Laporkan Masalah

Pengaruh Kebijakan Suku Bunga Terhadap Inflasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia

SARDJONOPERMONO, ISWANDONO (Adv.: Prof. Dr. Soedijono, M.B.A.; Dr. Faried Wijaya, M.A.; Dr. Boediono, Prof. Dr. Soedijono, M.B.A.; Dr. Faried Wijaya, M.A.; Dr. Boediono, M.Ec.

2015 | Disertasi | S3 Economics

Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi dan inflasi merupakan variabel ekonomi yang banyak diamati. Sejalan dengan hal tersebut, disertasi ini mengangkat topik pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam konteks pembangunan sektor keuangan. Menurut Shaw (1973) dan McKinnon (1973), elemen penting pembangunan ekonomi adalah liberalisasi pasar keuangan. Liberalisasi keuangan ini akan menghilangkan distorsi yang terjadi di pasar uang, sebagaimana yang dijalankan pemerintah Indonesia pada 1 Juni 1983 dengan deregulasi di bidang perbankan khususnya, yaitu menghilangkan pagu_kredit dan memberi kebebasan pada bank-bank umum untuk menentukan suku bunganya sendiri. Tujuan disertasi ini adalah untuk mengamati ada tidaknya hubungan antara suku bunga riil dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, juga membandingkan pengaruh suku bunga riil pada masing-masing periode terhadap pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi. Dengan demikian dapat diketahui apakah derequlasi keuangan tersebut lebih banyak manfaatnya dalam mendorong pertumbuhan dan pengendalian inflasi. Hipotesis yang diajukan adalah; suku bunga riil mempunyai pengaruh positif terhadap tabungan masyarakat di Indonesia. Suku bunga rill mempunyai pengaruh negatif terhadap investasi di Indonesia. Suku riil mempunyai hubungan dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan laju inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh suku bunga riil. Studi ini mengacu pada model Fry (1980a,b) untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh McKinnon-Shaw. Model dasar diregres dengan menyertakan variabel dummy. Hasil usaha ini memberikan gambaran atau kesimpulan apakah ada perubahan struktural terjadi secara spesifik akibat perubahan lingkungan atau Secara umum, ada pengaruh suku bunga riil terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Indonesia. Selama periode 1969-1997, suku bunga riil tidak mempengaruhi tabungan masyarakat dan investasi karena adanya alur yang panjang dan kompleks. Penyebab lainnya adalah motor penggerak pembangunan, yang bersumber pada pertumbuhan ekspor migas dan hutang luar negeri. Ini berarti bahwa meningkatnya penerimaan ekspor migas dan hutang luar negeri akan meningkatkan jumlah uang beredar. Kenaika jumlah uang beredar akan mengakibatkan kenaikan inflasi jika tidak diimbangi kenaikan output. Kenaikan jumlah uang beredar akan ,menurunkan suku bunga riil yang akan berakibat meningkatnya Investasi dan pada akhirnya output meningkat. Sebelum deregulasi Juni 1983, suku bunga riil berada pada tingkat yang sangat rendah (negatif) dan fungsi intermediasi lembaga keuangan belum berjalan Dampak dari kondisi tersebut adalah minimnya mobilisasi Jana yang berasal dari masyarakat akibat persaingan Yang bersifat non-pricing. Disamping itu investasi di sektor riil pun menjadi sulit dilakukan karena alokasi kredit lebih ditentukan oleh pertimbangan non-ekonomis dan penggunaan yang tidak optimal. Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi sebelum deregulasi relatif rendah dengan tingkat inflasi yang tinggi. PAKJUN 1.983 menyebabkan suku bunga riil bergerak ke tingkat positif sehingga memperbesar mobilisasi dana masyarakat di perbankan dan mendorong peningkatan kredit yang dapat diberikan untuk investasi di sektor riil. Meningkatnya investasi ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah periode deregulasi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini kurang diikuti oleh penurunan laju inflasi, karen kondisi perekonomian Indonesia masih under employment a kebijakan pengendalian inflasi yang belum tentu arahnya. PAKTO 1988 telah menyebabkan banyaknya bank yang didirikan, sehingga persaingan semakin ketat. Persaingan bukan pada suku bunga lagi, tetapi pada

