Ruang Publik ala Yogyakarta :(Studi tentang Proses Pergeseran Struktur Ruang Publik di Yogyakarta dalam Kasus hadirnya Ruang Publik di Angkringan, Warung Kopi Blandongan, dan Toko Ritel Modern Cirele
NUGROHO, Bedhah Adityo, Cornelis Lay
2013 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)ABSTRAKSI Studi ini bercerita tentang proses pergeseran struktur ruang publik yang ada di Yogyakarta. Ruang publik yang menjadi lokus studi ini adalah Angkringan, warung Kopi Blandongan dan Toko Ritel Circle K. Proses pemetaan diawali dari pertanyaan penelitian Bagaimana proses pergeseran fungsi angkringan, warung kopi dan Circle K (ruang privat) menjadi ruang publik? dan pengaruhnya terhadap derajat kepublikan dalam ruang publik tersebut?. Secara operasional, proses pergeseran struktur ruang publik dilihat dengan cara mengomparasikan antara ketiga ruang publik tersebut. Studi kasus menjadi koridor metodologis yang dipakai dalam menguak fenomena ruang publik di Yogyakarta ini, disesuaikan dengan kebutuhan untuk menjawab pertanyaan bagaimana dan melihat proses. Selanjutnya, secara teknis, dimensi yang dikomparasikan meliputi akar genealogis, aktoraktor yang berada dalam ruang publik tersebut, pola relasi dan interaksi yang berada di ruang publik, nilai dan karakter dari ruang publik tersebut. Pendekatan tersebut menjadi sebuah turunan (instrumen) dari teori yang dikemukakan oleh Habermas mengenai pergeseran struktur ruang publik. Dari pendekatan tersebut ditemukan fenomena menarik ketika melihat dinamika ketiga ruang publik tersebut. Dari akar genealogisnya, terdapat suatu kesejajaran, dimana ketiga ruang publik tersebut hadir/dihadirkan di ruang privat (ekonomi). Namun ketika berbicara aktor, pola relasi dan nilai yang terbentuk dari ketiganya memiliki karakteristik tersendiri. Aktor‐aktor yang berada dalam ruang publik di Angkringan lebih banyak didominasi orang yang berada di sekitar Angkringan dan bersifat tetap. Relasi yang terjadi bersifat egaliter dan inklusif, namun faktor bahasa komunikasi (bahasa Jawa) menjadi salah satu upaya aktor‐aktor di Angkringan untuk mempertahankan nilai dan kultur. Bahasa juga menjadi salah satu upaya untuk mengekslusi wacana. Meskipun demikian, karakter ruang publik dan tingkat kepublikan di Angkringan masih terjaga dengan caranya sendiri serta nuansa kapitalistik tak begitu terasa. Kondisi empirik serupa ditemukan di Warung Kopi Blandongan. Namun ketika berbicara pada aras aktor, di Warung Kopi Blandongan, lebih banyak didominasi oleh etnis (orang Jawa Timur) yang berada di Yogyakarta. Dari proses penglihatan di Ruang Publik ini, hampir sesuai dengan ide awal warung kopi ini berdiri sebagai sarana akulturasi budaya. Keadaan ini berimplikasi pada nilai yang terbangun dan karakter ruang publik di warung kopi ini juga terjaga dengan caranya sendiri. Suasana kapitalistik juga tak begitu kental dirasakan di warung kopi Blandongan. Namun keadaan ruang publik dirasakan jauh berbeda di Circle K. Ruang publik di Circle K tidak lahir dengan sendirinya seperti kedua ruang publik diatas. Ruang Publik di Circle K sengaja dihadirkan sebagai salah satu objek penumpukan modal. Implikasinya nilai, aktor dan karekteristik yang terbangun sarat dengan nuansa kapitalistik. Dinamika ruang publik Circle K berada pada level kepublikan (derajat kepublikan) yang minimal. Sehingga dinamika yang terjadi hanya dimaknai sebagai etalase modernitas dan pembelian kelas berbasis konsumsi semata. Kata Kunci: Ruang Publik, Ruang Privat, Pergeseran Struktur, Derajat Kepublikan.
Kata Kunci : Wiraswasta