Hak Sipil dan Politik Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (Studi Kasus Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2017 bagi Warga Binaan Pemasyarakatan asal Kabupaten Kulon Progo di Lapas Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta)
ALFUTRA EGAN WIBOWO, Miftah Adhi Iksanto
2017 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)Penelitian ini akan memaparkan tentang pemenuhan hak-hak sipil dan politik dari narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) II A Wirogunan Yogyakarta terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2017. Fokus penelitian diarahkan ke pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 di Lapas Wirogunan, tentang bagaimana pemerintah yang diwakili pihak Lapas dan KPU menjamin hak sipil dan politik -tertutama tentang hak pilih- kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang kebetulan ditahan di luar daerah asalnya selama pelaksanaan Pilkada. Oleh karenanya subjek penelitiannya adalah WBP asal Kabupaten Kulon Progo yang selain cukup banyak ditahan di Lapas Wirogunan, mereka juga seharusnya dapat mengikuti Pilkada Kabupaten Kulon Progo yang juga termasuk dalam Pilkada Serentak 2017. Dengan menggunakan asas Hak Sipil dan Politik yang seharusnya dimiliki seluruh manusia, konsep Pemasyarakatan yang menjadi sistem pelaksanaan kepenjaraan di Indonesia, serta Pemilihan Kepala Daerah Langsung yang memiliki beberapa asas dan standar dalam pelaksanaannya menjadi titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah dalam penelitian yang dijalankan ini. Penelitian lalu dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode studi kasus di Lapas Wirogunan. Teknik pengumpulan data langsung yang digunakan adalah observasi dan wawancara kepada petugas Lapas, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan beberapa WBP asal Kabupaten Kulon Progo -dan yang berasal dari Kota Yogyakarta sebagai perbandingan- yang sudah lebih dahulu diizinkan oleh pihak yang berwenang di Lapas Wirogunan. Hasil temuan dari penelitian ini adalah hak pilih bagi WBP asal Kabupaten Kulon Progo tidak diberikan meski seharusnya mereka dapat mengikutinya. Baik pihak Lapas, KPUD, dan pemerintah secara umum tidak mempunyai solusi konkrit untuk mengatasinya dan cenderung saling melempar tanggung jawab. Hal ini juga diperparah dengan pengadaan hak sipil dan politik selain dari hak memilih yang meski mayoritas dari hak-hak untuk WBP diberikan secara baik, beberapa diantaranya masih belum diberikan secara maksimal. Hal ini bisa dilihat misalnya dari hak politik seperti hak untuk berpartai ataupun kegiatan kepartaian lainnya yang dijauhkan baik itu di waktu biasa maupun disaat masa Pilkada oleh pihak Lapas Wirogunan. Pihak yang berwenang di Lapas cenderung anti-politik bagi narapidananya demi menjauhkan konflik di dalam Lapas. Kesimpulan dari seluruh penelitian ini adalah pemenuhan hak sipil dan politik di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang terkait dengan Pilkada Serentak 2017 untuk WBP asal Kabupaten Kulon Progo adalah kurang baik, terutama bagi pemberian hak politik yang justru sama sekali tidak diberikan.
This research will present the fulfillment of civil and political rights of prisoners in Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) II Wirogunan Yogyakarta about the regional election (Pilkada) in 2017. Focus of the research is directed to the implementation of Pilkada 2017 in Wirogunan Prison, on how the government that represented by the prison and the KPU guarantees civil and political rights -the right to vote in particular- to the Prisoners of Corrections (WBP) who happened to be detained outside their home areas during the elections. Therefore the subject of his research is the WBP from Kulon Progo Regency which besides quite a lot of them detained in Wirogunan Prison, they should also be able to participate in the election of Kulon Progo Regency which is also included in Pilkada 2017. By using the principle of Civil and Political Rights that should be owned by all human, the concept of Pemasyarakatan which is the system of imprisonment in Indonesia, and the Direct Local Head Election (Pilkada Langsung) which has several principles and standards in its implementation, all of them become the foundation of thinking in solving or highlighting the problems in this research. This research was conducted using qualitative research type with case study method in Wirogunan Prison. Direct data collection techniques used were observation and interviews to prison officers, the Regional General Election Commission (KPUD) and some WBP from Kulon Progo Regency -and also prisoners who came from the city of Yogyakarta as a comparison- which had been previously authorized by the authorities in Wirogunan Prison . The findings of this study are the right to vote for WBP from Kulon Progo Regency is not given although they should be able to participate in it. Prison, the KPUD, and the government in general have no concrete solutions to overcome them and tend to throw responsibility at each other. This is also exacerbated by the implementation of civil and political rights other than the right to vote which, although the majority of the rights to WBP are well given to them, some of the rights have not been fully provided. This can be seen for example, political rights such as the right to join a political party or join political party’s activities are not allowed and the prison kept that away either in ordinary time or during the election period by the prison Wirogunan. The authorities in prison tend to be anti-political for their prisoners to keep any potential conflict away from the prison. The conclusion of this research is the fulfillment of civil and political rights in Lembaga Pemasyarakatan Class II A Wirogunan Correctional Institution in connection with the Pilkada 2017 for prisoners from Kulon Progo Regency is not good enough, especially political right that simply hasn’t been given to them at all.
Kata Kunci : politik, penjara, narapidana, Pilkada, hak sipil, hak politik