Laporkan Masalah

The Hybrid Culture in the Development of Theology of the Catholics in Arjowilangun Village South Malang

HARIAWAN ADJI, Prof. J.B. Banawiratma; Dr. Fatimah Husein

2017 | Disertasi | S3 INTER-RELIGIOUS STUDIES

Disertasi ini merupakan studi sosial historis budaya hibrida orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangun yang kemudian menghantar ke studi tentang cara pandang dunia mereka yang juga hibrida dan teologi hibrida yang munculd ari konteks mereka. Pertanyaan-pertanyaan utama disertasi ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana budaya hibrida orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangun Malang Selatan? (2) Bagaimana budaya hibrida mereka mempengaruhi cara pandang dunia mereka? dan (3) Teologi hibrida yang bagamana yang muncul dari orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangin Malang Selatan ini? Studi ini yang akan mengeksploras budaya orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangun ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi identitas mereka dan teologi yang mereka kembangkan. Lebih jauh lagi, studi ini diharapkan dapat membantu mereka untuk menghidupi iman mereka secara intercultural. Akhirnya, studi ini diharapkan dapat membantu mereka dalam keterlibatan mereka dalam dialog antar agama karena budaya dan agama tidaklah terpisahkan. Secara metodologis, studi ini merupakan penelitian sosial historis yang menggunakan memori kolektif sebagai sebuah wacana yang melibatkan kenyataan saat ini dan saat lampau. Untuk mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui interview, diskusi kelompok terpusat, observasi dan keterlibatan. Proses analisis untuk menemukan budaya hibrida orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangun ini mencakup pembacaan transkrip, pengidentifikasian tema-tema kunci, pengembangan kerangka kerja memori kolektif dan penempatan serpihan-serpihan memori budaya kolektf ke dalam kerangka kerja untuk mendapatkan gambaran yang umum. Sedangkan proses analisis untuk mengembangkan teologi interkultural mencakup penganalisisan upacata Bersih Desa Arjowilangin dengan menggunakan hermeneutika intercultural untuk memahami cara pandang dunia mereka dan pengkonstruksian teologi hibrida liberatif. Sebagaimana ada tiga pertanyaan penelitian dalam studi ini, studi ini juga menghasilkan tiga penemuan utama. Yang pertama adalah bahwa budaya hibrida orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangun telah terbentuj sejak lama ketika budaya local bertemu dengan budaya-budaya lain. Proses hibridisasi ini berlanjut hingga masa kini. Proses tersebut melibatkan konflik dan negosiasi. Budaya hibrida orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangund apat dilacak melalui artefak, praktek hidup dan orang-orangnya. Kedua, budaya hybrid orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangun ini memperngaruhi cara pandang dunia mereka. Cara pandang dunia mereka merupakan hasil hibridisasi berbagai budaya dan agama. Salah satu yang tampak adalah bahwa mereka berpandangan bahwa 'pribadi' itu ada bukan hanya dalam diri manusia tetapi juga dalam hal-hal lain. Mereka berpandangan bahwa Tuhan, Bunda Maria, orang kudus Katolik, malaikat, danyang, benda-benda sakral, roh-roh sebagai pribadi-pribadi yang bukan manusia, yang mempunyai hubungan khusus dengan mereka bahkan mempengaruhi hidup mereka. Hal ini tentu saja menjadi pondasi bagaimana mereka menghayati iman dan menjalankan hidup mereka. Suatu teologi yang tepat bagi orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangun Malang Selatan tentulah memperhatikan semua aspek hidup mereka. dari studi ini disimpulkan bahwa telogi hibrida merupakan teologi yang cocok untuk mereka. Teologi ini merangkul semua aspek bagaimana mereka hidup dalam realita historis, multi-agama dan budaya yang hibrida. Sebuah penemuan minor yang dihasilkan oleh penelitian ini adalah bahwa orang-orang Katolik yang hidup di desa Arjowilangun memiliki memori kolektif yang unik akan masa lalu mereka. Pengalaman kekerasan massa pada tahun 1965 sungguh mempengaruhi perkembangan Gereja Katolik di desa Arjowilangun. Hal ini tentunya juga mempengaruhi bagaimana mereka menjalani hidup sehari-hari mereka dan bagaimana mereka berhubungan satu sama lain sebagai warga masyarakat desa Arjowilangun dan warga Gereja Katolik setempat. Studi ini juga menawarkan teori baru (1) cara pandang dunia itu hidup; ia berkembang seturut perkembangan masyarakat yang menghidupinya. Perjumpaan budaya yang dialami oleh suatu masyarakat menyusun dan menyusun kembali cara pandang dunia mereka. Terlebih lagi, factor sosial, polotik, ekonomi, lingkungan, sejarah dan agama masyarakat mewarnai dan mewarnai kembali cara pandang dunia mereka. Cara pandang dunia tidaklah dapat digeneralisasi. Dua kelompok masyarakat yang beretnis sama bisa jadi memiliki cara pandang dunia yang berbeda karena berbagai hal. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa cara pandang dunia sifatnya unik. (2) teologi hibrida yang mencakup dialog kritis mutual antara tradisi Katolik dengan segala elemennya dan pengalaman hidup suatu kelompok manusia dengan segala elemennya dapat membantu mereka untuk memahami dan menghayati iman dan hidup mereka.

