KOMPETENSI PRAPERADILAN SEBAGAI MEKANISME KONTROL TERHADAP TINDAKAN APARAT PENEGAK HUKUM DALAM MELAKUKAN UPAYA PAKSA PENETAPAN TERSANGKA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 21/PUU-XII/2014
ANNISA NOVIYATI, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H.,M.Hum,
2017 | Tesis | S2 HUKUM LITIGASIINTISARI Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi praperadilan dalam Pasal 77 huruf (a) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bersifat limitatif menjadi terbuka dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014 dan untuk mengetahui kompetensi praperadilan sebagai mekanisme kontrol tindakan aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa penetapan tersangka pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014. Dalam penulisan hukum ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan bahan pustaka atau data sekunder belaka.Penelitian normatif adalah penelitian dengan studi kepustakaan mempelajari buku-buku makalah-makalah, laporan penelitian, artikel, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian yang dibahas. Penelitian hukum normatif digunakan untuk mendapatkan data sekunder. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbaga aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur, komposisi, lingkup, materi, konsistensi, penjelasan umum, pasal demi pasal, formalitas, dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek atau terapan atau implementasi, maka penelitian normatif sering disebut “penelitian hukum dogmatik†atau “pemelitian hukum teoritisâ€. Sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi objek praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 hanya limitatif menguji sah tidaknya penangkapan, penahanan, sah tidaknya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan serta ganti rugi namun dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 21/PUU-XII/2014 kewenangan praperadilan diperluas dengan sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan, hal ini menunjukkan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi maka Pasal 77 tidak lagi limitatif namun mempunyai sifat terbuka karena kaitannya dengan hukum sebagai sistem yang terbuka, sistem hukum mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Dimana sistem hukum merupakan satu kesatuan unsur-unsur yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah dan sebagainya. Sitem hukum terbuka untuk penafsiran yang berbeda, oleh karena itu terjadi perkembangan.Pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang memperluas kewenangan praperadilan dengan menambah sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan, banyak perkara praperadilan yang diajukan berkaitan pengujian dengan sah tidaknya penetapan tersangka, dan pertimbangan-pertimbangan hakim praperadilan pada pokoknya menyatakan sah tidaknya penetapan tersangka merupakan kewenangan praperadilan dan penetapan tersangka harus didasarkan pada bukti permulaan yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti ditambah keterangan calon tersangka, namun terdapat perbedaan dalam memaknai batasan kewenangan hakim praperadilan dalam pemeriksaan perkara praperadilan yaitu antara hakim yang berpendapat bahwa praperadilan tidak menguji materi pokok melainkan hanya menguji tindakan formal penyidik dan pendapat hakim yang menyatakan hakim praperadilan dapat memeriksa materi pokok perkara.
ABSTRACT The writing of this law aims to know the pretrial competence in Article 77 letter (a) of the Criminal Procedure Code (KUHAP) which is limitative to be open with the decision of the Constitutional Court Number. 21 / PUU-XII / 2014 and to know the pretrial competence as the control mechanism of investigator action in determining the suspect after the Constitutional Court Decision Number 21 / PUU-XII /2014. In the writing of this law using normative legal research methods that are legal research methods conducted by using library materials or secondary data belaka.Penelitian normatif is research by library studies studying books papers, research reports, articles, and legislation that Related to the object of research being discussed. Normative legal research is used to obtain secondary data. Normative legal research is a legal research that examines the written law of various aspects, ie aspects of theory, history, philosophy, comparison, structure, composition, scope, material, consistency, general explanation, chapter by chapter, formalities, and strength binding a law , As well as the legal language used, but does not examine aspects or applied or implemented, normative research is often called "dogmatic legal research" or "theoretical law research." Prior to the decision of the Constitutional Court the object of pre-trial as stipulated in Article 77 is only limited to the validity of the arrest, detention, the validity of the suspension of investigation and the cessation of prosecution and redress but with the Decision of the Constitutional Court Number. 21 / PUU-XII / 2014 the pretrial authority is expanded with the validity of the suspect's appointment, search and seizure, this indicates by the decision of the Constitutional Court then Article 77 is no longer limitative but has open character as it relates to law as an open system, Reciprocal relationship with the environment. Where the legal system is a unity of elements influenced by cultural, social, economic, historical and so on factors. The legal system is open to different interpretations, therefore there is a development. Under the Constitutional Court Decision Number 21 / PUU-XII / 2014 which extends the pretrial authority by increasing the validity of suspect, search and seizure, many pre-trial cases are filed in relation to legally testing Whether or not the determination of the suspect, and the judgment of a pretrial judge, principally stating the validity of the suspect's determination is the pretrial authority and the determination of the suspect should be based on preliminary evidence of at least two evidences plus the description of the candidate, but there is a difference in interpreting the authority of the pretrial judge in Examination of pre-trial cases between judges who believe that pre-trial does not examine the subject matter but only examines the formal action of the investigator and the opinion of a judge stating that a pretrial judge may examine the subject matter of the case.
Kata Kunci : Kata kunci : Kompetensi praperadilan, mekanisme kontrol, penetapan tersangka / Keywords: Pretrial competence, control mechanism, determination of suspect