Laporkan Masalah

Kajian penyakit hawar bakteri ubi kayu yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. Manihotis dan mekanisme ketahanan tanaman

SUWARTIJAH, Tjuk, Prof.Dr.Ir. Haryono Semangun

1996 | Disertasi | S3 Ilmu Pertanian

Penyakit hawar bakteri yang disebabkan oleh X, campestris pv. manihotis (Berthet dan Bondar 1915) Dye 1978 merupakan salah satu penyakit yang penting pada ubi kayu dan penyakit tersebut telah tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Intensitas penyakit ubi kayu sangat bervariasi pada tiap daerah, Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh lingkungan, perbedaan virulensi isolat bakteri, dan perbedaan varietas ubi kayu yang ditanam. Hasil survei di lahan menunjukkan bahwa penyakit hawar bakteri terdapat di semua daerah sentra produksi ubi kayu. Intensitas penyakit yang tinggi ditemukan di daerah Lampung dan yang rendah di Wonogiri. Intensitas yang tinggi juga didapatkan pada pertanaman ubi kayu yang diusahakan oleh perusahaan atau yang diusahakan di kebun percobaan. Pada intensitas yang tinggi, patogen dapat menimbulkan gejala mati ujung dan keinatian tanaman. Sebaliknya pada intensitas yang rendah, patogen hanya menyebabkan gejala bercak bersudut pada daun. Hasil isolasi penyebab penyakit yang diambil dari daerah Lampung, Jawa Barat (Bogor), Jawa Tengah (Wonogiri) , dan Jawa Timur (Kediri serta Pacitan) menunjukkan bahwa semua isolat tersebut termasuk X. campestris pv. manihotis dan di antaranya terdapat perbedaan dalam memproduksi asam dari beberapa sumber karbon, hidrolisis gelatin dan pati, serta pembentukan flagel. Di samping itu hasil percobaan membuktikan juga adanya perbedaan virulensi. Rata-rata virulensi isolat yang berasal dari Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan yang berasal dari Jawa. Pengujian juga membuktikan bahwa isolat dari Lampung Tengah dan Jawa Timur mempunyai virulensi tinggi dan yang terendah berasal dari Wonogiri. Dari 246 klon dan 7 varietas pembanding yang diuji di lapangan (Kebun Percobaan Humas Jaya, Lampung) tidak didapatkan klon yang tahan. Intensitas penyakit semua nbi kayu yang diuji berkisar antara 44% yang terendah dan 73% untuk yang tertinggi. Pada pengujian di pot yang dilakukan di luar rumah kaca (Jurusan HPT, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang) dengan inokulasi buatan ternyata ubi kayu yang diuji berbeda-beda ketahanannya terhadap serangan X. campestris pv. manihotis. Analisis regresi tunggal dan sidik lintas menunjukkan bahwa ketahanan ubi kayu terhadap serangan X. campestris pv. manihotis tidak dipengaruhi oleh jumlah mulut kulit daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik kandungan protein daun ubi kayu yang rentan dan yang tahan tidak berbeda nyata. Analisis sidik lintas menibuktikan bahwa kandungan protein, HCN, Ca++, dan kandungan air pada daun juga tidak berpengaruh terhadap ketahanan. Ketahanan ubi kayu terhadap penyakit hawar sangat di pengaruhi oleh kandungan fenol total daun. Berdasarkan analisis sidik lintas pada 10 varietas (Adira 4, SM 944, Lokal ketan, Faroka, Mentega, SM 816, SM 881, SM 879, SM 875, CM 15, Mentega) yang diinokulasi dengan isolat dari Lampung Tengah pengaruh langsung senyawa tersebut dalam menekan serangan patogen sangat besar (Py = - 0,9988). Tampaknya ketahanan ubi kayu terhadap X. campestris pv. manihotis tidak disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitif. Ternyata pengguguran daun dan penebalan dinding sel bukan untuk mempertahankan diri melainkan karena serangan patogen. Pengamatan histologi di batang menunjukkan bahwa akibat serangan X, campestris pv. manihotis jaringan ubi kayu yang rentan dan yang tahan menitnbulkan kerusakan yang sama perbedaannya hanya terjadi pada kecepatan perkembangan penyakit. Kerusakan jaringan yang terjadi meliputi penebalan dinding sel dan pembentukan gel atau gom.

Bacterial blight caused by X. campestris pv. manihotis (Barthet and Bondar 1915) Dye 1978 is consider the most important disease of cassava. The disease has been reported to spread in many cassava growing areas in Indonesia. The disease intensity varies with region. Factors that may affect are, among others, environmental condition, the virulency of bacterial isolate, and cassava variety. Field surveys had shown that bacterial blight was present in all cassava central production areas. The disease intensity was high in Lampung and low in Wonogiri. High intensity was also present at private plantation or at experiment stations. At high intensity, pathogen gave rise to die back and death of plant. On the other hand, at low intensity pathogen only resulted anguler leaf spots. Isolation of bacterial blight collected from Lampung, West Java (Bogor) , Central Java (Wonogiri) , and East Java (Kediri or Pacitan) showed that all isolates were X. campestris pv. manihotis. Although the isolates belong to the same species, some significant differences were shown in the production of acid by carbon source, hydrolisys of gelatine and stach, and production of flagella. Moreover, the study showed variation in virulence. The virulence average of Lampung isolates were higher than Java isolates. The result indicated the isolates originating from Lampung and East Java were considered as virulent isolates whereas from Wonogiri was the least virulent one. Pathogenicity test showed that no varieties free from infection. It indicated that isolates from the central production areas of cassava in Indonesia belonged to the same physiological race.

Kata Kunci : Ilmu Pertanian,Penyakit Ubi Kayu,Bakteri,Ketahanan Tanaman,Bakteri

  1. S3-PAS-1996-TjukSuwartijah-Abstract.pdf  
  2. S3-PAS-1996-TjukSuwartijah-Bibliography.pdf  
  3. S3-PAS-1996-TjukSuwartijah-Tableofcontent.pdf  
  4. S3-PAS-1996-TjukSuwartijah-Title.pdf