Laporkan Masalah

Malioboro Tempo Doeloe: Sejarah Kehidupan Sehari-hari 1890-1950

SITI MAHMUDAH NUR FAUZIAH, Dr. Sri Margana, M.Phil.

2018 | Skripsi | S1 ILMU SEJARAH

Malioboro telah ada sejak berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada 1756. Ia memiliki posisi yang penting dalam tata kota kraton. Sebagai jalan penghubung antara kraton dengan Tugu, Malioboro berada pada garis filosofi kraton yang sarat makna. Berawal dari sebuah rajamarga, jalan ini kemudian bertransformasi menjadi salah satu pusat pemerintahan, kebudayaan, dan perekonomian di Yogyakarta seiring dengan perkembangan birokrasi, transportasi, komunikasi, edukasi, pariwisata, dan teknologi. Sejarah kehidupan sehari-hari termasuk dalam kategori sejarah sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang meliputi pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, serta penulisan. Sebagai landasan dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data yang relevan dari arsip Djogja Documenten, arsip Kepolisian Negara, Gegevens over Djokjakarta, surat-surat kabar, Rijksblad van Sultanaat, Kleian's Adresboek van Geheel Nederlandsch-Indie, Telefoongids voor Java, Madoera en Bali, dan wawancara, serta peta, foto, dan lukisan mengenai Malioboro. Malioboro tidak hanya sebagai jalan penghubung dari satu tempat ke tempat lain, tapi juga sebagai representasi simbolis dari kepercayaan tradisional, sebagai ruang untuk pertemuan sosial, sebagai ruang kerja dan ruang hidup, serta sebagai ruang untuk wacana politik. Sebagaimana penduduk Kota Yogyakarta yang heterogen, orang-orang di Malioboro juga terdiri dari berbagai etnis, golongan, dan status sosial. Di tengah modernitas dan kemewahan yang ditawarkan Malioboro, ada jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan-perubahan yang terjadi di Malioboro selama periode 1890-1950 mempengaruhi kehidupan keseharian para pedagang, pegawai, pengemis, dan orang-orang disana.

Malioboro has been exist since the Sultanate of Ngayogyakarta Hadiningrat was established in 1756. It has an important role on its palace's urban planning. As a connecting street between the palace and Tugu, Malioboro is in a philosophycal line which is full of meanings. Served as a rajamarga at the first, then the road has transformed into one of the centers of government, culture and economy in Yogyakarta along with the development of bureaucracy, transportation, communication, education, tourism and technology. The history of everyday life is included in the category of social history. The method used in this research is a historical method which includes selection of topics, collecting resources, verification, interpretation, and writing. As the cornerstone of this research, the data used is relevant data from Djogja Documenten's archieve, archieve of the State Police, Gegevens over Djokjakarta, newspapers, Rijksblad van Sultanaat, Kleian's Adresboek van Geheel Nederlandsch-Indie, Telefoongids voor Java, Madoera en Bali and interviews as well as maps, pictures and paintings related to Malioboro. Malioboro is not merely as a street connector from one place to another, but also as symbolic representations of traditional beliefs, as spaces for social encounters, as working and living spaces and as spaces for political discourse. Such as population in Yogyakarta City which is heterogeneus, the people in Malioboro also consist of various ethnic, class and social status. Amidst the modernity and luxury that Malioboro offered, there was a gap between the rich and the poor. The changes that occurred during the period 1890-1950 in Malioboro affected the daily lives of traders, employees, beggars, and people there.

Kata Kunci : Malioboro, Sejarah Kehidupan Sehari-hari/Malioboro, Everyday Life History


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.