faktor diluar suku bunga itu sendiri. Akibatnya, kebijakan PAKTO justru menjadi kontra produktif bagi kebijakan PAKJUN karena alokasi dana yang dihimpun sebelumnya tidak digunakan secara efisien, atau ada penurunan dalam kualitas investasi. Dari hasil estimasi dapat dihasilkan kesimpulan bahwa suku bunga tidak mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap tabungan masyarakat di Indonesia. Sebaliknya, studi ini menerima hipotesis kedua bahwa suku bunga riil mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap investasi Indonesia. Pengujian secara periodik menunjukkan, bahwa deregulasi PAKJUN 1983 telah berhasi memobilisasi dana masyarakat, menyalurkannya untuk investasi di sektor riil, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, meskipun tidak cukup berhasil mengendalikan inflasi. Namun demikian, deregulasi PAKTO 1988 tidak efektif mendukung keberhasilan PAKJUN 1983. Implikasi usulan dari kesimpula yang berhasil diturunkan ialah perlunya dicoba dirumuskan Model Fry dengan modifikasi penyesuaian terhadap kondisi lingkungan perekonomian Indonesia, atau bahkan idealnya menyusun Sendiri model khusus untuk perekonomian Indonesia. Implikasi dalam hal penelitian adalah perlunya di redifinisikan pengertian bunga, yang meliputi juga penghasilan bunga yang nonbunga, misalnya hadiah langsung undian berhadiah. Dalam merumuskan kebijakan ekonomi makro, lebih tepat kalau digunakan target tersedianaya dana dari pada target tingkat bunga. Demikian juga dalam merumuskan model-model penelitian. Kebijakan ekonomi luar negeri yang lebih menjamin pertumbuhan ekspor dan menurunnya stok pinjaman luar negeri bangsa. Kebijakan penurunan RLW hendaknya dihindari jangan sampai diturunkan secara drastis Sekalipun dilingkungan perekonomian Indonesia sangat berbeda dengan lingkungan perekonomian negara industri maju yang system perbankannya sudah berkembang berabad-abad, namun cukup bermanfaat pedoman kebijakan bahwa hendakanya kita jangan menurunkan RLW lebih rendah dibandingkan RLW yang berlaku dinegara-negara industry maju termaksud.

According to Shaw (1973) and McKinnon (1973), the most important element of economic development is financial liberalization. This action will eliminate the distortion, as what the government of Indonesia did on June 1, 1983 through deregulation of banking. The government eliminated the ceiling of credit and gave a full authority to each bank to determine their interest rates. This study look up to Fry (1980a,b) model to test McKinnon-Shaw hypothesis. The models were regressed with dummy

variable. This effort will give illustration or conclusion of the structural change, that happened specifically caused by environmental or policy changes. Generally, insignificant in the relationship between interest rates in national saving and investment in Indonesia could be caused by financial mechanism those very long and complex channels. That is why real interest rates could not give effect to national saving directly. Export,

especially from oil and gas and foreign debt were growth stimulating factors. Meanwhile, money supply, which supported by tight money policy and balance budget policy caused Indonesian inflation along those periods. The periodically analysis shows that deregulation of June 1983(PAKJUN) were success to mobilize public fund, encourage investment on real sector, and increase the economic growth, but failed to control the inflation rate. The implementation of October 1988 deregulation (PAKTO) had flourished the establishment of new banks and created good competition among them. The competition had no longer on interest rate. Therefore, it can be said also the easy requirements of establishing banks become contra productive for PAKJUN policy, which had laid to the market mechanism. Basically, either PAKJUN or PAKTO was not polociies in which urgently implemented in Indonesia. Those financial deregulations were not supported by the existence of deregulation on real sectors, so that the financial deregulations were not effective to achieve their goals.

Kata Kunci : monetary policy, banking deregulation, financial liberalization, financial reform, interest rates policy, PAKJUN, PAKTO, econometrics.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.