Suatu hampiran pedologi untuk mengaji pendamparan dataran bonorowo di Kedu Selatan, Jawa tengah

Notohadiprowiro, R.M. Tejoyuwono.,

2014 | Disertasi | S3 Economics

Baruh Bonorowo semula berupa cekungan yang tertutup oleh tubuh air dangkal. Pendangkalan berlanjut karena pendamparan, sehingga sekarang berubah menjadi bonorowo, yaitu berupa rawa waktu musim basah dan kering waktu musim kering. Pendamparan terutama dikerjakan oleh luapan air sungai, khususnya yang berasal dari K. Wawar/Bedono. Pendamparan berlangsung lambat dan secara bertahap. Mula-mula pendamparan datang dari barat dan kemudian dari utara, timur laut dan timur. Regresi tubuh air mula-mula berarah selatan, kemudian membelok ke arah barat-daya melalui muara K. Wawar sebagai pintu lepas tunggal. Bahan pendampar terutama terdiri atas zarah-zarah debu dan lempung. Eutrofi¬kasi merupakan gejala pengikut pendamparan. Regresi air atau pendamparan yang bertahap ditandai oleh penemuan-penemuan berikut ini:

1.Terdapat beberapa jalur undak yang melengkung pada sisi utara, timur-laut dan timur.

2.Profil P-organik yang memperlihatkan toposekuen yang berulang dari tepi ke tengah baruh.

3.Terdapat beberapa jalur pelonggokan Ca yang berjajar dan terpisah-pisah di dasar baruh.

Telah tersidik pula, bahwa baruh Bonorowo merupakan suatu lingkungan asin/ marina, yang sedang mengalami pengalihan ke keadaan darat. Tanda-tanda untuk ini ialah:

2.Air tanah dangkal yang payau.

3.Cl larut air dalam tanah rnasih tinggi, akan tetapi Na sudah menyusut banyak.

4.S larut air dalam tanah dan air meninggi nyata.

5.Pengayaan akan Mg secara nisbi terhadap Ca di jalur undak dan pelonggokan ca di dasar baruh.

6.Populasi diatom yang campuran payau-tawar.


Dapat ditunjukkan, bahwa kaidah pedologi. Dapat dipergunakan untuk pengajian geologi kuarter. Memang tanah dan bahan geologi serta pedogenesa dan geogenesa merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan.

The Bonorowo depression was formerly occupied by a shallow water body. The shallowing progresses with the advancement of aggradation. Today it is a bonorowo, that is an ephemeral marsh; inundation occurs during the wet season and the water retreats during the dry season.


Aggradation has been brought about mainly by river overflow, in particular from the River Wawar/Bedono. The rate of aggradation is slow and proceedes intermittently. Initially the aggradat~on moved in from the west to be succeeded from the north, northeast and east. The regression of the water body first took a southern course and afterward it followed a sout~west direction toward the mouth of the River Wawar as the sole outlet to the open sea. The aggrading material consists chiefly of silt and clay. Eutrophication went together with aggradation.

The stepwise process of regression or aggradation has been detected from the following evidence:


1.A number of terrace ranges curving along the north, northeast and east sides of the depression.

•2. Organic P profiles showing a repeating toposequence from the periphery to the central part of the depression.

3.Parallel laying strips of Ca accumulation at the bottom of the depression.

An identification has been made of the Bonorowo depression being a saline or marine environment which is presently undergoing a transformation into a terrestrial environment. The diagnostic phenomena are:

1.A shallow and brackish ground water.

2.The soil contains a high amount of water soluble Cl, but at the same time Na is low.

3.An increased content of water soluble S in soil and water.

4.Relative enrichment of Mg to Ca in the terrace range and accumulation of Ca in the bottom sediment.

5.Diatom population which show an association of fresh and brackish genera.


It has been established that pedological principles can be applied to study quaternary geology. In fact, soil and geologic material or pedogenesis and geogenesis form a continuum.

Kata Kunci : Pendamparan dataran, Bonorowo, Kedu Selatan