This dissertation is a socio-historical study of the hybrid culture of the Catholics living in Arjowilangun village which then leads to the study of their hybrid worldview and the hybrid theology which emerges from their context. The main questions are: (1) How is the hybrid culture of the Catholics living in Arjowilangun village South Malang? (2) How does their hybrid culture influence their worldview? And (3) What kind of hybrid theology may emerge from the Catholics living in Arjowilangun village South Malang? This study which will explore the culture of the Catholics living in Arjowilangun village is expected to contibute to the recognition of their identity and theology. Furthermore, this study is expected to help the Catholics living in Arjowilangun village to live the faith interculturally. Finally, this study may help the Catholics to engange in the process of inter-religious dialogue because religion and culture are inseparable. Methodologically this study is a cultural hictorical social research employing the collective memory as a discourse which actively engage the present with the past. For collecting the data this research used a qualitative approach through interview, focus group discussion, observation and participation. The analytical process for figuring the hybrid culture includes reading the transcripts, identifying the key themes, developing the framework of the collective memory and putting the puzzles of the collective cultural memory were put in the framework to get the common picture. While the analytical process for developing intercultural theology includes analyzing Arjowilangin Bersih Desa Ceremony by using intercultural hermeneutics to understand the people's worldview and constructing the hybrid liberative theology. As there are three research questions there three main finding of this study. First, the hybird culture of the Catholics living in Arjowilangun village has started a long time ago when the local culture encountered another culture. The process continues until the present time. The process might involve conflicts and negotiations. The hybrid culture of the Catholics living in Arjowilangun village can be traced through its artefacts, practices and people. Second, the hybrod culture of the Catholics living in Arjowilangun village influence their worldview. Their worldview is also a result of hybridization of many cultures and religions. One of the example is that they see a 'person' not only in human beings but also in other things. They see the Lord, Saint Mary, the Catholic Saints, Angels, danyang/s, sacred objects, the spirits as the other-than-human persons which have a special relation and influence in their lives. This, of course, becomes the foundation for them to live their belief and daily life. Third, the suitable theology for the Catholics living in Arjowilangun South Malang is a theology that considers all aspects of their context of life. From the study hybrid theology is concluded as the one suitable theology for the the Catholics living in Arjowilangun South Malang. This theology comprises how people live in their hybrid cultural, multi-religious, historical realities. A minor finding is about their unique collective memory of their past. The mass violence of 1965 surely influenced the development of the Catholic Church in Arjowilangun village. This, of course, influences how they live their daily life and how they relate to each other as members of the Arjowilangun society and of the members of the Catholic community. This study also offers a new theory on (1) Worldview is alive; it develops together with the development of the society which lives it. Cultural encounters that are experienced by the society build and rebuild the society's worldview. Moreover, the social, political, economic, environmental, historical and religious factors of the society also colors and recolors the worldview. Worldview cannot be generalized. Two groups which belong to the same ethnic group may have different kind of worldview because of various factors. It can be said that worldview is something unique. Every society creates and recreates its worldview. (2) Hybrid theology which covers a mutually critical dialogue between the Catholic tradition with its elements and the experience of the people with its own elements helps people to understand and to live their life and faith.

Kata Kunci : memori kolektif, budaya hibrida, teologi hibrida, Katolik dan desa Arjowilangun/collective memory, hybrid culture, hybrid theology, Catholics, and Arjowilangun village