KEDUDUKAN JANDA, PURUSA DAN PRADANA SERTA HAK MEWARISNYA BERDASARKAN HUKUM ADAT BALI (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR : 493K / PDT/ 2012)
A.A.ALIT MAS PUTRI D, Rimawati S.H., M.Hum.
2017 | Tesis | S2 KenotariatanTesis ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan janda, purusa, dan pradana terhadap druwe gabro (harta gunakaya) dalam Putusan Mahkamah Agung RI No.493K/PDT/2012 serta pertimbangan hakim menolak tuntutan Ketut Arya Andipa sebagai purusa dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 493k/PDT/2012. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan dan wawancara narasumber untuk menambah keakuratan data. Penelitian ini merupakan studi kasus yang menganalisis secara kualitatif suatu kasus sengketa waris yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 493K/PDT/2012 tanggal 12 September 2012 ditinjau dari aspek hukum Adat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, harta gunakaya atau druwe gabro dapat diwariskan kepada ahli waris purusa dan pradana dengan pembagian sebesar ategen asuun, yaitu anak yang berstatus purusa berhak atas satu bagian dari harta warisan (ategen), dan untuk anak yang berstatus pradana atau ninggal kedaton terbatas berhak atas sebagian atau setengah dari harta warisan (asuun) yang diterima oleh anak yang berstatus purusa. Sementara janda mempunyai kedudukan yang sama terhadap druwe gabro atau harta gunakaya peninggalan almarhum suaminya namun hanya untuk menguasai dan menikmati harta gunakaya itu secara terbatas demi kepentingan dirinya dan anak-anaknya. Kedua, Mahkamah Agung menolak permohonan Ketut Arya Andipa sebagai ahli waris purusa dengan pertimbangan bahwa Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, sebab dari bukti Termohon Kasasi/Penggugat yang diajukan dipersidangan menurut hukum pembuktian, ternyata objek sengketa adalah peninggalan suami Termohon Kasasi/Penggugat (almarhum I Made Swetja) yang dengan meninggalnya yang bersangkutan secara hukum Termohon Kasasi/ Penggugat juga adalah ahli waris bersama yang lainnya termasuk Pemohon Kasasi/Tergugat I, oleh karena objek belum dibagi waris maka tidaklah dapat dibenarkan Pemohon Kasasi/Tergugat I menghakinya sendiri. Pertimbangan hakim Mahkamah Agung tersebut sudah sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat hukum adat Bali namun pertimbangan hakim Mahkamah Agung yang menyatakan janda sebagai ahli waris tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen di Bali mengingat struktur masyarakat hukum adat Bali yang meletakkan kewajiban utama pada keluarga garis laki-laki, sedangkan si janda tidak mempunyai beban seberat ahli waris laki-laki.
This thesis was aimed to discuss the positions of widow, purusa, and pradana on druwe gabro (joint property) in the Decision of the Supreme Court of RI No.493K/PDT/2012 and the consideration of the judge to refuse the claim of Ketut Arya Andipa as purusa in the Decision of the Supreme Court of RI No. 493k/PDT/2012. This study is a normative judicial research which used secondary data which consist of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Data were collected by literature study and interview with resource persons to increase data accuracy. This study is a case study which analyzed qualitatively an inheritance dispute case which has been decided by the court which has permanent legal force, which is the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 493K/PDT/2012 dated 12 September 2012 viewed from the aspect of Adat Law. Based on the study, it concluded that: first, joint property or druwe gabro can be passed down to purusa and pradana heirs with portion equal to ategen asuun, i.e. a child with the status of purusa is entitled for one part of inheritance (ategen), and a child with the status of pradana oor ninggal kedaton is entitled for partial or half of the inheritance (asuun) received by a child with the status of purusa. Meanwhile, widow has the same position on druwe gabro or joint property left by her husband, but only to control and enjoy the joint property within limit for her and her childrens interests. Second, the Supreme Court rejects the request of Ketut Arya Andipa as a purusa heir with the consideration that Judex Facti doesnt implement law incorrectly because the evidence of the Respondent of Cassation/Plaintiff submitted in the court consistent with the law of evidence is dispute object left by the husband of the Respondent of Cassation/Plaintiff (I Made Swetja) with whose death the Respondent of Cassation/Plaintiff is also an heir with others, including the Appelant of Cassation/Defendant I, because the object hasnt been divided by inheritance, the Appelant of Cassation/Defendant I isnt justified to control it themself. The consideration of the judge of the Supreme Court is consistent with the values in Balinese Adat Law community. However the consideration of the judge of the Supreme Court that widow is an heir cant be implemented consequently in Bali, considering the social structure of Balinese Adat Law community which puts main obligation on the family line of men, while the widow doesnt have burden as heavy as the male heir.
Kata Kunci : Sengketa waris, Hak Mewaris, Harta Gunakaya