Laporkan Masalah

Variasi dialektikal bahasa Bali di daerah transmigrasi Lampung Tengah

DHANAWATY, Ni Made, Promotor Prof.Drs. M. Ramlan

2002 | Disertasi | S3 Ilmu-ilmu Humaniora

Bahasa Bali tidak saja digunakan di Bali, tetapi juga di beberapa daerah lainnya di Indonesia, tempat masyarakat Bali tinggal dan membentuk sebuah komunitas bahasa yang berbeda dengan di Bali. Salah satu di antara daerah tersebut adalah Lampung Tengah. Bahasa Bali di Lampung Tengah hidup berdampingan dengan beberapa bahasa daerah. Keberdampingan dalam waktu yang relatif lam menyebabkan bahasa Bali tidak dapat menghindarkan diri dari kontak dengan bahasa-bahasa di sekitarnya. Kontak dengan bahasa lain dan juga kontak lek di antara tiga lek dominan yang menjadi fokus penelitian ini -1ek Tabanan, Nusa Penida, dan lek Karangasew dianggap sebagai sumber variasi dalam bahasa Bali di Lampung Tengah. Penelitian ini mencoba mengkaji variasi bahasa Bali di Lampung Tengah pada tataran fonologis dengan tujuan untuk melihat persebaran variasi fonologis berdasarkan dimensi geografis dan dimensi sosial dan menelusuri faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya variasi. Untuk mencapai tujuan itu, penelitian ini menerapkan teori dialektologi yang ditunjang oleh teori linguistik struktural, teori prototipe, dan teori akomodasi komunikasi. Data dikumpulkan melalui metode penelitian lapangan, kemudian dianalisis melalui metode distribusional. Hasil anaiisis disajikan melalui metode formal dan informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Bali di Lampung Tengah secara fonologis berbeda dengan bahasa Bali di daerah asalnya di Bali. Keberbedaan ini tercermin pada variasi distribusi dan realisasi fonem. Variasi-variasi itu sebagian besar muncul karena adanya kecenderungan berakomodasi pada penutur bahasa Bali di Lampung Tengah. Kecenderungan berakomodasi tertinggi di daerah itu terdapat pada penutur lek Nusa Penida, kelompok usia muda, di desa Rama Dewa. Perilaku akomodatif mereka menyebabkan terjadinya suatu perbedaan besar dengan lek yang sama di daerah asalnya. Hal ini menyebabkan perbedaan terbesar terdapat di antara kelompok usia muda di desa Rama Dewa dan lek Nusa Penida di daerah asal. Arah akomodasi antarlek paling banyak tertuju ke lek Karangasem, sedangkan arah akomodasi antarbahasa paling banyak tertuju kepada bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada saat akomodasi, pewicara memodifikasi tuturannya secara fonologis sehingga menjadi semakin mirip dengan lek mitra wicara. Dalam pada itu terjadi berbagai proses fonologis, antara lain: merger dan split alofonik, asimilasi, segmentalisasi dan desegmentalisasi, geminasi, aspiratisasi, disimilasi, metatesis, kontaminasi, fusi, prenasalisasi, pengawasuaraan (devoicina), penyuaraan (voicina) pematahan vokal (hreaking vowel), aferesis, sinkope, apakope,protesis, efentesis, paragog. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya akomodasi bahasa di Lampung Tengah. Faktor-faktor tersebut antara lain untuk (1) meningkatkan efektivitas komunikasi, (2) mengurangi jar& sosial di antara peserta wicara. (3) menghapuskan stigma, (4) meningkatkan prestasi dan prestise, (5) mengurangi formalitas tutur (6) meningkatkan formalitas tutur, (7) meningkatkan kesantunan tutur. Hail penelitian menunjukkan bahwa di daerah-daerah multilingual dan multilektal, seperti Lampung Tengah, sulit ditentukan apakah sebuah varietas merupakan sebuah subdialek, dialek, ataukah bahasa. Perangkat metodologis untuk pengelompokan variasi bahasa, seperti metode berkas isoglos dan dialektometri tidak dapat diterapkan karena perubahan bahasa sedang berlangsung atau sedang berada dalam proses. Di dalamnya, banyak ditemukan perubahan bunyi yang bersifat gradual, baik yang bersifat gradual secara fonetis maupun secara leksikal. Terkait dengan ha1 ini, teori akomodasi cukup relevan untuk menganalisis variasi bahasa Bali di Lampung Tengah. Teori ini amat bermanfaat untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana terjadinya perubahan bahasa di daerah-daerah multilingual dan/atau multilektal.

Balinese is spoken not only in Bali, but also other parts of Indonesia where Balinese live together forming a distinct speech community. One such place is in Central Lampung. The Balinese language is found there along with a number of other regional languages with which it inevitably has come into contact. This contact between Balinese and the other languages found there and also the contact between the three dominant lects of Balinese investigated in this study - Tabanan, Karangasem and Nusa Penida - have been identified as sources of variation within the Balinese used by speech communities in Central Lampung. This research attempts to study variation in these three lects of Balinese found in Central Lampung at the level of phonology in order to see the spread of phonological variation found both in the geographical and social dimensions and identi@ the factors which can be implicated as causes of this variation. In order to achieve these goals, the research applies theory from dialectology which is supported by structural linguistics, prototype, and accommodation theory. The data was gathered using field research methodology, and then analyzed using the distributional method. The results of the analysis are presented using both formal and informal methods. The results show that Balinese in Central Lampung differs phonologically fiom the Balinese used in Bali itself. Two kinds of variation have been observed are (1) distributional variation, and (2) variation of phoneme realization. A large part of this variation appears because of the tendency among Balinese speakers in Central Lampung to accommodate towards the speech of their interlocutor. The strongest evidence of this accommodative behavior is found in younger speakers of the Nusa Penida lect living in the Rama Dewa village in Central Lampung. Their accommodative behavior also results in a large distance fiom the same lect found in Bali, the largest distance of all such pairs of lects described in this study. Accommodation between lects has predominantly moved in the direction towards the Karangasem lect, while accommodation between languages has moved primarily towards Indonesian and Javanese. The study identified that, during accommodation, speakers mod* their utterances in a number of ways phonologically so they become closer to the lect of the listener. Among these are: allophonic merger and splitting; assimilation and dissimilation; segmentalization and desegmentalization; germination; aspirationalization; metathesis; contamination; fusion; prenasalization; voicing and devoicing; vowel breaking; apheresis; syncope and apacope; prothesis, ephenthesis and paragoge. The study identified a number of causes of language accommodation in Central Lampung, all of which stemmed from speaker intention. These included the desire to (1) increase communicative effectiveness, (2) decrease social distance between speakers, (3) erase social stigma, (4) increase social prestige, (5) increase or decrease the formality of utterances, and (6) to increase the politeness of utterances. This research shows, it is dif€icult to decide whether a language variety should be defined as a subdialect, a dialect or a language in multilingual and multilectal area like Central Tengah. The methodological tools --such as isogloss bundles and dialectometry-- for classifjing language variation couldn’t be applied because in that area language change is in progress. There are many gradual sound change on it, either phonetically or lexically gradual. For this case, it is relevan to apply accommodation theory for analyzing language variation within Balineese in Central Lampung. This theory being of benefit in explaining how and why language change in multilingual andor multilectal areas occurs.

Kata Kunci : Bahasa Bali,Dialektikal,Daerah Transmigrasi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.