Laporkan Masalah

Filariasis di beberapa daerah endemik di Kalimantan Timur :: Kajian infraspesifik Brugia Malayi penyebab penyakit dan beberapa segi epidemiologinya

SUDJADI, Fransiskus Asisi, Prof.Dr. Sri Oemijati

1996 | Disertasi | S3 Ilmu Kesehatan

Filar ia penyebab filariasis di Kalimantan Timur dari hasil surv i pendahuluan diketahui sebagai varian baru yang berbeda dengan filaria yang telah dikenal: tipe Brugia yang bersifat subperiodik diurna dan nonperiodik (Sudjadi et al., 1982; Sudjadi et al., 1984). Penelitian ini meliputi penduduk, lingkungan dan parasit penyebab penyakit. Dari pemer iksaan morfologi (32 ekor) cacing dewasanya dibandingkan dengan fi l aria kerabat terdekat (25 ekor) B.J:ug·ia. ma.layi subperiodik nokturna ( Kendari ) dan (20 ekor) Brugia pahangi, filaria dapat dinyatakan masi h termasuk dalam spesies yang sama dengan B . malayi atau terpisah dari filaria hewan B. pahangi. Filaria terse but baru dapat dinyatakan sebagai subspesies tersendiri dalam bentuk B. malayi nonperiodik atau aperiodik, terpisah dari bentuk subspesies lama B. malayi subperiodik nokturna ataupun B. malayi periodik nokturna. Di samping itu, dalam konstelasi faktor-faktor ekologis, filar ia B. malayi nonpe r iodik didapatkan telah berada dalam kesatuan tersendiri, sebagai akibatnya epidemiologi filariasis juga berbeda, strategi pengendalian harus berbeda. Filariasis lebih bersifat zoonotik, daerah penyebaran alaminya di lingkungan hutan (deep forest) daerah s 1nar matahari terhalang masuk. Vektor utamanya nyamuk hutan Ha. bonneae yang dikenal bersifat antropozoofilik/ zooantropofilik. Peran hewan liar hospes r eservoi r sebagai sumber penularan lebih besar (dibandingkan dengan bentuk subperiodik dan periodik nokturna ). Penularan penyakit lebih banyak terjadi pada penduduk asli Dayak yang masih hidup mengembara dalam huta n dari berladang berpindah. Seperti dijumpai di Krayan , kecamatan Long Ikis, kabupaten Pasir, mikrofilaremia sangat tinggi, sampai 34,0 %; klinis 29,7 %; elefan tiasis 2,3 %. Demikian pula pada transmigran yang " masuk" hutan berladang berpindah, seperti di Gunungrejo, UPT Petung , kabupaten Pasir. Karen a lebih dekat sebagai parasit hewan . infeksi 8 . rna lay i nonperiodik menimbulkan kelainan klinis akut yang lebih berat (atau lebih sering) , sebaliknya dengan elefantiasis. Terutama pada pendatang baru. penularan penyakit pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan , kelainan klinis yang timbul juga lebih berat. Dari hasil penelitian ini , juga sesuai dengan anjuran WHO (1994) , pengendalian filariasis di Kalimantan Timur perlu difokuskan pad a pengobatan penduduk. Di samping itu p emberian DEC (diethyl carbamazine=hetrasan) lebih disarankan masal dengan cara dosis rendah dan men gutamakan peran serta masyarakat . Penurunan penyakit juga dapat diharapkan dari perubahan lingkungan; alternatif lain yang dapat ditempuh, yaitu sedapat mungki n mengubah perilaku penduduk, bagi penduduk asli Dayal< "keluar·· dari hutan, atau tidak " masuk" hutan bagi pendatang baru.

Kata Kunci : Ilmu Kesehatan,Filariasis Malayi,Cacing Filaria,Brugia Malayi

  1. S2-FKU-2-1996-Fransiskus_asisi_sudjadi-ABSTRACT.pdf  
  2. S2-FKU-2-1996-Fransiskus_asisi_sudjadi-BIBLIOGRAPHY.pdf  
  3. S2-FKU-2-1996-Fransiskus_asisi_sudjadi-TABLEOFCONTENT.pdf  
  4. S2-FKU-2-1996-Fransiskus_asisi_sudjadi-TITLE.pdf