Apartemen Bertema Vertical Village di Yogyakarta
DIO ASMANDARU WIDODO, Dr.Ir.Budi Prayitno,M.Eng
2017 | Skripsi | S1 ARSITEKTURKota Yogyakarta sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan menjadi target sasaran yang menguntungkan untuk berinvestasi. Saat ini, pembangunan kerap terjadi dimana mana, terutama pembangunan hotel, mall, dan apartemen. Akan tetapi dalam pembangunan ini cenderung membawa dampak negatif kepada lingkungannya yaitu sumber daya alam yang terserap, kurangnya kontribusi bangunan ke masyarakat, dan membangun bangunan tersebut sebagai bangunan yang 'elit' dan privat sehingga tidak memberikan manfaat bagi warga sekitar, melainkan hanya merugikan warga sekitar, yang memicu gerakan 'Jogja Ora Didol'. Pembangunan apartemen standar juga kerap tidak menjadi pilihan masyarakat dalam tinggal di apartemen, menurut survei 56% dari responden setuju bahwa bangunan apartemen tidak sesuai dengan kearifan lokal. Paradigma Arsitektur di Yogyakarta harus diubah yaitu lebih kepada melihat konteks sekitar, memperhatikan gaya hidup kebudayaan Yogyakarta dan bagaimana sekaligus menjadi bangunan yang menguntungkan secara ekonomi juga kontributif dan melibatkan warga sekitar. Maka diperlukan bangunan Apartemen Bertema Vertical Village di Yogyakarta, yang pada dasarnya adalah membangun sebuah bangunan apartemen yang mempertahankan keaslian kebudayaan perumahan Yogyakarta, salah satu cirinya merupakan pengaplikasian suasana kampung dengan mengangkat interaksi sosial antar tetangga dan pengunjung serta sebuah bangunan yang menyatu dengan alam. Hal ini dilakukan sebagai perwakilan paradigma desain baru agar warga Yogyakarta tidak merasa tanah mereka 'Didol' melainkan manfaatnya dapat digunakan kembali untuk mereka. Fokus utama adalah bagaimana mengurangi individualitas antar penghuni, dan bagaimana bangunan vertical village ini kontributif pada masyarakat, maka dimasukkan fungsi ruang publik kedalam vertical village. Ruang publik pada lantai dasar didesain seperti Town Square yang mengintegrasikan fungsi sirkulasi pedestrian dengan fasilitas olahraga, sarana komunitas, dan pusat hiburan bagi penghuni dan warga sekitar. Pada lantai tipikal juga diaplikasikan ruang semi publik yang bersebelahan dengan koridor sebagai 'halaman depan' unit apartemen sebagai pusat interaksi antar penghuni saja, dan akses skybridge sebagai akses bagi penghuni saja yang privasinya tetap terjaga.
Yogyakarta, as a center of education and culture, made Yogyakarta very profitable to invest. Nowadays, developments tend to happen everywhere, especially the construction of hotels, malls and apartments. But these developments tend to have negative impacts on the environment, namely absorbance of natural resources, lack of contribution of the building to the public, and construct buildings for the 'elite' and that brought no benefit to the local people, but only disadvantage for the people around, which triggers the movement of 'Jogja Ora didol' (Jogja is Not For Sale). Apartments in Yogyakarta are not considered by the people as a choice of living. Based on a survey, 56% of total respondents agreed that apartment does not fit a local culture for dwelling. This made the paradigm of design in Yogyakarta has the urgency to change, which determines more to the local context and contribution for the environment. That being said, Yogyakarta needs a building such as Vertical Village Themed Apartments in Yogyakarta, which basically builds an apartment that preserve authenticity of dwelling in Yogyakarta, one of them is to maximize the atmosphere of kampong living which are maximizing social interaction between residents, and to add natural elements of vegetations to blend with nature. This method is used as a representative of a new design paradigm that residents do not feel their land, Yogyakarta is 'sold' but as the benefits that can be used for them. The main focus is how to maintain and maximize social interaction, and how to make vertical village contributive for the environment, thus adding public space as a secondary function of this building inside the vertical village. Public space on the main floor will be designed similar to Town Square, which integrates functions as a pedestrian road with sport facilities, community center, and entertainment center for the residents and local cummunity. As for the typical floor will be applied semi-public spaces that are side to side with corridor as a 'forecourt' for residents of apartment units as a center of interactions among residents, and access to skybridge as a circulation exclusively for the residents only, which maintains privacy.
Kata Kunci : vertical village,guyub rukun,suasana kampung,ruang publik,interaksi sosial