KONSEP KEADILAN DALAM TATA KELOLA EKONOMI PARIWISATA (Studi Kasus Kabupaten Lombok Utara Nusa Tenggara Barat)
PUTU PRADNYA LINGGA DHARMAYASA, Drs. Agus Wahyudi, M.Si, M.A.
2018 | Skripsi | S1 ILMU FILSAFATSejak pemberlakuan otonomi daerah tahun 2010, kebijakan yang dirancang pemerintah daerah Kabupaten Lombok Utara menghasilkan ketegangan atau tarik menarik antara kebijakan pemerintah yang menekankan pertumbuhan pendapatan dan padat modal di satu pihak, dan nilai masyarakat Lombok Utara yang memiliki pandangan tradisional kolektif di pihak lain, menekankan pada distribusi pendapatan dan usaha yang merata. Bersamaan dengan itu terjadi peminggiran (marginalisasi) sejumlah sektor ekonomi rakyat yang mengancam keberlajutan ekonomi pariwisata Kabupaten Lombok Utara. Ketegangan yang terjadi menjadikan peneliti untuk menarik kembali permasalahan tersebut pada diskursus konsep keadilan dalam tata kelola pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskusikan prinsip-prinsip keadilan yang mendasari tata kelola pariwisata di dalam masyarakat Lombok Utara, kemudian menganalisis akar filosofis prinsip-prinsip keadilan dalam tata kelola pariwisata dan implikasinya bagi kebijakan tata kelola ekonomi pariwisata. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, seluruh data yang dikumpulkan dan diklasifikasikan, disistematisasikan, dan dianalisis sedemikian rupa berdasarkan pembahasan mengenai tata kelola ekonomi pariwisata Lombok Utara dan pembongkaran terhadap sistem ekonomi pariwisata Lombok Utara. Penelitian ini menggunakan sejumlah prosedur dalam metodologi: Deskripsi, interpretasi, koherensi, heuristika dan melakukan idealisasi terhadap fenomena yang terjadi di lapangan. Hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa tata kelola ekonomi pariwisata pada masyarakat Lombok Utara dengan prinsip kapitalisme, menghasilkan ketimpangan pendapatan, peminggiran pada beberapa sektor ekonomi dan ketidakkondusifan ekonomi pariwisata. Faktor utama dari ketimpangan dan ketidakkondusifan ekonomi pariwisata adalah belum terjadinya sinergitas antar pengambil kebijakan dan ke-dini-an dalam melepas masyarakat untuk bersaing dalam konstelasi global. Kelemahan terhadap pengelolaan pariwisata kapitalistik yang dirasakan oleh beberapa jenis usaha pariwisata di Lombok Utara memunculkan peminggiran, dan konflik-konflik agraria. Namun jika mencoba menilik kembali mengenai konsep persaudaraan polong merenten masyarakat Lombok Utara, maka konsep Mohammad Hatta mengenai demokrasi ekonomi yang berdasarkan asas kekeluargaan berbentuk badan organisasi “Koperasi Pariwisata†adalah hal yang sesuai dengan nilai keadilan pada masyarakat Lombok Utara.
Since the regional autonomy in 2010, policies designed by the local government of North Lombok Regency resulted in tension or attractiveness between government policies that emphasize revenue growth and capital-intensive on the one hand, and the value of the community of Lombok Utara which has a collective traditional view on the other, emphasizes the distribution of income and equitable effort. At the same time, marginalization of a number of people's economic sectors threatens the economic sustainability of tourism in North Lombok regency. The tension that occurs makes the researcher to recall the issue on the discourse of the concept of fairness in tourism governance. This study aims to discuss the principles of justice underlying tourism governance within the people of Lombok Utara, then analyzes the philosophical roots of the principles of fairness in tourism governance and its implications for tourism economic governance policies. To achieve the objectives of this study, all data collected and classified, systematized and analyzed in such a way based on the discussion of governance of Lombok Utara's tourism economy and the dismantling of the economic system of North Lombok tourism. This study uses a number of procedures in the methodology: Description, interpretation, coherence, heuristics and idealization of phenomena that occur in the field. The results of this study describe the governance of tourism economics in the people of Lombok Utara with the principle of capitalism, resulting in income inequality, marginalization in some sectors of the economy and the lack of economic tourism. The main factor of the inequality and non-conduciveness of tourism economy is the lack of synergy between policy makers and the early on in releasing people to compete in the global constellation. Weakness to the management of capitalistic tourism felt by some types of tourism business in North Lombok raises marginalization, and agrarian conflicts. But if you look back on the concept of fraternal “polong merenten†people of North Lombok, then the concept of Mohammad Hatta on economic democracy based on the principle of kinship in the form of organization body "Kooperasi Pariwisata" is appropriate with the value of justice in the community of North Lombok.
Kata Kunci : Tata kelola, Ekonomi pariwisata, Kapitalisme, Peminggiran ekonomi, Lombok Utara./governance, tourism economy, capitalism, economic marginalization, North Lombok.