Sengketa tanah di daerah transmigrasi :: Studi kasus di pemukiman transmigrasi Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara
KARSADI, Promotor Prof.Dr. Sunyoto Usman, MA
2002 | Disertasi | S3 Ilmu SosiologiMeningkatnya intensitas sengketa tanah dan kekerasan di beberapa unit pemukiman transmipi di Kabupaten Kendari telah menimbulkan hubungan sosial antara penduduk asli dan transmigran menjadi kurang harmonis. Kondisi itu perlu =gem diselesaikan agar tidak menimbulkan kerugian dan korban yang lebih besar. Masalah utama yang hendak dijawab melalui studi ini adalah apa makna perlawanan dan kekerasan kolektif penduduk asli terhadap transmigran dalam kasus sengketa tanah di daerah transmigrasi. Pertanyam selanjutnya adalah sampai seberapa besar pemehtah mexnberikan kontribusi terhadap konflik itu. Studi ini bertujuan && menjelaskan makna konflik antara penduduk asli dengan transmigran yang berkaitan dengan berbagai -or sosid budaya, sosial ekonomi, dan campur tangan pernerintah dalm pelaksanaan transmigrasi. Selain menjelaskan makna konflik, studi ini juga bertujuan untuk menemukan be- solusi penyelesaiannya. Studi ini dilakukan di enam lokasi pemukiman transmigrasi, yaitu UPT Uepai, UPT Tmea Lama, UPT Unaaha, UPT Epeea, UPT Roraya, dm VpT Wawotobi. Studi ini adalahfield research yang lebih bersifat kasuistis. Telazik pengumpulan data dilakukan melalui indepth interview. Informan dalm penelitian ini adalah semua pihak yang terlibat dalam konflik itu, yaitu b e d dari k&ngan penduduk asli, transmigran, unsur a p t pemerintah daerah, pihak Manajemq PT.Agromete Pranatani, dan pendatang etnis Bugis. Analisis data dilakukan secara kual Beberapa temuan utama dalam ini sldalah sebagai berikut. Pertamu, sengketa tanah di daerah transmipi di Kabupaten Kendari melibatkan berbagai pihak atau kelompok m a s y h t . Sengketa tanah yang paling krusial terjadi antara penduduk asli dengan transmigm hens telah menimbulkan aksi kekerasan terhadap transmigran. Akibat konflik hi, selain menimbulkan korban jiwa di pihak transmigran, juga sebagian transmigrim tel& kehilangm lahan pertaniannya. dipakai untuk lokasi transmipi. Bentuk represif yang menonjol adalah intimidasi berupa stigmatisasi eks-PKI, anti pembangunan dan melawan pemerintah. Keempat, dalam konteks sosial budaya, penyiapan areavlahan untuk pemukiman dan pertanian transmigran yang dilakukan pemerintah telah menimbulkan hilangnya hak ulayat dan tanah-tanah adat milik penduduk asli. Akibatnya, saat ini penduduk asli tidak dapat melakukan kegiatan pertanian tradisional yang telah menjadi tradisikebiasaan mereka secara turun menurun. Kelimu, dalam konteks sosial ekonomi, hilangnya hak ulayat dan tanah-tanah adat menimbubn hilangnya mata pencahanan keluarga di kalangan penduduk asli karena selama ini mereka memanfgMkan hak ulayat dan tanah adat tersebut untuk bercocok tanam. Akibatnya, kondisi sosial ekonomi penduduk asli menjadi sangat marjinal. Keenam, penyelesaian berbagai kasus sengketa tanah dan kekerasan kolektif yang dilakukan penduduk asli terhdap transmigran sukar membuahkan hasil karena solusi yang dilakukan pemerintah memiliki banyak kelemahan. Sdah satu kelemahan yang sangat mendasar adalah solusi itu tidak konsisten Secara formal, pemerintah menyatakan bahwa tanah yang menjadi objek sengketa adalah milik transmigran, tetapi di depan penduduk asli selalu menyatakan bahwa tarzah itu milik mereka. Negara menurut Weber adalah satu-qatunya lembaga yang memiliki keabsahan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap nkyatnya. Secara teoritis, ketika negara melakukan tindakan kekerasan atau penindasan, maka tindakaan negara itu akan mendapat perlawanan langsung dari raky-ya baik dalam bentuk protes sosial, gerakan sosial menentang pemerintah maupun pembehntakan. Dalam konteks sengketa tanah dan kekerasan di daed transmigrasi, tindakan negara yang represif terhadap penduduk asli tidak mendapat perlawanan hgsung. Perlawanan penduduk asli terhadap negara yang represif justru diwujudkan dalam h t u k aksi kekerasan terhadap transmigran sebab anggapan mereka transmigran itu adalah qresentasi penguasa. Kedua, sengketa tanah dan kekerasan didwrah trausmigrasi berhubungan dengan adanya perbedaan pemahaman antara pemerintah hgan penduduk asli mengenai kebemdaan hak ulayat dan tanah-tanah adat. Tanah-tamh yang dhasai penduduk asli itu tidak memiliki sertipikat. Penguasaan tanah seperti itu dijadikan alasan pemerintah untuk menyatakan bahwa tarmh-tanah itu merupakan tanah negara. Sementam itu, penduduk asli tetap menganggap bahwa tanah-tanah itu masih menjadi @an hak ulayat dan tanahtanah adat sebamana diakui dan dilindungi oleh hukum adat. Ketigu, tindakan rejmsif pemerintah dalam menyiapkan lahardareal bagi pemukiman dan pertanian transmignSn berupa penggusm lahan pertantan lokal secara paksa, htimidasi, dan penangkapan beberapa orang penduduk asli yang tidak setuju lahan pertaniannya
Available in Fulltext
Kata Kunci : Konflik Pertanahan,Masyarakat Transmigran