Kepemimpinan Pemimpin Informal Di Kali Code
UTOMO, Sharasto Nur, Hasrul Hanif
2014 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian tentang peran pemimpin informal dalam upayanya membangun wilayah Code. Adanya pemimpin informal ini mendorong warga Code untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi. Permasalahan utama yang dihadapi oleh warga Code yaitu masalah sosial dan masalah lingkungan. Totok Pratopo hadir selaku pemimpin informal di Kali Code. Totok berperan di dalam mengajak warga untuk melakukan perubahan-perubahan sosial dan lingkungan di Kali Code. Kali Code secara wilayah terbagi ke dalam dua kawasan, yaitu kawasan utara yang berada di sekitar jembatan Gondolayu dan kawasan selatan yang berada di sekitar jembatan Tungkak yang ada di Jalan Kolonel Sugiono. Kali Code memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Yogyakarta dan masyarakat luar Yogyakarta. Faktor-faktor yang membuat Kali Code menarik yaitu dapat digunakan untuk wisata sungai dan dapat digunakan sebagai tempat mempelajari berbagai permasalahan yang ada di masyarakat bantaran sungai. Pada awalnya Kali Code banyak dihuni oleh pendatang-pendatang liar yang datang dari desa. Orang-orang desa melakukan urbanisasi dengan tujuan mendapatkan pekerjaan di kota. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang dijadikan tujuan urbanisasi. Pendatang dari desa ini kemudian membutuhkan tempat untuk ditinggali. Di kota-kota besar biasanya para pendatang liar memilih menetap di bawah jembatan adalah sebagai hunian sementara sambil mencari pekerjaan. Akses akan air sebagai kebutuhan sehari-hari untuk mandi, cuci, kakus mudah untuk di dapat bila tinggal di sepanjang bantaran sungai. Maka tidak heran apabila kemudian di bawah jembatan menjadi sebuah pilihan strategis sebagai tempat bermukimnya para pendatang ini. Dari satu dua orang yang tinggal di bawah jembatan kemudian lama-lama menjadi banyak dan akhirnya membentuk suatu masyarakat di bantaran sungai. Dilihat dari sejarahnya, menurut artikel Patrick Guinnes (dalam Darwis Khudori, 2002 : 21) awalnya yang merupakan penghuni Kali Code adalah para pendatang yang menggelandang dari kota ke kota yang kemudian menetap di pinggiran sungai Kali Code. Pendatang-pendatang ini merupakan orang-orang yang berasal dari wilayah desa yang kemudian pergi ke kota dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Walaupun kecil kemungkinan mereka untuk sukses di kota, tekad mereka meninggalkan desa asal mereka sudah bulat. Sebagian besar dari mereka ada yang tidak tahan lagi hidup di desa karena menganggur sehingga berusaha mencari pekerjaan di tempat lainnya. Ada juga yang disebabkan karena tidak memiliki harta apapun lagi karena tanah keluarganya dijual. Hal inilah yang mendorong mereka untuk mengadu nasib ke kota. Para pendatang ini mencoba bertahan hidup dan dengan adanya desakan ekonomi mereka memilih untuk menjadi pemulung sampah, mencopet atau mencuri, menjadi pekerja kasar, menarik becak dan bahkan sampai menjajakan diri. Kemudian para pendatang ini memutuskan untuk menetap di bawah jembatan Gondolayu, Kali Code sebagai sebuah hunian bagi mereka. Adanya para pendatang liar menimbulkan masalah permukiman. Warga yang tinggal di Kali Code oleh pemerintah dianggap sebagai penduduk liar. Mereka dihadapkan pada masalah kesulitan dalam mengakses fasilitas-fasilitas yang disediakan bagi warga pada umumnya. Sehingga akses-akses pelayanan publik bagi mereka untuk hidup tidak mudah didapatkan. Kemiskinan juga semakin meningkat karena minimnya skill individu yang dimiliki oleh mereka, sehingga hasil yang didapat ketika bekerja tidak sebanding dengan kebutuhan yang harus dipenuhi sehariharinya. Dengan adanya kemiskinan yang meningkat maka memicu pada permasalahan-permasalahan sosial lainnya. Permasalahan-permasalahan seperti yang dijabarkan di atas perlu untuk dicarikan solusinya agar warga Kali Code dapat hidup dengan baik dan bisa hidup selayaknya manusia normal. Hal yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak dan banyak kepentingan lainnya juga ingin mereka nikmati. Oleh karena itu dibutuhkan solusi di dalam menyelesaikan masalah tersebut, salah satunya dengan adanya peranan pemimpin informal yang mengajak mereka untuk membuat sebuah perubahan. Mereka didorong untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan warga dalam menyelesaikan masalah tersebut. Aspirasi-aspirasi mereka juga perlu untuk didengarkan dan diwadahi. Mereka tidak bisa digusur begitu saja oleh pemerintah. Adanya penggusuran akan membawa dampak buruk seperti meningkatnya kriminalitas hingga perlawanan secara terbuka dari warga Kali Code kepada pemerintah. Pada tahun 90-an, muncul pemimpin informal Romo Mangun Wijaya sebagai bentuk perjuangan warga di bawah jembatan Gondolayu Kali Code. Romo Mangun mempunyai peran penting dalam menjembatani antara kepentingan masyarakat kepada pemerintah Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta pada waktu itu hendak melakukan penggusuran permukiman di bawah jembatan sebagai langkah untuk menghijaukan daerah sepanjang sungai. Warga Kali Code hendak digusur karena mengganggu pemandangan kota. Mereka dianggap sebagai warga liar yang tidak diakui keberadaannya oleh pemerintah. Romo Mangun berhasil meyakinkan pemerintah sehingga mereka diijinkan tinggal di wilayah bantaran sungai. Adanya kepemimpinan Romo Mangun membuat warga Kali Code lebih diberdayakan lagi sehingga perlahan-lahan terjadi perbaikan bagi keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi masyarakatnya. Sepeninggal Romo Mangun terjadi kekosongan pemimpin yang mampu menggerakkan masyarakat. Masyarakat membutuhkan pemimpin sebagai wakil mereka dalam mengatasi permasalahan di Kali Code. Warga kurang memahami tentang bagaimana cara mengatasi berbagai masalah-masalah yang ada di Kali Code. Hal ini mendorong munculnya seorang Totok Pratopo untuk mencoba mengisi kekosongan kepemimpinan tersebut. Totok Pratopo muncul sebagai pemimpin informal di masyarakat. Dia mencoba menghadirkan kembali semangat dari warga agar peduli terhadap Kali Code. Permasalahan utama warga Kali Code yaitu masalah sosial dan isu lingkungan. Totok percaya bahwa warga mampu untuk diberdayakan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kemunculan Totok Pratopo selaku pemimpin informal membawa sebuah harapan akan tersalurkannya aspirasi-aspirasi dari warga Kali Code. Warga bantaran Kali Code seringkali mendapatkan stereotype negatif dari masyarakat yang beranggapan bahwa mereka adalah sampah masyarakat. Totok selaku pemimpin informal berusaha mengajak warga bantaran Kali Code untuk perlahan mengubah cara pandang tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melihat peran kepemimpinan yang dilakukan Totok Pratopo sehingga dapat mengajak warga yang tadinya tidak memiliki perhatian terhadap permasalahan yang ada di Kali Code, menjadi ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Kata Kunci : Kepemimpinan