wayang Tingklung, serta menganalisis secara kontekstual mengenai apresiasi estetik dan juga realitas sosio-ekonominya, metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Metode ini dimaksudkan untuk memaparkan serta menggambarkan data secara jelas dan detail, yang kemudian dapat digunakan untuk menganalisis fenomena Wayang Tingklung sebagai tekstual, namun juga secara kontekstual. Berbagai macam data dalam penelitian ini didapat melalui studi pustaka, pengamatan, dan juga wawancara. Demi melancarkan jalannya penelitian ini, tidak dikesampingkan pula mengenai teori yang digunakan sebagai pisau bedah dalam melihat fenomena Wayang Tingklung. Perspektif teoritis yang digunakan berfokus mengenai keberadaan seni yang tak lepas dari konteks sosio-kulturalnya. Selain itu, teori nilai estetik seni juga digunakan sebagai pedoman hal-hal apa saja yang menjadikan suatu karya seni dapat diapresiasi sebagai karya yang estetis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asal-usul Wayang Tingklung memiliki berbagai macam cerita. Lebih lanjut, diketahui pula bahwa Wayang Tingklung belum memenuhi syarat untuk disebut sebagai karya seni yang sudah mentradisi. Keberadaan Wayang Tingklung sejauh ini juga ditopang dari masyarakat yang mengapresiasinya. Dalam mengapresiasi Wayang Tingklung ini, masyarakat memiliki pertimbangan yang tak lepas dari nilai estetik yang terkandung dalam Wayang Tingklung tersebut. Di samping itu, selain mempertimbangkan nilai estetik, pertimbangan ekonomi juga dapat menentukan hadirnya Wayang Tingklung ke tengah-tengah masyarakat. Dari pertimbangan-pertimbangan itulah Wayang Tingklung dapat menjadi pilihan bagi masyarakat yang ingin menanggapnya.

Wayang Tingklung is one kind of wayang performance in Kotagede and most of Bantul, Yogyakarta. The striking difference between Wayang Tingklung and other wayang performances lies in the role of the puppeteer who is not only a story teller, but also as an imitator of the gamelan sound through his mouth. So far, there is no research or writing that examines Wayang Tingklung comprehensively. Therefore, this research will also find out the most fundamental information, such as how the origin, development and also its distribution. A necessity also, that in reviewing a work of art, the form and characteristics, and the aesthetic value contained in it is important to know. Viewing Wayang Tingklung in the context of its social environment will also be a major concern in this research. To describe Wayang Tingklung phenomenon, as well as to analyze contextually about esthetic appreciation and also its socio-economic reality, the research method used is analytical descriptive. This method is intended to describe and describe the data clearly and detail, which can then be used to analyze Tingklung Wayang phenomena as textual, but also contextually. Various data in this research is obtained through literature study, observation, and also interview. In order to smooth the course of this research, it is not ruled out as to the theory used as a scalpel in viewing the Wayang Tingklung phenomenon. The theoretical perspectives used focus on the existence of art that can not be separated from the socio-cultural context. In addition, the aesthetic value theory of art is also used as a guide to what matters make a work of art can be appreciated as aesthetic work. The results of this study indicate that the origin of âWayang Tingklung has various stories. Furthermore, it is also known that Wayang Tingklung not yet qualified to be referred to as artwork that has become tradition. The existence of Wayang Tingklung so far is also supported by the people who appreciate it. In appreciating this Wayang Tingklung, people have considerations that can not be separated from the aesthetic value contained in the Wayang Tingklung. Furthermore, in addition to considering the aesthetic value, economic considerations can also determine the presence of Wayang Tingklung into the middle of society. From these considerations Wayang Tingklung can be an option for people who want to respond.

Kata Kunci : Wayang, Wayang Tingklung, Apresiasi Estetik, Faktor Sosial-Ekonomi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.