Dinamika spasial aglomerasi industri dan faktor-faktor penentu daerah aglomerasi industri di wilayah metromilitan : studi kasus metromilitan Jakarta&Bandung 1980-2000
Hidayati, Amini (advisor: Dr. Mudrajad Kuncoro, M.Soc.Sc.), Dr. Mudrajad Kuncoro, M.Soc.Sc.
2004 | Tesis | S2 Economics
Beberapa studi telah menemukan bahwa konsentrasi industri di Jawa membentuk pola dua kutub yakni di kutub barat (Greater Jakarta dan Bandung) dan di kutub timur pulau Jawa (Greater Surabaya). Hal ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), studi ini berusaha mengidentifikasi di mana aglomerasi Industri Besar dan Menengah (IBM) cenderung berlokasi dalam konteks DKI Jakarta dan Jawa Barat sebagai salah satu kutub dari konsentrasi industri di pulau Jawa, meneliti pola dan dinamikanya selama periode waktu 1980-2000 dan membuktikan apakah konsentrasi industri di kedua wilayah ini membentuk satu aglomerasi yang besar atau merupakan aglomerasi yang saling berdiri sendiri. Studi ini juga menguji apakah faktor-faktor kekuatan setripetal dan sentrifugal seperti upah, sewa tanah, tenaga terampil, populasi dan persaingan dapat membedakan antara daerah aglomerasi dan non-aglomerasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal pengamatan (1980) hanya ditemukan dua daerah aglomerasi yang ditandai dengan criteria "tinggi" baik pada jumlah tenaga kerja maupun nilai tambah secara bersamasama. Satu dekade kemudian muncul beberapa daerah aglomerasi baru dan pada tahun 2000 daerah aglomerasi yang ditemukan telah mencapai 13 daerah. Selama beberapa tahun pengamatan pola dan dinamika aglomerasi industri di kedua wilayah ini menunjukkan pola yang menyebar atau meluas.Walaupun demikian penyebaran ini hanya bias di metropolitan utama, Jakarta dan Bandung dan daerah-daerah di sekitar metropolitan utama yang dikenal dengan Extended Metropolitan Region. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa perkembangan aglomerasi di kutub barat pulau Jawa ini, pada tahun 2000 ternyata telah membentuk suatu jaringan kota (network cities) yang menghubungkan aglomerasi di Metropolitan Jakarta dan Bandung sehingga menjadi satu kesatuan aglomerasi yang besar. Akhirnya dengan menggunakan analisis fungsi diskriminan diketahui bahwa variabel prediktor seperti upah, sewa tanah, tenaga terampil, populasi dan persaingan dapat membedakan kelompok daerah aglomerasi dan nonaglomerasi industri.
Some studies have found that industrial concentration in Java become a bipolar pattern: Western (Jakarta and Bandung Greater) and Eastern (Surabaya Greater). The emergence of bipolar pattern of industrial concentration is very attractive to be explored more detail.
Using Geographic Information System (GIS), the study attempt to identify where the agglomeration of Large and Medium Establishment (LME) which tend to locate within the DKI Jakarta and West Java regions as one of industrial concentration polar in Java is, to observe its pattern and dynamics in the 1980-2000 period, and to prove whether the industrial concentrations in those regions develop into one big agglomeration or separated. The study also examines whether the centripetal and centrifugal forces: wages, land rent, skilled labor, population, and competition are able to discriminate agglomeration and non-agglomeration districts.
The result of the study shows that in the early of the observation (1980), there were only two industrial agglomeration districts particularly marked "high" criteria in both employment and value added, but in the next decade, a few new industrial agglomeration emerged, moreover in 2000, 13 districts have been observed. For some years of observation, the pattern and dynamics of industrial agglomeration are extending. The extending of the agglomeration is only taking place in the main metropolitan region, Jakarta and Bandung, and its surrounding regions known as Extended Metropolitan Region (EMR). The study also found the empiric evidence that by 2000, the developing of industrial agglomeration in western polar has been developing into a network cities joining Jakarta and Bandung Metropolitan Region as one big agglomeration. Finally, using the discriminating function analysis, this study also finds that agglomeration and non-agglomeration districts can be discriminated by predicting variables: wages, land rent, skilled labor, population, and competition.
Kata Kunci : konsentrasi industri