STUDI TINGKAT MATURASI, FERTILISASI DAN PEMBELAHAN OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO), SILANGAN SIMMENTAL-PO DAN LIMOUSIN-PO SECARA IN VITRO

PARERA, HERMILINDA , Agung Budiyanto

2013 | Tesis |

Salah satu program crossbreeding di Indonesia dengan sistem inseminasi buatan (IB) menggunakan betina lokal Peranakan Ongole (PO) disilangkan dengan semen Simmental dan Limousin, menghasilkan keturunan sapi Simmental Peranakan Ongole (SimPO) dan Limousin Peranakan Ongole (LimPO) yang memiliki keunggulan berat lahir besar dan pertumbuhan yang cepat. Sapi SimPO dan LimPO fenotip 2 (F2) diduga mengalami penurunan performan reproduksi sehingga tingkat kebuntingan menjadi rendah. Keberhasilan kebuntingan dapat terjadi apabila oosit dapat terfertilisasi dan berhasil mencapai fase pembelahan embrio. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan oosit sapi SimPO dan LimPO dalam proses maturasi, fertilisasi dan pembelahan embrio secara in vitro. Oosit sapi dari ovarium yang berasal dari Rumah Potong Hewan, di kelompokkan menjadi kelompok PO (kontrol), SimPO dan LimPO. Ovarium diaspirasi dan dikoleksi untuk menemukan oosit. Oosit kualitas A dan B yang digunakan dalam penelitian ini. Oosit dimaturasi dalam media maturasi in vitro drop 100μl, dan ditutup dengan minyak mineral selanjutnya diinkubasi pada suhu 38.5°C, CO2 5% selama 24 jam. Tingkat maturasi ditentukan dengan pewarnaan aceto orcein 1% untuk melihat status maturasi oosit berdasarkan perubahan konfigurasi kromosom dan membran nukleus yaitu Germinal vesicle (GV), Germinal vesicle breakdown (GVBD), Metafase I (MI), Anafase I(AI), Telofase I (TI) dan Metafase II (MII). Oosit difertilisasi menggunakan semen beku sapi Simmental dengan konsentrasi 5 x 106 sel/ml pada media Brackett oliphant (BO). Tingkat fertilisasi oosit dengan melihat terbentuknya polimorfonuklear (PMN) 10 jam setelah inseminasi mengunakan pewarnaan Aceto orcein 1% pada oosit yang di fertilisasi. Oosit yang sudah terfertilisas di kultur pada media In vitro culture (IVC), diinkubasi pada suhu 38.5°C, CO2 5%, kelembaban udara 95%. Tingkat pembelahan embrio dievaluasi setelah 72 jam inkubasi dalam media Tissue culture media 199. Data hasil penelitian ditransformasi menggunakan arcsin dan dianalisis dengan analysis of varian one way dan dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil Fisher. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat maturasi oosit yang mencapai tahap metafase II pada sapi PO lebih tinggi dari SimPO dan LimPO (P<0,05), pada tingkat fertilisasi oosit dan pembelahan embrio tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara sapi PO, SimPO dan LimPO. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sapi SimPO dan LimPO mempunyai tingkat maturasi oosit lebih rendah dari sapi PO. Tingkat fertilisasi oosit dan pembelahan embrio tidak mengalami perbedaan yang signifikan antara masing-masing kelompok.

Crossbreeding program by artificial insemination in Indonesian have use from Simmental and Limousin to local cows of Ongole Grade. Offspring from this crossbred called SimPO and LimPO which has advantages such as a large birth weight and rapid growth. The disadvantages of SimPO and LimPO cows are decreased of reproduction performance of Fenotipe 2 (F2) such as pregnancy rate being lower. Pregnancy stage will occur when oocyte had fertilized and had reached to embryos cleavage stage.The aims of this research were to determined in vitro rate of maturation, fertilization and cleavage embryos SimPO and LimPO oocytes. Ovaries were collected from local abbotoir grouped into PO (control), SimPO and LimPO. Cumulus-oocyte complexes were aspirated from ovaries with a 5ml syringe fitted with an 18 gauge needle. Cumulus-oocyte complexes quality A and B were used for this research. Cumulus-oocyte complexes were cultured in in vitro maturation medium droplets 100μl and covered by mineral oil at a 38.5°C, with 5% CO2 and 95% humidity for 24 hours. In vitro maturation rate determined by staining with 1% aceto orcein to define stage of oocyte after maturation by changes in chromosome configuration and the nuclear membrane stage, sucs as Germinal vesicle (GV), Germinal vesicle breakdown (GVBD), Metaphase I (MI), Anaphase I (AI), telophase I (IT) and Metaphase II (MII). Oocytes were fertilized using frozen semen of Simmental with concentration 5 x 106 cells / ml. In vitro fertilization rate to observed polymorphonuclear (PMN) formation 10 hours after insemination using 1% aceto orcein staining to fertilized oocytes. Fertilized oocytes were washed were transferred into culture and incubated at 38,5 ° C, with 5% CO2 and 95% humidity. Embryo cleavage rate were evaluated after 72 hours of incubation in tissue culture media 199. Research data were transformed to arcsin and analyzed by ANOVA one-way and followed by Fisher’s protected Least Significant Difference test. These results indicate that oocytes in vitro maturation rate reaching metaphase II (MII) in PO was significantly higher than Simpo and Limpo (P <0,05). In vitro fertilization rate of oocytes and cleavage embryos did not any significant differences between groups. Based on these results it could be concluded that SimPO and LimPO oocytes has in vitro maturation rate lower than PO. In vitro fertilization rate and embryo cleavage was not different between each group.

Kata Kunci : tingkat maturasi in vitro, tingkat fertilisasi in vitro, tingkat pembelahan embrio in vitro, SimPO dan LimPO.