Laporkan Masalah

PENGETAHUAN TEKNIK TUMPANGSARI KAYU PUTIH DAN PELUANG KEBERLANJUTANNYA DI RPH MENGGORAN, BDH PLAYEN, KPH YOGYAKARTA

WINARSIH, Dr. Priyono Suryanto, S.Hut. M.P.,;Prof. Dr. Ir. Cahyono Agus D.K, M.Agr.Sc.,

2018 | Skripsi | S1 KEHUTANAN

Praktik tumpangsari di kayu putih berlangsung secara terus menerus (tumpangsari abadi), karena pemanenan daun kayu putih dilakukan secara rutin tiap tahunnya. Pengetahuan tumpangsari menjadi kunci penting untuk menjaga produktivitas baik kayu putih maupun tanaman semusim. Penelitian ini, bertujuan untuk: 1). mengetahui pengetahuan teknik tumpangsari kayu putih, 2). mengetahui peluang keberlanjutan tumpangsari kayu putih. Penelitian dilakukan di RPH Menggoran, BDH Playen, KPH Yogyakarta dengan metode wawancara terhadap 30 pesanggem, terdiri dari 10 pesanggem dengan profesi utama sebagai petani, 10 pesanggem dengan profesi utama sebagai PNS, dan 10 pesanggem dengan profesi utama sebagai wirausaha. Responden dipilih secara (purposive sampling). Analisis data secara deskriptif kualitatif. Peluang keberlanjutan tumpangsari (PKT) kayu putih dihitung menggunakan rumus PKT = KA (rerata skor pola tanam dan peningkatan pengetahuan tumpangsari kayu putih) + KB (rerata skor teknik budidaya tanaman semusim) + KC (rerata skor keberlanjutan tumpangsari kayu putih oleh pesanggem). Analisis peluang keberlanjutan tumpangsari kayu putih dilakukan menggunakan deskriptif kuantitatif dengan skoring dan dikategorikan ke dalam keberlanjutan rendah, sedang, dan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tertinggi dimiliki oleh pesanggem yang memiliki profesi utama PNS. Hal ini disebabkan oleh faktor pendidikan yang semakin tinggi akan memengaruhi kemampuan dalam menerima informasi dari berbagai sumber. Namun hasil produktivitas tertinggi dimiliki oleh pesanggem tetap. Hal ini karena tingkat curahan waktu kerja di lahan tumpangsari yang lebih banyak memengaruhi ketekunan dalam menerapkan teknik tumpangsari kayu putih. Tingkat keberlanjutan teknik tumpangsari kayu putih di RPH Menggoran masuk dalam kategori sedang dengan nilai 8,34 dalam skala 7-9, dimana skala terendah 3-6 dan skala tertinggi 10-12, sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan masing-masing aspek teknik tumpangsari kayu putih.

Intercropping practice on Melaleuca cajuputi is being held continuously (eternal intercropping) because the harvesting of M. cajuputi leaves is done routinely every year. The knowledge of intercropping becomes an important key to maintain the productivity of M. cajuputi and other seasonal plants. This research has objectives to: 1). know the knowledge of intercropping technique of M. cajuputi, 2). know the opportunity sustainability of intercropping technique of M. cajuputi. The research is conducted in RPH Menggoran, BDH Playen, KPH Yogyakarta with interview method toward 30 farmers, consist of 10 forest farmers (pesanggem) who work as farmers, 10 pesanggem who work as civil employees, and 10 pesanggem who work as businessman. The respondents were chosen by purposive sampling. The data are analysed with descriptive qualitative. Opportunities for sustainability of intercropping (PKT) is calculated using the formula of PKT = KA (average score of cropping pattern and increase of intercropping knowledge) + KB (average score of cultivation technique of seasonal crop) + KC (average score of M. cajuputi intercropping sustainability by farmers). The analysis of sustainable opportunity of M. cajuputi intercropping were done by means of quantitative descriptive by scoring and categorized into low, medium, and high sustainability. The results show that the highest level of knowledge is owned by pesanggem who have main job as civil employees. This is due to an increasingly high educational factor that will affect the ability to receive information from various sources. However, the highest productivity result is owned by farmers. This is because the level of work time in intercropping land influence the perseverance in applying the technique of M. cajuputi intercropping. The sustainability level of M. cajuputi intercropping technique in RPH Menggoran included in the medium category with the value of 8,34 in scale 7-9, where the lowest score is 3-6 and the highest score is 10-12, so it is necessary to improve knowledge on each aspect of M. cajuputi intercropping techniques.

Kata Kunci : pengetahuan, teknik tumpangsari, kayu putih


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.