Laporkan Masalah

PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DENGAN ALAT BUKTI PUTUSAN PERDATA YANG SUDAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP (Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga Nomor 29/Pdt.Sus/PKPU/PN.Niaga.Jkt.Pst dan Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 16/Pdt.Sus/PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst )

SURADI, Hariyanto, S.H., M.Kn.

2017 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa : 1) alat bukti putusan perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan disertai surat peringatan (somasi) itu memenuhi syarat "utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih" untuk dikabulkannya permohonan PKPU. 2) alat bukti putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum teta, dan disertai surat penetapan "aanmaning" dari pengadilan negeri itu menghalangi untuk dikabulkannya permohonan PKPU. 3). Pertimbangan hukum dari Hakim dalam putusan -putusan tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2017 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang (UUK PKPU). Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatis. Data yang digunakan adalah data sekunder melalui penelitian kepustakaan. Cara dan alat pengumpulan data sekunder dilakukan dengan metode dokumentasi dengan alat studi dokumen. Bahan-bahan primer dalam penelitian ini yaitu bahan pustaka antara lain UUK PKPU, KUH Perdata dan HIR/RBg. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, kreditor dapat mengajukan permohonan PKPU dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 222 ayat (3) UUK PKPU. Alat bukti putusan perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat membuktikan adanya utang, namun belum cukup memenuhi syarat dikabulkannya permohonan PKPU. Dalam putusan pertama, adanya surat peringatan (somasi) dinilai bukanlah produk pengadilan, dan belu m memenuhi syarat dikabulkannya permohonan PKPU. Dalam putusan kedua, adanya produk pengadilan berupa penetapan "aanmaning" akan menghalangi dikabulkanya permohonan PKPU karena dinilai telah memilih penyelesaian perkaranya melalui perdata umum, dan tahapan tersebut haruslah dilanjutkan, sehingga merupakan kewenangan perdata umum dalam lingkup pengadilan negeri sebab jika diselesaikan dengan permohonan PKPU dalam perkara perdata khusus, maka akan terjadi dualisme penyelesaian perkara dalam kasus yang sama. P ertimbangan hukum pada kedua putusan tersebut sudah sesuai dengan UUK PKPU yang mengatur perkara khusus dibidang kepailitan dan PKPU dalam penyelesaian utang piutang. Namun, karena terhadap putusan PKPU tidak dapat dilakukan upaya hukum Kasasi/Peninjauan Kembali maka tidak ada yurisprudensi yang bisa jadi pegangan bagi pengadilan niaga lain di seluruh wilayah Indonesia.

This research was aimed to know and analyze whether: 1) the litigation tools of civil case verdict, already having binding legal force accompanied by a memorandum (subpoena), already fulfilled the requirements of due-date debt and was collectable for the granting of DPO. 2) the litigation tools of civil case verdict, already having binding legal force accompanied by a letter of appointment of aanmaning from public court, prevented the granting of DPO. 3). the legal consideration of the Judge in the decisions already was in accordance with Law No.37 of 2017 on Bankruptcy and Debt Payment Obligation (Law of DPO). This research was a normative juridical research. The used data used secondary data through literature research. The secondary data collection was conducted by documentation method with document study tools. Meanwhile, the primary materials in this research were library materials, such as Law of DPO, Civil Code and HIR/RBG. To analyze the data, qualitative method was conducted. The results showed that creditors were able to apply for DPO based on the provisions of Article 222 Paragraph (3) in Law of DPO. The litigation tools of civil case already having binding legal force could still prove the existence of debt, but it was not enough to fulfill the requirement for granting the petition of DPO. In the first verdict, the existence of warning letter was not the product of the court, and had not fulfilled the requirement for granting DPO petition. In the second decision, the existence of a court product in the form of "Aanmaning" would prevent the granting of DPO petition because it was considered that the settlement of the common civil case was chosen and the stage shall be continued. Therefore, the common civil case had the authority to settle the problem within the scope of the public court. If chosen to be settled by DPO petition in special civil cases, there would be a duality of case resolution within the same case. The legal considerations in both decisions were in accordance with Law of DPO arranging special civil cases in the field of bankruptcy and DPO in debt settlement. However, because the decision of DPO could not apply Cassation/Judicial Review, there was no jurisprudence becoming the guidance for other commercial courts in all Indonesia.

Kata Kunci : Alat bukti putusan pengadilan perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, somasi, aanmaning, PKPU, Litigation tools of civil case verdict already having binding legal force, subpoena, aanmaning, Debt Payment

  1. S2-2017-341618-abstract.pdf  
  2. S2-2017-341618-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-341618-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-341618-title.pdf