Laporkan Masalah

Strategi Perajin Batik Pasca Penetapan Batik Indonesia oleh UNESCO Sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda ( Studi terhadap Perajin Batik di Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta)

OKTAVIANA, Hempri Suyatna

2012 | Skripsi | Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (dh. Ilmu Sosiatri)

Pada bulan Oktober 2009, UNESCO, sebuah badan Perserikatan Bangsa Bangsa yang membawahi bidang pendidikan dan budaya, menetapkan Batik Indonesia sabagai salah satu warisan budaya dunia tak benda (Intangible World Cultural Heritage). Salah satu daerah penghasil batik di Indonesia adalah Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta. Kampoeng Batik Laweyan telah dikenal cukup lama sebagai daerah penghasil batik berkualitas tinggi. Kampoeng Batik Laweyan mengalami masa keemasan dalam industri dan perdagangan batik pada awal abad ke 20. Namun mulai mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Orde Baru akibat tersaingi industri kain printing yang lebih modern, efisien dan murah. Batik tradisional kalah saing dengan kain printing di pasaran hingga akhirnya banyak perajin batik yang gulung tikar. Momentum penetapan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO, menjadi babak baru dalam perkembangan batik dewasa ini. Penelitian ini ingin menggali lebih dalam bagaimana strategi yang diterapkan perajin batik di Kampoeng Batik Laweyan, Kelurahan Laweyan, Surakarta pasca penetapan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO, di mana pasca penetapan UNESCO industri batik semakin tumbuh subur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara (in depth interview), dan dokumentasi. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 9 orang yang terdiri dari 1 informan dari Disperindag Kota Surakarta, 1 informan dari FPKBL, dan 7 orang perajin batik di Kampoeng Batik Laweyan dengan teknik snowball sampling. Pasca ditetapkannya batik sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, pertumbuhan industri batik semakin subur. Para perajin memiliki strategi-strategi untuk menghadapi persaingan global. Strategi yang diterapkan adalah melalui proses produksi dan strategi dalam promosi dan pemasaran. Yang perlu dicatat adalah, dalam strategi-strategi tersebut peran modal sosial tidak dapat dihilangkan. Pemanfaatan jaringan benar-benar dimaksimalkan oleh perajin batik di Kampoeng Batik Laweyan, juga tidak lepas dari adanya institusi lokal (FPKBL) yang menjadi trigger berkembangnya industri batik di KBL. Dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa terdapat dua bentuk modal sosial yaitu modal sosial inklusif dan modal sosial eksklusif. Modal sosial inklusif terjalin dengan baik antara pihak internal (pengurus FPKBL dan anggota/perajin batik) dengan pihak eksternal (pemerintah dan swasta). Sedangkan modal sosial eksklusif (pengurus FPKBL dan anggota/perajin batik) terdapat gesekan-gesekan yang menyebabkan modal sosial tersebut mulai melemah. Terlepas dari FPKBL, ikatan modal sosial yang dijalin diantara sesama perajin masih sangat terpelihara dengan baik. Terutama dalam jaringan perdagangan batik. Modal sosial merupakan salah satu kunci keberhasilan para perajin dalam menerapkan strategistrategi untun bersaing, bahkan bertahan di era modern ini. Keywords: Strategi, Perajin Batik, Modal Sosial.

Kata Kunci : Industri kecil; Batik


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.