Analisis ongkos produksi sapi bali pada peternakan tradisional di Bali
Arga, I Wayan.,
1986 | Disertasi | S3 Economics
penelitian ini adalah menentukan ongkos produksi minimum per 50 kg kenaikan berat, ongkos total, ongkos eksplisit dan ongkos implisit pada isokuan ter¬tentu dan menemukan isokuan tempat terjadinya ongkos to¬tal rata-rata minimum, ongkos eksplisit dan Qngkos impli¬sit rata-rata minimum dan keuntungan maksimum, pada sapi yang diberi maupun tidak diberi konsentrat pada kedua je¬nis kelamin.
Penelitian dilakukan pada daerah penggemukan dan pembibitan. Dari setiap -daerah dipilih empat desa secara sengaja. Dari setiap desa dipilih 45 petani sampel seca¬ra acak, sehingga daerah penggemukan dan pembibitan ma¬sing-masing diwakili oleh 180 petani sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara petani sampel, dengan bantuan daftar pertanyaan yang disiapkan lebih dulu. Da¬ta yang dikumpulkan meliputi harga dan keperluan-faktor¬faktor produksi, data penghasilan petani dan cara penge¬lolaan usaha ternak. Data kenaikan berat/hari diperoleh dari dua kali pengukuran dalam selang waktu 75 hari ter¬hadap ternak sampel, sebanyak 84 ekor sapi jantan mewa¬kili daerah penggemukan dan 60 ekor sapi betina mewakili daerah pembibitan. Bagi ternak sampel diukur juga jumlah makanan yang disediakan oleh petani. Untuk mengukur be¬rat ternak dipergunakan timbangan yang kapasitasnya 1000 kg, dengan kepekaan 5 kg, merek Salter model 235/g buat¬an Australia. Untuk mengukur bahan pakan yang disediakan, dipakai timbangan yang kapasltasnya 110 kg dengan kepeka¬an 0,5 kg, merek PGB, buatan Indonesia. Analisis ongkos produksi dilakukan dengan program linier.
Hasil analisis ongkos produksi menunjukkan bahwa tidak terdapat profit (keuntungan) pada semua sekala pro¬duksi. Petani hanya mendapat gross margin (keuntungan ko¬tor), yaitu selisih antara penjualan dengan ongkos tunai, pada semua sekala produksi,kecuali pada berat jual 350 kg dan interval produksi 300 - 350 kg, pada sapi jantan yang diberi pakan konsentrat. Keuntungan kotor maksimum terjadi pada berat jual 400 kg dan interval produksi 50 ¬400 kg pada sapi jantan: keuntungan kotor maksimum pada sapi betina terdapat pada berat jual 300 kg, dan interval produksi 50 - 300 kg. Kerugian rata-rata minimum pada penggemukan sapi jantan terjadi pada berat 400 kg dan in¬terval produksi 350 - 400 kg. Kerugian total minimum pada penggemukan sapi jantan dengan konsentrat terjadi pada berat 400 kg dan interval produksi 350 - 400 kg, dan un~ tuk sapi jantan yang tidak diberikan konsentrat terjadi pada berat 200 kg dan interval produksi 150 - 200 kg. Kerugian rata-rata minimum pada pemeliharaan sa pi betina terjadi pada beret 300 kg, dan interval produksi 250 ¬300 kg. Kerugian total minimum pada pemeliharaan sapi be¬tina tanpa konsentrat terdapat pada berat 200 kg dan in¬terval produksi 150 - 200 kg, dan pada beret 300 kg dan interval produksi 250 - 300 kg pada sapi betina yang di-beri pakan konsentrat. Analisis sensitifitas menunjukkan bahwa kenaikan harga faktor-faktor produksi eenderung menggeser berat jual pada kerugian total minimum, ke arab berat jual yang lebih keeil, disamping meningkatnya ong¬kos total, ongkos rata-rata dan meningkatnya kerugian mi¬nimum.
The main purpose of the study is to find minimum production cost for each 50 kg weight gain, total cost, explicit cost, and implicit cost on a speoified isoquant and to find isoquant with minimum average cost, total, average cost, average explicit and implisit cost and ma~ ximum profit on mnle and female cattle both feeding with and without concentrate.
Observation was conducted on fattening and calving region. From each region four villages is selected on purpose. Then a sample of 45 farmers were selected at random from each village, such that from each region the¬re are 180 samples of farmer. The price and input demand data in farm gate was selp.cted by interview methods using prepared questioner list. Daily weight gain of cattle samples is obtained from measuring cattle weight twice, within 75 days interval of time. There are 84 heads of male cattle to represent fattening region, and 60 heads of female cattle to represent calving region. A portble weighing scale of 1000 kg capacity and 5 kg sensltivity, Salter model 235/g, made in Australia is used to weigh the cattle. Daily feed, fed to the cattle sample is also measured, using portable PGB weighing scale of 110 kg ca¬pacity and 0.5 kg sensitivity, made in Indonesia is used. Linear programming model is used to analysis the produc¬tion cost.
Analysis shows that there are no profit for all production scale. The farmer got only gross margin, that is the difference between sales revenue and cash cost,
for all production scale, except for 350 kg marketing weight in 300 - 350 kg production interval, for male cattle fed by concentrate. Maximum gross margin is ob¬tained on 400 kg marketing weight, in 50 - 400 kg produc- ' tion interval for male cattle, and for female on 300 kg, in 50 - 300 kg production interval. Total minimum lost for concentrate feeding male cattle is obtained on 400 kg marketing weight, in 350 - 400 kg production interval,
and for non concentrate feeding is on 200 kg marketing wight, in 150 - 200 kg production interval. Average mini¬mum loss for female is obtained on 300 kg marketing weight, in 250 - 300 kg production interval. Total mini¬mum loss for non concentrate feeding female cattle is obtained on 200 kg marketing weight, in 150 - 200 kg pro¬duction interval, and on 300 kg, in 250 - 300 kg production'interval, for concentrate feeding. Sensitivity analy¬sis showed that the higher the input price, the higher the total cost, total average cost and the higher the mi¬nimum lost will be. Increasing input price tend to shift the:marketing weight of minimum total lost to the lower weight 9
Kata Kunci : Ongkos produksi, Sapi Bali, Peternakan tradisional