Kontestasi Identitas Dayak di Lung Anai; Potret Pergulatan Agama, Pariwisata, dan Ruang Hidup
ASMAN AZIS, Dr. Samsul Maarif
2017 | Tesis | S2 Agama dan Lintas BudayaTesis ini mendiskusikan bagaimana identitas (etnis) bisa dimanfaatkan oleh berbagai kalangan untuk beragam kepentingan. Dalam konteks penelitian ini, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara misalnya menjadikan identitas Dayak Kenyah Lepoq Jalan sebagai basis material utama dalam menetapkan Lung Anai—sebuah kampung kecil yang dihuni oleh orang-orang Dayak Kenyah Lepoq Jalan—, sebagai Desa Budaya (2017) untuk mendongkrak gairah dan kunjungan wisata ke daerah mereka. Dengan bermodalkan predikat Desa Budaya inilah warga Lung Anai memperlebar perjuangannya untuk terus mendapatkan pengakuan yang lebih substansial atas tradisi dan kebudayaan mereka. Kalau rezim pariwisata pemerintah hanya mengakui tradisi tarian dan nyanyian orang-orang Lepoq Jalan ini, maka mereka menuntut agar tradisi perladangan mereka juga diakui oleh pemerintah, dan itu berarti mereka juga harus memiliki lahan perladangan yang memadai. Dan ini juga harus dihormati oleh korporasi-korporasi yang selama ini mengancam ruang hidup mereka. Debat tentang Desa Budaya ini juga membawa mereka ke sejarah masa lalu komunitas Lepoq Jalan ini. Bagaimana mereka harus eksodus dan meninggalkan kampung halaman mereka karena dipaksa oleh peristiwa Ganyang Malaysia 1963 yang berlanjut dengan peristiwa G30S 1965. Dalam proses diaspora inilah orang-orang Lepoq Jalan ini kehilangan segalanya; agamanya, pengetahuannya, tradisi dan kebudayaannya, atas nama modernitas dan pembangunanisme, yang sejatinya telah mengisolasi, memarginalisasi, merampas, bahkan menindas mereka secara terstruktur dengan menggunakan segala perangkat lunak dan keras yang dimiliki oleh negara: ideologi dan tentara. Perjuangan berbasis identitas ini penuh lika-liku dan perjalanannya sangat panjang. Sampai hari ini pun kontestasi dan pertarungan ini masih terus berlangsung. Salah satu kunci kekuatannya adalah mereka harus kembali memperkuat tradisi, pengetahuan, bahkan agama lokal mereka yang selama ini sudah mereka tinggalkan atas nama modernitas, pembangunanisme dan kemajuan. Dalam mengkonstruksi semua ini, penulis meramu berbagai macam teori, khususnya teori identitas, konsepsi subjektivisme dan objektivisme Bourdieu, dan juga teori resistensi petani miskinnya Scott, yang ia sebut senjatanya kaum lemah
This thesis discusses how identity (ethnicity) can be exploited by various circles for various interests. In the context of this research, the Government of Kutai Kartanegara Regency, for example, makes the identity of Dayak Kenyah Lepoq Road as the main material base in establishing Lung Anai-a small village inhabited by Dayak Kenyah Lepoq Jalan-, as a Culture Village (2017) to boost passion and tourist visits to their area. By capitalizing the title of Cultural Village, Lung Anai's people widen their struggle to continue to gain a more substantial recognition of their traditions and culture. If the government's tourism regime only recognizes their dance and singing traditions then they demand that their tradition of shifting is also recognized by the government, and that means they must also have sufficient farmland. In addition, this also must be respected by corporations that have been threatening their living space. This Cultural Village debate also leads them to the past history of the Lepoq Jalan community. How they had to exodus and leave their hometown for being forced by the 1963's Ganyang Malaysia event that continued with the 1965's G30S incident. In this diaspora process the Lepoq Jalan people lost everything; religion, knowledge, traditions and cultures, in the name of modernity and developmentism, which have genuinely isolated, marginalized, deprived, and even suppressed them in a structured manner using all the software and hardware possessed by the state: ideology and army. This identity-based struggle is full of twists and turns very long. To this day the contestation and the fight are still ongoing. One of the key strengths is that they must re-establish their traditions, knowledge, even local religions which they have left behind in the name of modernity, development and progress. In constructing all of this, the author draws on a variety of theories, especially the theory of identity, the conception of subjectivism and Bourdieu objectivism, as well as Scott's resistance theory of poor peasant, whom he calls the weapon of the weak people.
Kata Kunci : Dayak, Desa Budaya, Pariwisata, Agama, Pembangunanisme, Kontestasi Identitas, Perebutan Ruang Hidup