PERBANDINGAN ANGKA KEBERHASILAN INTUBASI ENDOTRAKEAL ANTARA TEKNIK INTUBATING LARYNGEAL MASK AIRWAY (ILMA) DAN TEKNIK KONVENSIONAL DIRECT LARYNGOSCOPY MENGGUNAKAN LARINGOSKOP MACINTOSH
ACHMAD FAUZANI NUGRA, Dr. Bhirowo Yudo P SpAn KAK; DR. Dr. Sri Rahardjo SpAn KNA KAO
2017 | Tesis-Spesialis | SP ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASILatar belakang: Angka keberhasilan intubasi orotrakeal masih rendah dan angka kegagalan meningkat 10-25% karena keterbatasan skill pada tenaga kesehatan yang jarang melakukan intubasi. ILMA (Intubating Laryngeal Mask Airway) sebagai perangkat manajemen jalan napas telah menunjukkan perannya dalam meningkatkan angka keberhasilan intubasi orotrakeal pada kasus manajemen jalan napas sulit. Penelitian ini akan menilai angka keberhasilan intubasi melalui teknik ILMA pada pasien dengan jalan napas normal sehingga diharapkan ILMA bisa menjadi solusi meningkatkan angka keberhasilan intubasi bagi tenaga kesehatan sulit melakukan intubasi karena keterbatasan skill. Metode: Penelitian prospektif, uji klinis terbuka yang telah dilakukan pada 84 pasien status fisik ASA I atau II yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum teknik intubasi. Pasien dilakukan randomisasi dan dialokasikan ke salah satu dari 2 dua kelompok yaitu teknik konvensional direct laringoskopi (kelompok K, n = 42) dan teknik ILMA (Kelompok L, n = 42). Angka keberhasilan intubasi pada usaha pertama, lamanya waktu intubasi, respon hemodinamik dan komplikasi pemasangan berupa nyeri tenggorok pada setiap kelompok dianalisa. Hasil: Angka keberhasilan intubasi pada usaha pertama antara teknik konvensional laringoskopi (kelompok K) lebih tinggi dibanding teknik ILMA (kelompok L) yaitu 100% dan 61,9% dan secara statistis berbeda bermakna (p=0,000). Lama waktu intubasi kelompok K lebih singkat (27,12 ������± 5,54 detik) dibanding lama waktu intubasi kelompok L (56,05 ������± 21,97 detik) secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Respon hemodinamik pada kelompok K dan kelompok L tedapat perubahan bermakana pada tekanan arteri rerata setelah induksi dan setelah intubasi (p< 0,001). Kelompok L didapatkan perubahan tekanan arteri rerata bermakna lebih rendah pada menit pertama setelah intubasi dibanding kelompok K (p=0,041). Insidensi nyeri tenggorok paska intubasi antara kelompok K dan kelompok L tidak berbeda bermakna secara statistik (p= 0,451). Kesimpulan: Angka keberhasilan intubasi orotrakeal pada usaha pertama dengan teknik konvensional direct laryngoscopy lebih tinggi dibandingkan dengan teknik blind intubasi menggunakan ILMA.
Background: The success rate of tracheal intubation was still low and a failure rate of 10���¢�¯�¿�½�¯�¿�½25% in a rarely performed skill. The ILMA (Intubating Laryngeal Mask Airway) has proven to be a useful difficult airway device and increased the success rate of orotracheal intubation in cases of difficult airway management. This study will assess the success rate of intubation through ILMA techniques in patients with normal airway so we hope ILMA is also a solution to improve the success rate of intubation for health care providers with limited skills. Methods: A prospective, open clinical trials study was performed in 84 American Society of Anaesthesiologists (ASA) physical status I and II patients undergoing elective surgery under general anesthesia with orotracheal intubation. Patients were randomly allocated into one of two groups to receive conventional direct laryngoscopy technique as group K, with 42 patients and intubating laryngeal mask airway (ILMA) technique as group L, with 42 patients. The first attempt success rate, time to intibation, hemodynamic responses and complications such as sore throat were compared between the groups. Results: The first attempt success rate was higher in conventional direct laryngoscopy technique (100%) than intubating laryngeal mask airway (ILMA) technique (61,9%) (p<0.001). The time to itubation was significantly faster with conventional technique (27,12 ������± 5,54 seconds) than ILMA technique (56,05 ������± 21,97 seconds) (p<0.001). In both group, hemodynamic responses of MAP significantly (p < 0.001) decreased after induction of anesthesia and increased after intubation, the rise was more marked in the patients intubated via direct laryngoscopy (p = 0.041) than in patients receiving ILMA. Insidens of sore throat after intubation there was no significantly statistical difference between the two groups (p=0.451). Conclusion: The first attempt success rate of orotracheal intubation with conventional direct laryngoscopy is higher compared to intubation blind technique using ILMA.
Kata Kunci : orotracheal intubation, direct laryngoscopy, Intubating Laryngeal Mask Airway (ILMA)