State, Identity, and Discourse: Analysis of Indonesia's Identity on Death Penalty in Jokowi's Era

TADZKIA NURSHAFIRA, Dr. Maharani Hapsari, S.IP., M.A.

2017 | Skripsi | S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Penelitian ini berusaha menganalisis kontestasi diskursus di balik keputusan Indonesia untuk melaksanakan hukuman mati yang berujung pada upaya afirmasi identitas Indonesia sebagai sebuah negara. Penelitian ini berasumsi hukuman mati tidak seharusnya dianggap ada begitu saja sebagai kewajiban yang secara statis harus dilakukan oleh negara: ia adalah produk kontestasi antar makna yang berupaya menjadikan interpretasinya atas hukuman mati hegemonik dan, pada akhirnya, dianggap sebagai sebuah keputusan yang netral. Pencarian diskursus yanng beroperasi di balik keputusan Indonesia memiliki kaitan dengan identitas Indonesia karena alasan dan motif dalam pelaksanaan hukuman mati berubah dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh kondisi dan konteks material serta diskursus yang berkontestasi di antara aktor-aktor pengambil keputusan, dan dideterminasi oleh posisi Indonesia di tengah komunitas Internasional. Penelitian ini berargumen bahwa tujuan pelaksanaan hukuman mati di Indonesia memiliki keterkaitan dengan kepentingannya untuk menunjukkan karakter negara yang kuat dan koersif dan, di saat yang sama, dipengaruhi oleh--atau, adalah produk dari--suatu diskursus spesifik mengenai kedaulatan negara. Penelitian ini menggunakan diskursus analisis dan teori Identitas dari Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe sebagai kerangka teoretik yang dianggap dapat mempermudah analisis tujuan Indonesia dalam hukuman mati. Menggunakan pembacaan bahasa dan teks, analisis diskursus dapat melihat kontestasi makna hingga menjadi hegemonik dalam mengerangkai eksekusi. Teori ini meletakkan identitas sebagai sesuatu yang tidak stabil dan tidak pernah lengkap, sehingga kontestasi, artikulasi, dislokasi, strategi politik, hingga eksklusi dari makna alternatif menjadi karakteristik utama yang mengonstuksi posisi Indonesia sebagai subjek. Penelitian ini, pada akhirnya, berargumen bahwa keputusan Indonesia dalam hukuman mati adalah produk politis dari diskursus yang selalu terbuka untuk rekonstruksi pemaknaan di masa depan.

This research basically aims to analyze discourse that were operating behind the decision of Indonesia to execute death penalty which lead to the affirmation of identity of Indonesia as a state. This research assumes that death penalty should not be taken for granted as an obligation that must be done by a state: it is a product of contestaion between meanings that try to strive for their interpretation towards death penalty to be hegemonic and, later on, seen as something given and neutral. The search for operating discourse has something to do with Indonesia's identity because the reason and motive of Indonesia in executing are changing from time to time, influenced by plenty of discourses which play around Indonesia's decision maker, and the most noteworthy point: influenced by Indonesia's position as a state among international community, considering responses that Indonesia launched in responding plentiful condemnations from international actos. For this shake, this research argues that Indonesia's objective in doing death penalty relates with its interest as a state among international world: a need to perform a specific and strong character of state. Thus, death penalty is no more than an effective tool which is politically used to gain those objectives and, in return, is also influenced by and product of specific discourse about sovereignty of state. This research uses discourse analysis and identity theory from Ernesto Laclau and Chantal Mouffe as a theoretical framework that were considered able to ease the effort in analysing what Indonesia really aim in death penalty. Using the reading of language and text, discourse analysis will help to break down the discourses which operates at stake behind those statements and decisions and how the discourses able to be hegemonic among decision makers to give meaning to the execution. Putting identity as unstable and incomplete, this research attempts to see the contestation, articulation, dislocation, political strategy, and exclusion of any alternatives meaning in constructing Indonesia's subject position for executing death penalty. At last, this research endeavors to show that Indonesia's decision in doing death penalty is basically a product of relentless political tension between discourses which is open to a further reconstruction.

Kata Kunci : hukuman mati, identitas, diskursus, kontestasi, hegemoni/death penalty, identity, discourses, contestation, hegemony