Kajian - Kasus Kontrol Kejadian Antraks Di Kabupaten Sumbawa

SUMANTRI, Agus, Widya Asmara

2010 | Tesis |

Antraks masih menjadi permasalahan di Kabupaten Sumbawa. Kerugian ekonomi berupa matinya ternak dan korban nyawa terjadi pada 7 (tujuh) tahun terakhir (2002 – 2009). Penelitian terhadap kasus Antraks di Kabupaten Sumbawa ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kejadian tersebut. Sebanyak 67 kasus Antraks dan 67 kontrol ( masing-masing 31 ekor sapi, 25 ekor kerbau, 3 ekor kuda dan 8 ekor kambing) diambil sebagai sampel. Sampel didasarkan pada kasus kejadian Antraks di Kabupaten Sumbawa periode tahun 2002 sampai tahun 2009. Gambaran peternak dan ternak di Kabupaten Sumbawa adalah pendidikan pemilik ternak yang rendah 38,8%; jumlah kepemilikan ternak rata-rata 13 ±2,53, (95,52%); ternak tidak divaksinasi dengan alasan ternaknya sehat (56,3%); faktor manajemen yaitu tempat ternak sehari-hari berada di sawah (59,7%); tindakan terhadap ternak sakit dibiarkan mati bangkai 49,7%; proses pemotongan tidak terdeteksi petugas Dinas Peternakan 71,9%; peredaran daging di pasar (40,6%), pada saat ternak sakit tidak lapor petugas Dinas Peternakan 89,6%, dengan alasan tidak mengerti jika harus dilaporkan (40%); faktor lingkungan yaitu lokasi mati ternak di sawah (32,8%), lokasi mati ternak di tanah datar ( 77,6%), lokasi mati dekat sungai (77,6%), musim saat kejadian Antraks yaitu penghujan (83,6%), kejadiannya pada pertengahan musim hujan (76,8%), tanah sekitar desa merupakan persawahan (61,2%), perlakuan bangkai dibiarkan dimakan anjing 31,4%, lokasi mengubur/membakar bangkai diluar pemukiman 54,2%, pH tanah rata-rata 6,9 ± 0,1, temperatur 19,7°C – 35,5°C, kelembaban 21,8 – 99,0%, Curah hujan rata-rata 4,28 ± 0,37, kecepatan angin rata-rata 5,71 ± 0,05 knots, arah angin rata-rata 194,63 ± 11,123 dan elevasi tempat kejadian Antraks rata-rata 59,87 ± 11,05 m dpl. Faktor-faktor yang berasosiasi terhadap kejadian Antraks di Kabupaten Sumbawa adalah ternak tidak divaksinasi (OR=157,33), keberadaan kokar/sungai musiman (OR= 25,1), tempat minum ternak campur dengan ternak tetangga (OR=20,83), tempat ternak seharihari di tanah datar (OR=19,04), keberadaan anjing liar (OR= 12,07), sistem pemeliharaan ternak bebas berkeliaran (OR=6,78), ternak bebas mencari makan (OR=6,78), tempat makan ternak campur dengan ternak tetangga (OR= 5,82), penggembalaan ternak campur dengan ternak tetangga (OR= 5,82), dan letak desa didataran rendah (OR= 4,02). Secara umum pola penyebaran Antraks di Kabupaten Sumbawa mengikuti aliran air, yaitu dari daerah yang lebih tinggi menuju ketempat yang lebih rendah, dari hulu menuju ke hilir. Disamping melalui aliran air penyebaran Antraks diduga melalui lalu lintas ternak. Peran anjing dalam penyebaran Antraks perlu kajian lebih lanjut. Kata kunci : Antraks, Bacillus anthracis, faktor-faktor risiko.

Anthrax has been a problem in Sumbawa District. There has been casualties and economic loss to livestock mortility since the last 7 years (2002 – 2009). This study was to identify the influential factors of Anthrax cases in Sumbawa. The sample were 67 Anthrax cases and 67 controls ( each consist of, 31 cattle, 25 buffaloes, 3 horses and 8 goats) were taken as samples. The samples were based on the Anthrax incidents in Sumbawa District during the 2002 -2009 period. The description of breeders and livestocks in Sumbawa District involved the lower level of livestock owners’ education (38.8%); the average livestock ownership of 13 ±2.53 (95.52%); non-vaccinated livestocks due to unhealthy reason (56.3%); managerial factor, i.e. daily placement of livestock at rice fields (59.7%); sick livestock treatment of being death as corpse (49.7%); unsupervised butchering process by Dinas Peternakan (Office of Livestock) (71.9%); using market as meat distribution point (40.6%), unreported sick livestocks to Dinas Peternakan (89.6%), using reason of ignorance for not reporting (40%); environment factor, i.e. rice field as mortality location of livestock (32.8%), flat land as the mortality place of livestock (77.6%), river proximity as the mortality place of live stock (77.6%), wet season as the Anthrax incident time (83.6%), the middle of wet season as the time of incident (76.8%), rice field as village surrounding (61.2%), corpses treated as dogs’ prey (31.4%), not using housing area as burial/burning point (54,2%), the soil pH average of 6.9 ± 0.1, temperature between 19.7°C – 35.5°C, humidity between 21.8 – 99.0%, average rainfall of 4.28 ± 0.37, average wind speed 5.71 ± 0.05 knots, average wind direction 194.63 ± 11.123, and average Anthrax incident place elevation of 59.87 ± 11,05 m dpi. Factors associated to Anthrax incident in Sumbawa District involved unvaccinated livestock (OR=157.33), the availability of kokar/seasonal creek (OR= 25.1), livestock drinking point mixed with neighbors’ livestocks (OR=20.83), flat land as daily place of livestocks (OR= 19.04), wild dog availability (OR= 12.07), range scavenging livestock rearing system (OR=6.78), food freely searching system for livestock (OR=6.78), livestock feeding point mixed with neighbors’ livestock (OR= 5.82), grazing with neighbor livestock (OR=5,82), and land situated at lower land (OR= 4.02). In general the Anthrax spreading in Sumbawa district seems to follow the water flow pattern, which is from higher to lower area, from up stream to down stream. In addition, the livestock traffie was also suspected to pray a role in Anthrax spreading. The role of dogs in Anthrax distribution needs further study. Keywords : Anthrax, Bacillus anthracis, risk factors

Kata Kunci : Antraks, Bacillus anthracis, faktor-faktor risiko.