Laporkan Masalah

Pengaruh budaya 'priyayi' dan tari Jawa terhadap perkembangan tari Sunda

NARAWATI, Tati, Promotor Prof.Dr. R.M. Soedarsono

2002 | Disertasi | S3 Ilmu Budaya

Dalam dunia tari Sunda banyaksekali bentuk-bentuk tari, yang apabila diamati secara sepintas, memiliki kemiripan dengan bentuk-bentuk tari Jawa. Kemiripan itu terutama terdapat pada tari-tarian yang dahulu berkembang di kalangan istana Cirebon serta di kalangan kaum menak di kabupaten-kabupaten Priangan. Perkembangan semacam ini sampai kini masih jelas kelihatan. Secara garis besar, genre-genre tari yang tampak kemiripannya dengan tari Jawa terdapat pada topeng dalang Cirebon, topeng babakan Cirebon, wayang wong Cirebon, ibing keurseus Priangan, wayang wong Priangan, tari wayang Priangan, karya-karya Tjetje Somantri, serta karya-karya Indrawati Lukman. Fenomena semacam ini sangat menarik untu kditeliti, apakah dalam perkembangannya Tari Sunda benar-benar mendapat pengaruh besar dari budaya “Priyayi” dan tari Jawa. Namun, mengapa tari Sunda selalu tetap menyandang predikat sebagai tari Sunda, dan bukan tari Jawa gaya Sunda. Disertasi ini merupakan upaya untuk membuktikan, bahwa penagruh budaya “priyayi” dan Tari Jawa terhadap Tari Sunda memang cukup besar, dan berjalan berabad-abad sejak masa Majapahit abad ke-14 sampai zaman Mataram Islam abad ke-17, bahkan, sampai paro pertama abad ke-20. Pengaruh itu bukan semata-mata karena adanya kontak budaya tetapi semula lebih merupakan kontak politik, yang diawali sejak kerajaan Majapahit di bawah pimpinan Mahapatih Gadjah Mada, yang melebarkan sayap kekuasaannya ke seluruh wilayah kepulauan Nusantara pada abad ke-14, dan kemudian upaya Sultan Agung raja Mataram terbesar di tengah pertama abad ke-17 untuk melebarkan wilayahnya sampai ke Jawa Barat. Oleh karena, baik Majapahit maupun Mataram dalam bidang budaya termasuk tari yang berkembang di kalangan bangsawan memiliki ‘keunggulan’, akibatnya mengalirlah pengaruh itu ke Jawa Barat. Pengaruh itu bahkan, terus berlanjut sampai paro abad ke-20 walaupun Jawa Barat secara politis sudah terlepas dari Jawa Tengah. Hanya saja, karena pengaruh budaya ‘priyayi’ dan Tari Jawa yang berasal dari etnis Jawa yang introver ke etnis Sunda yang agak ekstrover serta ciri etnis Sunda yang lebih aktif dan kreatif dari etnis Jawa, hasilnya adalah Tari Sunda dan bukan Tari Jawa gaya Sunda. Untuk membedah masalah-masalah di atas diperlukan sekali penelitian yang menggunakan pendekatan etnokoreologi, yang dalam kiprahnya diperlukan barbagai teori serta konsep disiplin-disiplin sejarah, sosiologi, antropologi, linguistic, semiotic, ikonografi dan phisiognomi bahkan, jugaperbandingan ini berarti behwa penelitian in bukan saja mengamati dan membandingkan bentuk-bentuk Tari Sunda dan Tari Jawa sebagai teks tetapi juga mengamati bentuk-bentuk itu dari sisi konteksnya. Dengan demikian, penelitian ini merupakan kombinasi antara penelitian tekstual dan kontekstual. Oleh karena seni pertunjukan menurut Marco de Marinis merupakan seni yang memiliki lapis-lapis yang cukup banyak jumlahnya maka, lapis-lapis yang memerlukan sekali pendalaman tesendiri seperti filologi dalam drama tari dan music sebagai iringan tari yang memerlukan pengetahuan tersendiri, tidak menjadi perhatian khusus. Keduanya masih merupakan peluang bagi peneliti lain untuk menekuninya.

Available in Fulltext

Kata Kunci : Tari Sunda, Budaya Priyayi dan Tari Jawa


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.