Pemikiran Jenderal Soedirman Mengenai Hubungan Sipil Militer di Era Revolusi Indonesia
SATRIA TRIPUTRA W., Nur Azizah, S.I.P., M.Sc.
2017 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)Studi ini berusaha mengungkap dan memahami pemikiran politik Jenderal Soedirman mengenai hubungan sipil dan militer. Soedirman, di awal masa kemerdekaan menjelma sebagai Panglima Perang Republik yang memimpin perang semesta gerilya bersama rakyat. Kondisi revolusi saat itu memaksa peran militer dan peran sipil saling berkelindan satu sama lain. Tidak mengherankan, hubungannya dengan pemimpin sipil dipenuhi dengan konflik sipil-militer tingkat tinggi yang memaksanya harus cermat dalam menempatkan diri. Namun hingga saat ini gambaran mengenai Soedirman selalu direproduksi sebagai sosok berdisiplin militer tinggi. Sangat minim tulisan yang mencoba menjelaskan sikap dan posisi Soedirman serta mendudukkannya dalam pusaran konflik elit saat itu melalui pemikirannya. Pergulatan pemikirannya bahwa merdeka harus 100% dihadapkan pada realitas strategi diplomasi pemimpin sipil menjadi menarik untuk dikaji. Maka studi ini berusaha menjawab kegelisahan tersebut melalui pertanyaan bagaimanakah pemikiran politik hubungan sipil-militer Soedirman pada masa revolusi Indonesia. Metode yang dipakai dalam studi ini adalah Historiografi yang memungkinkan penulis merekonstruksi sejarah Soedirman. Historiografi digunakan untuk menjelaskan sejarah Soedirman sebagaimana dikisahkan, untuk menangkap dan memahami sejarah Soedirman sebagaimana terjadinya. Metode ini sekaligus untuk menemukan epifani (titik balik kehidupan) nasionalisme, militer dan politik Soedirman yang menjadi dasar pembentukan pemikirannya mengenai hubungan sipil dan militer. Pemikiran politik Soedirman ini dikerangkai dengan teori orientasi sipil-militer Amos Perlmutter dan teori hubungan sipil-militer Samuel Huntington. Teori orientasi sipil-militer Amos Perlmutter memandu penulis untuk melihat tingkah laku politik institusi militer yang dibangun Soedirman. Tingkah laku politik inilah yang dikelola Soedirman untuk berinteraksi dengan pemimpin sipil dan dianalisa melalui teori hubungan sipil-militer Samuel Huntington untuk mendudukkan posisi Soedirman. Temuan di dalam studi ini menunjukkan bahwa institusi militer yang dibangun Soedirman tergolong unik dalam masa revolusi, yakni sebagai prajurit revolusioner yang bebas dari campur tangan politik. Uniknya, aktivitas sipil remajanya justru paling mempengaruhi proses pembentukan orientasi militernya. Orientasi militer ini, dibawa Soedirman untuk berinteraksi dengan pemimpin sipil dalam bentuk kontrol sipil objektif, dimana ia mengharapkan pemimpin sipil mengakui adanya otonomi yang sah bagi militer untuk mengelola pertahanan dan keamanan negara. Namun pada kenyataannya, sebagian pemimpin sipil kala itu menafikannya. Pemikiran Soedirman ini sejatinya merupakan refleksi perjalanan remaja Soedirman dalam memaknai nasionalisme, militer dan politik. Pengalaman ini kemudian bertemu dengan pemimpin sipil dan berkontestasi dengan tujuan mempertahankan kemerdekaan. Karena pemikirannya ini, menempatkan dirinya menjadi sosok Jenderal �Lastig�, alias Jenderal yang susah dikendalikan. Soedirman menjelma menjadi seorang Jenderal yang cerdik, mengambil posisi politik yang sangat mudah berdekatan dengan siapapun aktor revolusi yang sejalan dengan kepentingannya dalam mempertahankan kemerdekaan 100% tanpa kompromi.
