Penerapan Risk Assessment Untuk Penganggaran Di Sektor Publik (Studi Kasus Pada RSUD Muntilan)
WIDODO, YOHANES YULI ARI (Adv.: Samsubar Saleh, Prof., Dr., M.Soc.Sc.), Samsubar Saleh, Prof., Dr., M.Soc.Sc.
Anggaran di sektor publik diperlukan karena terkait dengan adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), yaitu kebutuhan dan keinginan masyarakat, termasuk masalah kesehatan yang tak terbatas, sedangkan sumber daya yang ada terbatas sehingga diperlukan prioritas suatu kegiatan.
RSUD Muntilan sebagai entitas publik memiliki kelemahan dalam penganganggaran karena masih mendasarkan pada pendekatan incrementalism, untuk merencanakan belanja maupun pendapatan, dengan menambah 10% dari anggaran tahun sebelumnya, tanpa dapat melakukan kajian secara terstruktur mengenai prioritas kegiatan yang mendukung pencapaianan tujuan, yaitu pemenuhan target standar pelayanan minimal. Pendekatan incrementalism memiliki kelemahan berupa seringnya dilakukan revisi anggaran.
Penelitian ini mencoba untuk menggunakan tools guna membantu menentukan prioritas kegiatan secara terstruktur dalam anggaran. Tools dimaksud berupa kajian terhadap risiko (risk assessment) dalam kerangka manajemen risiko untuk memetakan seluruh risiko yang akan mengganggu RSUD Muntilan dalam mencapai tujuannya. Peta risiko yang dibuat akan digunakan oleh manajemen dalam menentukan respon risiko yang akan diambil. Respon risiko dari setiap risiko akan dimanifestasikan dalam bentuk rencana aksi (action plan), yang nantinya akan dipakai sebagai jenis kegiatan di anggaran RSUD Muntilan.
Peta risiko dibuat dengan melakukan proses identifikasi risiko, yang selanjutnya dianalisis untuk mengukur tingkat kemunculan risiko (likelihood), dengan katagori sangat jarang, jarang, kadang-kadang, sering, sangat sering menggunakan skala (1-5), serta mengukur besarnya dampak (impact) dengan katagori tidak signifikan, kecil, sedang, besar, dahsyat menggunakan skala (1-5) guna menghasilkan tingkat (level) risikonya, yang terbagi menjadi 4(empat) kelompok acceptable, supplementary issue, issue, dan unacceptable. Risiko yang masuk dalam level unacceptable tersebut harus segera diambil respon oleh manajemen guna menurunkan risiko ke level acceptable yang dimanifestasikan dalam wujud action plan.
Metode pengumpulan datanya untuk risk assessment dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu brainstorming dalam format focus group discussion (FGD), kuisioner untuk tujuan validasi data dan pengukuran risiko, serta wawancara mendalam untuk kepentingan validasi data serta analisis risiko katagori unacceptable.
Dari identifikasi risiko ditemukan 60 (enam puluh) risiko, kemudian dianalisis sehingga diperoleh 17 (tujuh belas) risiko dengan katagori unacceptable. 17 (tujuh belas) risiko tersebut kemudian dianalisis kembali untuk dapat merumuskan respon risiko yang nantinya akan berbentuk sebuah rencana aksi (action plan). Hasil dari analisis lanjutan atas action plan tersebut ternyata diperoleh 2 (dua) risiko tidak memerlukan pendanaan, sedangkan 15 (lima belas) risiko memerlukan pendanaan, sehingga action plan tersebut perlu dimasukkan sebagai kegiatan di dalam rencana kerja dan anggaran (RKA) RSUD Muntilan untuk tahun anggaran 2013.
Sector public budgeting is necessary due to some problems related to scarcity of resources, including public will and needs, especially those related to unrestricted health problems, while the resources are so scarce that it is required a program priority.
Muntilan Regional Public Hospital as a public entity has some weaknesses in terms of budgeting for it still leans on the incremental approach in both planning income and outcome flows, by adding 10% from the previous budget, without structurally studying the priority of the program supporting the target achievement, i.e., that is how to meet the target of minimal service standards. The incremental approach has a weakness concerning frequent budget revision.
This research uses tools to help structurally determining the program priority of the budgeting process. The tools involve risk assessments concerning risk management provided to map all the risks that possibly disturb Muntilan Regional Public Hospital in achieving its goals. The management will use the risk map in deciding some responses to the risks taken. The risk response of every risk will be manifested in terms of action plans that will subsequently be utilized as a sort of program in Muntilan Regional Public Hospital budgeting system.
The risk map is made by initially identifying the risks, then analyzed to measure the degree of risk likelihood, by the category of very rare, rare, seldom, often, and very often, within the scales (1-5), as well as to measure the degree of impact by the category of insignificant, small, fair, big, and great within the scales (1-5), classified into four groups: acceptable, supplementary issue, issue, and unacceptable. The risks included into the unacceptable level should be responded by the management in order to decrease the risks to the acceptable level manifested as an action plan.
There are three methods implemented in collecting the data for the risk assessment, i.e., brainstorming in the form of focus group discussion (FGD), questionnaires for validating the data and measuring the risks, and interview for validating the data as well as analyzing the risks for the unacceptable category.
It is found from the risk identification 60 (sixty) risks, then analyzed to reveal 17 (seventeen) risks under unacceptable category, the 17 (seventeen) risks are then reanalyzed to formulize the risk responses that will subsequently be made as an action plan. The result of the analysis to the action plan actually shows 2 (two) risks without funding requirement, 15 (fifteen) with funding requirement, so that the action plan need to be included as a program in the working and budgeting plan of Muntilan Regional Public Hospital for the budgeting year of 2013.
Kata Kunci : public sector budget, risk, risk management, risk assessment, anggaran sektor publik, risiko, manajemen risiko