Kekuatan Dan Strategi Masyrakat Adat Kejawen (Studi Etnografi Masyarakat Adat Kejawen Desa Pesanggrahan Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap Dan Strategi Mempertahankan Tradisi Sadranan Sebagai Warisan
WISNU, Isnaeni S., Supraja
2012 | Skripsi | SosiologiMasyarakat Kejawen Desa Pesanggrahan merupakan masyarakat adat yang mempertahankan tradisi sadranan sebagai warisan nenek moyang setiap bulan sadran, menjelang bulan puasa Ramadhan. Tradisi sadranan merupakan serangkaian ritual, yaitu slametan resik kubur, resik kubur, munjungi, kenduren/kepungan sadran, perlon, dan nderek. Tradisi sadranan terus dilakukan masyarakat secara teratur setiap tahunnya. Keadaan teratur tersebut selalu dijaga dari generasi ke generasi melalui proses belajar atau sosialisasi. Tetua adat dan masyarakat kejawen awam (anak putu) merupakan dua pihak yang terlibat dalam sosialisasi. Interaksi kedua pihak terjalin dalam proses-proses yang dialektik dalam rangka bersama-sama menjaga keberlangsungan masyarakat adat kejawen dan tradisi sadranan yang mereka miliki. Penelitian ini mengkaji tentang sebab-sebab dan bagaimana masyarakat kejawen Desa Pesanggrahan mempertahankan keberlangsungan tradisi sadranan. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan pendekatan fenomenologi. Penelusuran data menggunakan observasi terlibat dan wawancara tidak terstruktur. Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa keberlangsungan tradisi sadranan di Desa Pesanggrahan tidak lepas dari masyarakat kejawen yang melaksanakannya dengan kesadaran yang telah tertanam sejak kecil. Keadaan ini merupakan hasil dari sosialisasi yang dilakukan oleh peran para tetua adat kepada masyarakat kejawen awam (anak putu). Sosialisasi yang dilakukan dengan penyelenggaraan tradisi sadranan secara terus-menerus dan terpimpin, pewarisan nilai dan pengetahuan yang dilakukan secara rahasia dan hati-hati untuk menerima individu sebagai bagian dari kesatuan masyarakat kejawen (ritual mlebu), dan mendorong setiap keluarga untuk mendidik generasi penerus untuk menerima kepercayaan dan melaksanakan keseluruhan tradisinya. Keseluruhan proses sosialisasi dilakukan secara sadar dan tidak sadar yang peran-peran tetua adat secara sistematis, terstuktur, dan hierakhis sampai kepada setiap individu. Eyang Kunci memegang puncak tanggung jawab yang diteruskan kepada Kamitua, dan Bedogol. Setiap Bedogol yang berjumlah 6 (enam) memegang tanggung jawab langsung untuk menjaga keberhasilan sosialisasi hingga nilai, kepercayaan, dan tradisi sadranan di internalisasi oleh setiap individu yang menginduk kepadanya. Masyarakat awam kejawen (anak putu) dari setiap kepala keluarga (KK) patuh dan melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dan menopang keberlangsungan tradisi sadranan dengan iuran yang disebut sebagai pakewuh. Iuran ini menjadi pembiayaan bagi keberlangsungan tradisi sadranan yang membutuhkan biaya besar. Masyarakat awam kejawen (anak putu) juga memiliki strategi dengan membentuk kelompok-kelompok tabungan sadran yang menjamin pembiayaan tradisi sadranan sebagai warisan nenek moyang. Kata kunci : Tradisi sadranan, Tetua adat, Masyarakat awam kejawen (Anak Putu), Sosialisasi
Kata Kunci : Adat, Kebudayaan