Laporkan Masalah

Identitas Akhi dan Ukhti Komunitas Salafi: Studi di Masjid Ibnu Sina Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta

ANAS SHOFFA'UL J, Prof. Dr. Heru Nugroho

2017 | Tesis | S2 Sosiologi

Tesis ini mendeskripsikan tentang komunitas Salafi. Sebuah komunitas keagamaan yang ingin menciptakan praktik beragama sebagaimana zaman salaf ash-shalih. Praktik keberagamaan tersebut secara materiil terejawentahkan dalam bentuk pakaian. Namun, tidak hanya cara berpakaian yang menjadi bagian dari identitas Salafi, tetapi juga penggunaan bahasa Arab. Adapun kosa kata yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari adalah penggunaan kata akhi dan ukhti yang berarti saudara laki-laki dan saudara perempuan. Menariknya, panggilan ini tidak hanya untuk membedakan seorang laki-laki dan yang lain adalah seorang perempuan. Lebih dari itu, ada muatan ideologis yang menjadi rasionalitas dari penggunaan kata akhi dan ukhti.Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, menggunakan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara purpossive sampling, yaitu dengan memilih informan berdasarkan kriteria tertentu yang sudah peneliti tentukan, baik dari pengurus masjid Ibnu Sina (takmir/takmirah) maupun dari pengurus Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta serta anggota kajian. Dalam hal ini peneliti mengambil 12 orang sebagai sampel sekaligus menjadi informan. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam (field interview), serta mengumpulkan data berupa foto, majalah, buku, videomaupun website yang menjadi rujukan resmi dari subyek yang diteliti. Dengan menggunakan kerangka analisis teori identitas melalui bahasa menurut Julia Kristeva, peneliti menemukan bahwa bahasa merupakan media penting dalam proses rekonstruksi dan reproduksi identitas yang terjadi secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian melalui pengalaman subyektif sebagai serang muslim semasa kecil, pencarian identitas menjadi anggota Komunitas Salafi merupakan satu bentuk penguatan kembali identitas yang dulunya sudah pernah melekat dari pengalaman di masa lampau sebagai seorang muslim. Mengenai penggunaan bahasa akhi/ikhwan dan ukhti/akhwat peneliti menggunakan teori bahasa menurut Pierre Bourdieu. Penggunaan kata-kata tersebut terus mengalami reproduksi sebagai bentuk dari symbolic form melalui forum-forum kajian, percakapan sehari-hari dalam internal anggota gerakan Salafi yang melibatkan teman kajian dan para ustadz serta melalui berbagai tulisan dari media cetak maupun media online. Proses objectification symbol sebagai bentuk kesepakatan kolektif dari makna dan konteks penggunaan kata akhi dan ukhti kemudian digunakan sebagai media penguatan identitas ke dalam, dan sebagai bentuk kontrol antar sesama anggota agar senantiasa ingat dan mengamalkan Islam sebagaimana salaf ash-shalih. Akhirnya dari penggunaan kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus dari generasi ke generasi, adalah bentuk dari penstrukturan simbol (structured structure), dampaknya secara simbolis membentuk sebuah makna atas liyan, yaitu mereka yang berbeda dalam praktik dan pandangan agama dan secara ideologis masuk dalam agenda obyek dakwah.

This thesis aimed at describing Salafy community. As a religion community, Salafis wanted theological practices as it was in the rightous ancestor(salaf ash-shalih) era. In fact, the theological practices were portrayed not only in the way of wearing dresses, but also in practicing Arabic language during communicating within the community.They called each other with Akhi/Ukhti (brother/sister) in daily conversation. Interestingly, this calling did not merely distinguish man and woman. But, there was an ideological charge that became the rationality to use the term of Akhi/Ukhti. This research was a field research that use qualitative approach. The data were collected by purposive sampling, selecting informants based on certain criteria, either from the board of Ibnu Sina (takmir / takmirah) mosque or from the da'wah institution of the Faculty of Medicine "Kalam" and the members of the discussion group (kajian). In this case, the researchers took 12 people both as samples and informants. The data collection technique was observation and in-depth interviews (field interview), and collecting data in the form of photos, magazines, books, videos and websites that became the official reference of the subjects studied. Using the theoretical analysis framework of language theory by Julia Kristeva, researchers found that language is an important medium in the process of reconstruction and reproduction of identity that occur continuously in everyday life. Akhi/Ukhti calling was considered as the form of reconstructing their Muslims identity that had been owned. Regarding the use of language Akhi/Ikhwan and Ukhti/Akhwat, researchers employed the theory of Pierre Bourdieu. The use of these words continued to reproduce as symbolic form through discussion groups, daily conversations among community members, including ustadz, moderator and members. It was also produced through various print and online media. Objectification symbol process forms a consensus of meaning and context for using the word Akhi/Ukhti. The symbol was then used as identity strengtening media inside. Furthermore, it was used as control system within community so that they always remember and practice Islam as Salaf Ash-shalih era. The use of those words in daily conversation and every generation was called Structured Structure, from generation to generation. As the consequence, it symbolically represented the definition of other. They are practicing and viewing religion different way from Salafi community, and then ideologically included in dakwa object agenda.

Kata Kunci : Komunitas Salafi, Identitas, Bahasa


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.