Studi ini berusaha mengungkap dan memahami pemikiran politik Jenderal Soedirman mengenai hubungan sipil dan militer. Soedirman, di awal masa kemerdekaan menjelma sebagai Panglima Perang Republik yang memimpin perang semesta gerilya bersama rakyat. Kondisi revolusi saat itu memaksa peran militer dan peran sipil saling berkelindan satu sama lain. Tidak mengherankan, hubungannya dengan pemimpin sipil dipenuhi dengan konflik sipil-militer tingkat tinggi yang memaksanya harus cermat dalam menempatkan diri. Namun hingga saat ini gambaran mengenai Soedirman selalu direproduksi sebagai sosok berdisiplin militer tinggi. Sangat minim tulisan yang mencoba menjelaskan sikap dan posisi Soedirman serta mendudukkannya dalam pusaran konflik elit saat itu melalui pemikirannya. Pergulatan pemikirannya bahwa merdeka harus 100% dihadapkan pada realitas strategi diplomasi pemimpin sipil menjadi menarik untuk dikaji. Maka studi ini berusaha menjawab kegelisahan tersebut melalui pertanyaan bagaimanakah pemikiran politik hubungan sipil-militer Soedirman pada masa revolusi Indonesia. Metode yang dipakai dalam studi ini adalah Historiografi yang memungkinkan penulis merekonstruksi sejarah Soedirman. Historiografi digunakan untuk menjelaskan sejarah Soedirman sebagaimana dikisahkan, untuk menangkap dan memahami sejarah Soedirman sebagaimana terjadinya. Metode ini sekaligus untuk menemukan epifani (titik balik kehidupan) nasionalisme, militer dan politik Soedirman yang menjadi dasar pembentukan pemikirannya mengenai hubungan sipil dan militer. Pemikiran politik Soedirman ini dikerangkai dengan teori orientasi sipil-militer Amos Perlmutter dan teori hubungan sipil-militer Samuel Huntington. Teori orientasi sipil-militer Amos Perlmutter memandu penulis untuk melihat tingkah laku politik institusi militer yang dibangun Soedirman. Tingkah laku politik inilah yang dikelola Soedirman untuk berinteraksi dengan pemimpin sipil dan dianalisa melalui teori hubungan sipil-militer Samuel Huntington untuk mendudukkan posisi Soedirman. Temuan di dalam studi ini menunjukkan bahwa institusi militer yang dibangun Soedirman tergolong unik dalam masa revolusi, yakni sebagai prajurit revolusioner yang bebas dari campur tangan politik. Uniknya, aktivitas sipil remajanya justru paling mempengaruhi proses pembentukan orientasi militernya. Orientasi militer ini, dibawa Soedirman untuk berinteraksi dengan pemimpin sipil dalam bentuk kontrol sipil objektif, dimana ia mengharapkan pemimpin sipil mengakui adanya otonomi yang sah bagi militer untuk mengelola pertahanan dan keamanan negara. Namun pada kenyataannya, sebagian pemimpin sipil kala itu menafikannya. Pemikiran Soedirman ini sejatinya merupakan refleksi perjalanan remaja Soedirman dalam memaknai nasionalisme, militer dan politik. Pengalaman ini kemudian bertemu dengan pemimpin sipil dan berkontestasi dengan tujuan mempertahankan kemerdekaan. Karena pemikirannya ini, menempatkan dirinya menjadi sosok Jenderal �Lastig�, alias Jenderal yang susah dikendalikan. Soedirman menjelma menjadi seorang Jenderal yang cerdik, mengambil posisi politik yang sangat mudah berdekatan dengan siapapun aktor revolusi yang sejalan dengan kepentingannya dalam mempertahankan kemerdekaan 100% tanpa kompromi.
Kata Kunci : Kata kunci: nasionalisme, militer, politik, hubungan sipil-militer, kontrol sipil objektif, prajurit revolusioner